Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Seni Badawang

Hiburan Rakyat Parahyangan yang Tak Lekang Zaman

Foto : foto-foto: koran jakarta/teguh rahardjo

Seni Bedawang merupakan seni hiburan rakyat dari Jawa Barat, yang mirip Ondel-ondel dari DKI Jakarta. Bedanya, seni Bedawang lebih sering mengaplikasilan tokoh wayang sebagai topeng yang dikenakan boneka raksasa Bedawang.

A   A   A   Pengaturan Font

Provinsi DKI Jakarta punya Ondel-ondel, Jawa Barat (Jabar) punya Badawang. Seni budaya yang mirip, karena sama-sama menampilkan boneka besar dengan orang didalamnya sebagai penggeraknya, dan ditampilkan di setiap acara budaya atau hajatan masyarakat.

Di Jabar, Badawang ada hampir di semua kabupaten, khususnya di Tatar Priangan Timur dan Utara. Kesenian ini sangat merakyat, bisa tampil lugas di acara hajatan anak sunat hingga festival berkaliber internasional.

Dalam Ensiklopedia Sunda, Badawang diartikan sebagai orang-orangan tinggi besar dibuat dari kerangka bambu dan diberi kostum, diusung oleh seseorang yang ada di dalamnya sehingga dapat berjalan dan digerak-gerakan mengikuti irama musik. Biasanya ditampilkan dalam iring-iringan (pawai) untuk meramaikan pesta-pesta umum maupun pesta tradisional keluarga seperti pesta perkawinan atau khitanan.

Di tatar Pasundan, Badawang juga sering disebut memeniran. Menir berasal dari Meneer adalah sebutan bagi orang Belanda pada masa penjajahan dahulu, panggilan tuan tanah. Karenanya bentuk bonekanya besar dan tinggi, identik dengan orang Belanda.

Kesenian Badawang memang sering dihubungkan dengan budaya setempat yang kental dengan beragam bentuk dan lambang seni. Agak mistis sesuai dengan budaya masyarakat dahulu. Namun saat ini seni tersebut lebih banyak ditampilkan sebagai seni untuk menghibur, bukan untuk mengejek penjajah seperti awal kemunculannya. Sehingga bentuk Badawang pun lebih lucu dengan karakter kekinian. Jika di Jabar karakter Badawang ini banyak berupa karakter wayang cepot.

Banyak pula modifikasi bentuk yang muncul di masyarakat urban saat ini. Itulah bedanya dengan ondel-ondel, yang bentuknya sejak dulu hingga kini tetap sama, itu-itu saja.

Di Kabupaten Bandung, Badawang diambil dari profil atau karakter pewayangan seperti semar, cepot, dawala, gareng ditambah tokoh- tokoh bangsawan zaman dahulu tokoh asing dan tokoh para pejuang tempo dulu.

Musik pengiring untuk Badawang biasanya mempergunakan jenis musik yang mudah dibawa seperti kesdang, goong, bedug, terompet, dog-dog.

Di daerah Cileunyi alat musik pengiringnya mengambil dari iringan pencak silat yaitu padungdung, golempang, jenis lagunya terkadang mengambil lagu- lagu ngetop, dangdut. Di daerah Rancaekek Badawang biasanya ditampilkan dengan Benjang yang dilengkapi oleh arak-arakan keliling kampung. Kostum pemusik ada yang mempergunakan kostum pencak silat atau dandanan sedikit menor.

Seni helaran biasa diselenggarakan pada upacara-upacara tradisional seperti Hajat Lembur, Seren Taun, Sedekah Bumi dan pada even-even tertentu seperti perayaan khitanan dan pernikahan, perayaan hari kemerdekaan, dan sejenisnya.

Wajah Tokoh Wayang

Suara musik khas pantura terdengar keras melalui pengeras suara yang didorong pada gerobak. Seperangkat pemutar CD menjadi sumber musik bagi penampilan serombongan Badawang yang sedang arak-arakan di Jalan Diponegoro Kota Bandung, belum lama ini.

