Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Pertambangan

Hilirisasi Beri Kontribusi bagi Ekonomi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Industri pertambangan di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut melalui proses hilirisasi. Dengan demikian, terbentuklah ekosistem industri bernilai tambah tinggi dengan produk sangat kompetitif.

Hal tersebut dikemukakan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves (Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi), Septian Hario Seto. Menurutnya, proses hilirisasi yang telah dilakukan dalam dua tahun terakhir.

Data yang diperoleh menunjukkan hilirisasi pertambangan telah memberikan kontribusi signifikan terhadap neraca perdagangan nasional. Peningkatan ekspor dari hasil hilirisasi ini telah membantu menciptakan surplus neraca perdagangan dan neraca pembayaran yang berdampak positif pada stabilitas nilai tukar rupiah dan indikator ekonomi makro.

"Selain itu, penciptaan lapangan kerja juga mengalami peningkatan yang signifikan, terutama di daerah Weda Bay, Obi, Morowali, dan Konawe, dengan jumlah tenaga kerja yang mencapai puluhan ribu dan rata-rata gaji di atas upah minimum regional," papar septa dalam dialog FMB9 bertajuk Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah, di Jakarta, Senin (12/6).

Dari sisi industri dalam negeri, hilirisasi industri pertambangan juga memberikan dampak cukup besar. Investasi baru dalam sektor besi baja telah tumbuh pesat, meskipun mayoritas investor berasal dari luar negeri. "Hilirisasi nikel sampai dengan saat ini sudah mencapai lebih dari 30 miliar dollar AS yang masuk ke Indonesia," tutur Septian.

Target selanjutnya dari pemerintah sendiri adalah mengintegrasikan hilirisasi ke tahap yang lebih lanjut untuk dapat menarik investasi lebih besar. Namun, proses hilirisasi ini tidaklah mudah dan menghadapi berbagai tantangan yang perlu diselesaikan, salah satunya investasi yang dibutuhkan cukup besar, di atas 1 miliar dollar AS atau setara 14,87 triliun rupiah (kurs 14.869,84 rupiah/ dollar AS).

Kendati demikian, tantangan paling krusial yang dihadapi adalah hambatan perdagangan (trade barrier) dari beberapa negara lain. Produk hasil pertambangan, seperti nikel, sering kali dikenakan tindakan anti-dumping dan anti-subsidi oleh Uni Eropa (UE).


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top