Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Formulasi Anggaran I Kalau Tidak Ada Konsolidasi Fiskal, Negara Pun Bisa Bangkrut

IMF Sarankan RI Sesuaikan Kecepatan Konsolidasi Fiskal

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan – Litbang KJ/and - KJ
A   A   A   Pengaturan Font

» Burden sharing antara Pemerintah dan BI agar dihentikan pada akhir 2022 dengan mempertimbangkan kinerja fiskal yang menguat.

» Alokasi anggaran untuk membayar bunga utang dalam APBN 2022 sebesar 405,9 triliun rupiah.

JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) menyarankan agar pemerintah Indonesia mempertimbangkan penyesuaian kecepatan konsolidasi fiskal ke depan jika tekanan risiko eksternal semakin kuat dan memengaruhi proses pemulihan ekonomi.

Dari sisi moneter, lembaga tersebut menyarankan agar kebijakan moneter yang akomodatif tetap dilanjutkan untuk mendukung pemulihan, dengan tetap memperhatikan dinamika perekonomian seperti stabilitas harga.

IMF juga menyarankan agar kerja sama berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam pembiayaan penanganan pandemi dihentikan pada akhir 2022 sesuai yang direncanakan serta amanat Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2020, dengan mempertimbangkan kinerja fiskal yang sudah menguat.

Dalam laporan sementara misi IMF untuk Artikel IV, Indonesia disorot sebagai negara yang cukup sukses dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas keuangan dan fiskal jangka menengah.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, di Jakarta, Rabu (26/1), mengatakan IMF menilai strategi kebijakan makro dan fiskal Indonesia dalam pengendalian pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi mampu meningkatkan kepercayaan pasar.

"Pemulihan tersebut menjadi dasar IMF menilai konsolidasi fiskal menuju defisit APBN paling tinggi tiga persen PDB pada 2023 sebagai langkah yang tepat," kata Febrio.

Keberhasilan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi juga diiringi dengan utang yang terjaga dalam tingkat yang aman dan terkelola dengan baik, dengan tren yang diupayakan terus menurun dalam jangka menengah seiring langkah konsolidasi fiskal. "IMF juga memproyeksikan defisit fiskal 4 persen terhadap PDB pada 2022, lebih rendah yang ditetapkan di APBN sebesar 4,85 persen," kata Febrio.

Menanggapi saran IMF itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan Indonesia termasuk negara yang anggarannya pada 2022 fokus pada kombinasi antara menjaga momentum pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan konsolidasi fiskal. Hal itu dengan harapan pada Agustus nanti konsolidasi fiskal bisa berjalan tanpa mendisrupsi momentum pemulihan ekonomi.

Sebagai instrumen countercyclical, APBN 2022 ini harus tetap efektif sebagai instrumen kebijakan, di samping terus tetap seiring dan sejalan dengan kebijakan moneter.

"Dari dulu kita selalu ketinggalan dari negara lain. Sejak reformasi malah makin berantakan, sementara India, Vietnam, Bangladesh, Sri Lanka pada ngebut. Kita tidak punya konsep pembangunan dan strategi yang jelas," kata Rahma.

Ekspor tidak kelihatan, substitusi impor juga tidak, hanya mengandalkan commodity super cycle. Banyak kesempatan yang hilang karena gagal melakukan reformasi struktural.

"Makanya ekonomi kita gampang goyang menghadapi exogenous shocks. Pembenahan kredit macet di perbankan saat ini harusnya dijadikan momentum to pick the winners and kill the losers sebagai initial step to make a great leap forward. Financial Stress Index saja sepertinya kita tidak punya. Jadinya main tebak-tebakan terus," kata Rahma.

Konsolidasi Fiskal

Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan harus dilakukan konsolidasi fiskal karena utang Indonesia menggunung akibat dampak pandemi.

Selain kenaikan besaran total utang pemerintah, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami kenaikan signifikan dari 24,7 persen pada 2014 menjadi 40,94 persen saat ini.

Akibatnya, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk membayar bunga utang dalam RAPBN 2022 sebesar 405,9 triliun rupiah atau naik 10,8 persen dari outlook APBN 2021 yang tercatat sebesar 366,2 triliun rupiah.

Adapun jumlah pembayaran bunga utang terdiri atas pembayaran bunga dalam negeri sebesar 393,7 triliun rupiah dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar 12,17 triliun rupiah.

"Kalau tidak ada konsolidasi fiskal maka negara pun bisa bangkrut seperti banyak perusahaan yang kolaps akibat dampak pandemi Covid-19," pungkas Esther


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top