Boneka berbentuk raksasa dengan wajah tokoh wayang, seperti Semar, Gareng dan Cepot nampak sedikit seram. Jalannya seperti sengaja tak beraturan, terkadang berjalan di pinggir jalan, mendekati penonton yang berdiri sepanjang jalan tersebut.

Teriakan penonton dan tawa renyah bercampur dengan musik dangdutan khas pantura. Anak-anak yang ikut menonton juga ikut senang. Tidak ada rasa takut terhadap Badawang tersebut.

Sesekali Badawang bahkan ikut berfoto selfie dengan penonton, atau melakukan atraksi berguling di aspal yang panas. Sayangnya saat hendak berdiri terlihat kesulitan sehingga harus ditolong oleh rekan sesama seniman Badawang lainnya.

Saat ini Badawang yang sering tampil dalam arak-arakan memang lebih terlihat lucu. Bukan menyeramkan dengan bentuk wajah raksasa yang sedang marah. Hanya pada even festival tertentu saja dapat melihat karakter Badawang yang menyeramkan tersebut.

Bentuk Badawang yang berwajah raksasa, bagi masyarakat tradisional Tatar Sunda tidak dianggap menyeramkan, tapi punya makna sebagai pelindung dari marabahaya (penolak bala). Seni Barongan di Indonesia seperti Barong Keket di Bali, Singa Barong Ponoroga di Jawa Timur juga memiliki makna sama, dengan wajah raksasa atau Batara Kala seperti yang terdapat pada ceruk dan pintu-pintu Candi di Jawa yang fungsinya sebagai penjaga dan pelindung.tgh/R-1

Berbagai Inovasi

Nasib seni Badawang tidak jauh berbeda dengan seni budaya tradisional lain, yakni sulit melakukan regenerasi seniman. Tidak terlalu banyak padepokan seni yang khusus melestarikan sekaligus mengembangkan Badawang. Salah satunya ada di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Padepokan seni Badawang ini bernama Lingkung Seni Tumaritis didirikan oleh seorang seniman Rancaekek yang bernama Een Rachmat pada 1961. Nama Tumaritis sendiri diambil dari sebuah nama desa atau tempat dalam dunia pewayangan. Tumaritis adalah sebuah nama desa yang sangat taat kepada pemerintah. Tumaritis dipimpin oleh seorang peminpin yang bijak bernama Semar Badranaya yang mempunyai sebuah keluarga yang harmonis dan menjadi tuntunan bagi masyarakatnya.

Lokasinya berada di Jalan Raya Rancaekek - Majalaya Nomor 310, berada di Kampung Babakanloa RT. 05, RW 03 Desa Rancaekek Kulon Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Kawasan ini sejak lama memang dikenal dengan masyarakatnya yang menyukai beragam kesenian tradisional Sunda. Banyak pula perkumpulan seni yang memainkan wayang golek, wayang orang, pencak silat, benjang, calung, ketuk tilu, tayuban, qasidah dan seni tari Wirahmasari.

Een Rachmat mencoba memadukan gerakan-gerakan serta langkah kesenian itu untuk dikembangkan sebagai Seni Badawang. Awalnya kurang banyak diminati karena tokoh Badawang yang menggunakan karakter wayang. Namun padepokan ini melakukan berbagai inovasi untuk mengubah bentuk Badawang tersebut.

Di tempat ini, Een Rachmat membimbing para pemuda untuk mempelajari Badawang. Mereka belajar Badawang setelah bekerja menjadi petani, buruh atau berdagang. Tidak mudah memang untuk mendapatkan pemain sebagai regenerasi seniman Badawang. Para pemain Badawang diharuskan berusia di atas 20 tahun atau sudah dewasa karena dibutuhkan orang yang bertenaga cukup besar untuk memainkan Badawang. Para pemain Badawang juga harus memiliki keahlian khusus karena tidak semua orang bisa memainkan kesenian Badawang.

Nah, pelaku seni Badawang ini digembleng di Tumaritis, untuk tetap mempertahankan keberadaan Badawang sekaligus mengembangkan seni khas dari Jabar tersebut. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top