Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Cadangan Beras Pemerintah I Petani Butuh Jaminan Harga yang Menguntungkan

Harga Pembelian Gabah Petani Harus Realistis dan Kompetitif

Foto : ANTARA/YUSUF NUGROHO

Dwijono Hadi Darwanto Guru Besar Fakultas Pertanian UGM - Dengan situasi ini, harapannya agar HPP yang ditetapkan tidak terlalu rendah dibandingkan harga pasar, karena ada kemungkinan harga beras di pasar bisa lebih tinggi.

A   A   A   Pengaturan Font

» Kalau harga penugasan untuk penyerapan tidak menguntungkan petani, maka akan menyulitkan Bulog menyerap hasil petani.

» Sekarang dijuluki tahun neraka karena suhu bumi mencapai rekor terpanas, sehingga berdampak pada penurunan produksi beras.

JAKARTA - Penugasan pemerintah kepada Bulog untuk menyerap gabah produksi petani dalam negeri secara optimal harus disesuaikan dengan realitas di lapangan. Penyerapan tidak cukup dengan perintah, tetapi harus mengetahui secara persis berapa tingkat harga yang layak agar petani sedikit untung dan mereka dengan sukarela melepas hasil produksi gabahnya ke Bulog.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan meskipun tugas Bulog untuk menyerap gabah petani sudah jelas, tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya produksi gabah akibat kekeringan yang berkepanjangan.

"Produksi dari petani diperkirakan berada di bawah normal karena kondisi kekeringan ini. Hanya sawah dengan pengairan teknis dan setengah teknis yang mampu mempertahankan produksi," terang Dwijono.

Bahkan, lahan kering dan rawa yang biasanya turut berkontribusi pada produksi gabah, kini juga terdampak oleh kekeringan yang menyebabkan produktivitasnya menurun.

"Dengan situasi ini, harapannya agar Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan tidak terlalu rendah dibandingkan harga pasar, karena ada kemungkinan harga beras di pasar bisa lebih tinggi," kata Dwijono.

Situasi itu mengindikasikan bahwa strategi penyerapan gabah oleh Bulog harus disesuaikan dengan realitas di lapangan, terutama dalam konteks ketersediaan dan harga gabah. Penyesuaian HPP yang realistis dan kompetitif dengan harga pasar menjadi krusial untuk memastikan keberhasilan program ini tanpa mengorbankan kesejahteraan petani.

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan tambahan target penyerapan beras produksi dalam negeri hingga akhir 2024 sebanyak 600 ribu ton. Adapun estimasi produksi beras menurut Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), pada Juni hingga September 2024 menunjukkan pertumbuhan produksi.

Namun demikian, tantangan cuaca dan kondisi lahan menjadi faktor yang harus diwaspadai dalam upaya mencapai target tersebut.

Situasi di lapangan menegaskan pentingnya evaluasi terus-menerus dan penyesuaian strategi oleh Bulog dan Bapanas untuk memastikan penyerapan gabah berjalan efektif, serta harga beras tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat luas.

Berkaitan dengan harga gabah, Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan produksi memang relatif aman, tetapi SPI kembali menyoroti lagi soal harga yang tidak berpihak ke petani.

"Kalau harga penugasan untuk penyerapan tidak menguntungkan petani, ini juga akan menyulitkan Bulog menyerap hasil petani," kata Qomar.

Petani tentu senang kalau ada jaminan pasar, tetapi yang lebih penting lagi adalah jaminan harga yang menguntungkan. Sebab, itu akan memberi efek psikologis ke petani untuk memacu penanaman dan meningkatkan produksi.

Soal produksi di tengah kekeringan, maka yang dibutuhkan petani, jelas Qomar, adalah jaminan ketersediaan air sebagai syarat keberhasilan produksi. "Pompanisasi memang menjadi kebutuhan petani untuk mengantisipasi kekurangan air di musim kemarau," kata Qomar.

Pascapanen

Hal lain, lanjut Qomar, yang menjadi kebutuhan petani adalah dukungan pascapanen. Untuk panen yang sekarang relatif aman, karena masih bisa melakukan pengeringan secara alami sebagai imbas dari kekeringan yang panjang.

"Yang sering menjadi masalah, ketika panen pas hujan, butuh pengering untuk menjaga kualitas gabah," katanya.

Pakar pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan meskipun telah merencanakan impor untuk menjaga ketahanan pangan akibat suhu ekstrem, pemerintah atau Bulog tetap harus bisa menyerap gabah petani di kisaran harga wajar karena beras semakin langka.

"Sekarang memang dijuluki tahun neraka karena suhu bumi mencapai rekor terpanas, sehingga dampak ikutannya produksi beras turun akibat semua embung, waduk, dan penampungan air cepat habis," kata Ramdan. Apalagi, air yang tersedia juga tidak cukup mencukupi wilayah tanam yang ada.YK/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top