Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

ILUNI UI Nilai Momentum Pembentukan Satgas Covid-19 Kurang Tepat

Foto : Istimewa

Ketua Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), M Jibriel Avessina meminta pemerintah tetap fokus pada kesehatan masyarakat dan perlindungan hak-hak publik terhadap fasilitas layanan kesehatan masyarakat, Sabtu (1/8).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ketua Terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dedi Supratman menilai momentum pembentukan Satgas Ccovi-19 masih kurang tepat. Ia menyebut kalangan kesehatan masyarakat mengapresiasi, namun kebijakan ini dinilai masih kurang konsisten.

Dedi menunjuk perubahan narasi yang dikeluarkan Kemenkes mengubah beberapa nomenklatur. Sekarang, tiba-tiba ada perubahan struktur yang cukup signifikan ketika semua kalangan bekerja. "Aspek ekonomi dan kesehatan digabung sih bisa saja, tapi skala prioritas pemerintah yang mana? Harus tetap ada prioritas saat kasus meningkat," ujar Dedi dalam diskusi daring yang diadakan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Sabtu (1/8).

Dedi juga menganalisis kebijakan Perpres 82/2020. Ia menyoroti adanya potensi tabrakan tugas antara Satgas dan Kemenkes sebagai kementerian teknis. Kementerian teknis harusnya diperkuat sehingga fungsi Satgas adalah koordinasi dan penguatan peran, bukan mengambil alih peran kementerian teknis. "Satgas perlu mengidentifikasi tugas yang belum bisa dikerjakan saja, misalnya dengan testing. Pada wilayah itu silakan Gugus Tugas berperan," usul Dedi.

Selain itu, dia juga mengkritisi koordinasi data dan informasi penanganan Covid-19. "Selama ini jalan sendiri-sendiri. Misal, web mengenai APD di RS dan Puskesmas tidak terintegrasi. Kemkes atau Gugus Tugas punya data sendiri, DPR punya, PERSI punya, dan lain-lain," sebutnya.

Meski begitu, Dedi menyoroti kebijakan yang ditempuh pemerintah memiliki sisi plus-minusnya. Ia meminta agar pemerintah melibatkan organisasi profesi dan asosiasi kesehatan dalam koordinasi penanganan Covid-19. Ia mendorong pemerintah untuk fokus pada promosi pencegahan dan pelayanan kesehatan di garda terdepan penanganan Covid-19.

Dedi menekankan agar semua pihak bersabar untuk membuka ekonomi sampai situasi aman. "Sektor ekonomi dibuka saat situasi sudah aman. Poinnya, protokol kesehatan harus dijaga. Kalau tidak, ini pilihan rumit, PSBB harus dijalankan lagi," tegasnya.

Di sisi lain, Ekonom UI Fithra Faisal Hastiadi mengapresiasi upaya pemerintah dalam membentuk gugus tugas khusus. Pemerintah perlu membentuk tim khusus yang memikirkan pemulihan ekonomi. "Untuk Pak Airlangga yang saat ini juga bagus, ia pengusaha juga, dan Pak Erick juga bagus. Ini adalah orang-orang yang punya sentuhan midas," puji dia.

Namun, Fithra berpendapat, tim ini harus menarik pemangku kepentingan lainnya. Kementerian dinilai masih takut mengubah struktur anggaran karena KPK dan BPK. "Oleh karena itu, KPK dan BPK, kalau perlu kepolisian dan TNI juga dilibatkan supaya yang mandek-mandek bisa dibuldozer," tukasnya.

Potensi Resesi

Fithra juga menyoroti perihal ancaman resesi di kuartal ketiga ekonomi. Jika dua kali pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami negatif, maka itu resesi. Jika berlangsung selama dua kali, itu tidak masalah. Ia menekankan, yang ditakutkan dari kondisi ini adalah resesi berkepanjangan yang berujung pada depresi. "Biang kerok resesi ekonomi sekarang adalah Covid-19. Saat vaksinnya sudah ketemu, harusnya ini selesai," sebut Fithra.

Jika ingin meningkatkan ekonomi di kuartal ketiga, yang harus didorong adalah faktor domestik. Indonesia dianggap tidak bisa mengendalikan dan belum terlalu bermain dalam perekonomian global. "Maka pemerintah harus mendorong strategi domestik dengan berbagai kebijakan seperti pembangunan, kredit usaha rakyat untuk UMKM, gaji ketigabelas. Hal-hal ini harusnya bisa mengungkit," papar Fithra.

Fithra mengingatkan agar pemerintah mengutamakan variabel kesehatan. Ia menyebut variabel kesehatan adalah variabel penentu variabel ekonomi. Jika infeksi naik, ini akan mempengaruhi ekonomi jangka menengah dan panjang. "Ini mengkhawatirkan. Indikator kesehatan harus mendapatkan perhatian, agar program pemulihan ekonomi berjalan optimal," kata dia.

Ketua Policy Center ILUNI UI M, Jibriel Avessina dalam siaran persnya meminta kejelasan proses transisi yang terjadi. Ia tak mengelak pentingnya pembukaan kegiatan ekonomi. Namun, ia juga mengingatkan pemerintah untuk fokus pada kesehatan masyarakat dan perlindungan hak-hak publik terhadap fasilitas layanan kesehatan masyarakat."Kita berharap penanganan Covid-19 jadi lebih optimal. Kita mendukung pemerintah dan keputusan-keputusannya untuk menyelesaikan Covid-19 ini," pungkas Jibriel. mar/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top