Harga Minyak Mentah Menguat di Asia, Kekhawatiran akan Inflasi dan Kondisi Tiongkok Lebih Mendominasi
Pompa beroperasi saat matahari terbenam di ladang minyak di Midland, Texas.
Foto: ANTARA/REUTERS/Nick OxfordMELBOURNE - Harga minyak menguat pada awal perdagangan Asia pada Jumat (13/5), tetapi menuju kerugian mingguan pertama mereka dalam tiga pekan karena kekhawatiran tentang inflasi dan penguncian Covid Tiongkok yang memperlambat pertumbuhan global melebihi kekhawatiran tentang berkurangnya pasokan bahan bakar dari Rusia.
Minyak mentah berjangka Brent naik 97 sen atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan di 108,42 dolar AS per barel pada pukul 00.80 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 1,00 dolar AS atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan di 107,13 dolar AS per barel.
Namun, kedua kontrak acuan berada di jalur untuk mencatat penurunan untuk minggu ini, dengan Brent akan turun lebih dari tiga persen dan WTI turun lebih dari dua persen.
Pasar terus didorong dan ditarik oleh prospek larangan Uni Eropa terhadap pasokan minyak Rusia yang melemahkan dan kekhawatiran tentang permintaan yang terhambat oleh pertumbuhan global yang lebih lemah, inflasi, dan pembatasan Covid Tiongkok.
"Faktor kekhawatiran permintaan telah meningkat sedikit," kata analis komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar.
Inflasi dan kenaikan suku bunga yang agresif telah mendorong dolar AS ke level tertinggi 20 tahun, yang telah membatasi kenaikan harga minyak karena dolar yang kuat membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang lain.
Namun, para analis terus fokus pada prospek larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia, setelah Moskow memberlakukan sanksi minggu ini pada unit Eropa milik negara Gazprom dan setelah Ukraina menghentikan rute transit gas.
"Minyak mendapat dukungan dari kekhawatiran pasokan karena Rusia mengambil langkah maju untuk mempersenjatai energi," kata Managing Partner SPI Asset Management, Stephen Innes.
Sebuah laporan Badan Energi Internasional pada Kamis (12/5) menyoroti faktor duel di pasar, mengatakan peningkatan produksi minyak di Timur Tengah dan Amerika Serikat dan perlambatan pertumbuhan permintaan "diperkirakan akan menangkis defisit pasokan akut di tengah gangguan pasokan Rusia yang memburuk" .
Badan tersebut mengatakan pihaknya memperkirakan produksi dari Rusia turun hampir 3 juta barel per hari (bph) mulai Juli, atau sekitar tiga kali lebih banyak daripada yang saat ini dipindahkan, jika sanksi untuk perangnya terhadap Ukraina diperluas atau jika mereka menghalangi pembelian lebih lanjut.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kasad: Tingkatkan Kualitas Hidup Warga Papua Melalui Air Bersih dan Energi Ramah Lingkungan
- 2 Trump Menang, Penanganan Krisis Iklim Tetap Lanjut
- 3 Tak Tinggal Diam, Khofifah Canangkan Platform Digital untuk Selamatkan Pedagang Grosir dan Pasar Tradisional
- 4 PLN Rombak Susunan Komisaris dan Direksi, Darmawan Prasodjo Tetap Jabat Direktur Utama
- 5 Sosialisasi dan Edukasi yang Masif, Kunci Menjaring Kaum Marjinal Memiliki Jaminan Perlindungan Sosial
Berita Terkini
- Semen Padang FC Tahan Imbang Klub Malaysia Super League dengan Skor 2-2
- Kader Golkar DKI Diminta Bekerja Keras Menangkan Cagub Jakarta RIDO
- Menekraf Luncurkan Program Baru di Aceh
- Terus Bertambah, Polisi Tetapkan 22 Tersangka pada Kasus Judi Online yang Libatkan Oknum Komdigi
- Timnas MLBB Putri Raih Kemenangan Sempurna Pada Laga Perdana IESF 2024