Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Harga

Harga Pangan Naik karena Permainan Tengkulak

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Harga sejumlah komoditas pangan masih tetap tinggi meski pemerintah telah melakukan operasi pasar. Beberapa pedagang sayuran menuturkan, mereka tidak mau menurunkan harga pangan itu karena komoditas yang dijualnya cukup baik.

"Bawang putih masih 90 ribu rupiah per kilogram. Bawang merah 40 ribu rupiah per kilogram. Kalau cabai sih tidak naik dari awal juga. Memang, untuk bawang putih harganya masih tinggi, karena ini kualitas super. Kalau yang dijual pada operasi pasar, bawangnya kan kecil-kecil," ujar pedagang sayur di Pasar Pesanggrahan, Suprapto, 43 tahun, ditemui Koran Jakarta, Kamis (9/5).

Menurutnya, kenaikan harga pangan saat Ramadan ini wajar terjadi. Sebab, permintaan masyarakat akan komoditas pangan ini cukup tinggi, sedangkan pasokannya malah berkurang. Meski demikian, harapnya, pemerintah segera turun tangan untuk kembali menstabilkan harga pangan di Jakarta.

"Ya, kalau sudah mahal begini, jadi kurang pembeli juga. Kasihan mereka sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, saya juga belinya sudah mahal. Kalau mau murah, ya belinya saat operasi pasar itu," ucapnya.

Sadiah, 55 tahun, pedagang warung makan di belakang kantor Kecamatan Pesanggrahan, mengaku kesulitan menawar harga pangan yang sudah tinggi. Dia meyakini, tingginya harga komoditas pangan, terutama bawang putih, itu terjadi karena permainan tengkulak.

"Yang masih mahal, ya bawang putih. Kayaknya ada permainan tengkulak ini. Tadi saya beli 60 ribu per kilogram. Sebelumnya bisa sampai 80-90 ribu rupiah per kilogram. Memang sih sudah turun, tapi harganya tetap tinggi. Satu siung saja bisa tiga ribu," ucapnya.

Operasi Pasar

Dia meminta pemerintah gencar melakukan operasi pasar hingga ke pemukiman warga. Dia menilai operasi pasar yang dilakukan pemerintah lebih banyak menyasar pedagang, bukan ke pengecer. Padahal, operasi pasar dengan harga murah itu sangat dibutuhkan warga secara langsung.

"Coba saja kita lihat di televisi, harga bawang putih 30 ribu rupiah per kilogram. Tapi nyatanya, sekarang masih 60 ribu rupiah per kilogram. Mau tidak mau, ya dibeli juga karena butuh. Karena kan saya jual nasi di belakang kantor kecamatan. Saya tidak mau menurunkan kualitas masakan hanya karena bawang putih mahal," ungkap Sadiah.

Imbasnya, kata dia, harga tiap menu masakan yang dibuatnya pun dinaikkan 1.000 rupiah. Sadiah mengaku tidak khawatir ditinggal pelanggannya dengan menaikkan harga menu itu. Menurutnya, pelanggan warung makannya itu sudah kerasan dengan bumbu masakan yang dibuatnya.

"Saya kira tidak (akan ditinggal pelanggan). Karena kan yang mengatur rezeki kita itu Allah SWT. Apalagi, masakan saya tidak pakai micin. Jadi, naik serebu perak mah masih dimaklumi," ucapnya. emh/pin/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : M Husen Hamidy, Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top