Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Komoditas Pangan | Peraturan Volume dan Waktu Impor Mesti Ditinjau Ulang

Harga Garam Lokal Anjlok

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Tata kelola garam belum mampu menolong para petambak garam, karena masih terjadinya anjloknya harga garam ketika menjelang panen raya.

JAKARTA - Petambak garam mengeluhkan terus menumpuknya garam lokal karena tidak terserap oleh pasar seiring anjloknya harga garam lokal. Padahal sekarang ini, harganya sudah sangat rendah hingga menyentuh 300 rupiah per kilo gram (kg). Kondisi ini seperti yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat, menjelang waktu panen yang tinggal sepekan lagi.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, anjloknya harga garam salah satunya dipicu oleh impor garam yang berlebih. "Garam impor itu bocor ke pasar, sehingga harga garam petani jatuh," tegasnya di Jakarta, Kamis (4/7).

Tercatat target impor garam untuk tahun 2019 sebanyak 2,7 juta ton sedangkan pada 2018 mencapai 3,7 juta ton. Menurut Susi, apabila jumlah garam yang diimpor di bawah 3 juta ton maka harga garam lokal masih bisa menyentuh 2.000 - 1.500 rupiah per kg.

Sekretaris Jenderal Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI), Waji Fatah Fadhilah mengakui, kondisi ini menggambarkan betapa tata kelola garam di Indonesia tak mengalami perbaikan. Setiap tahun, para Petambak garam harus berhadapan dengan permasalahan harga, iklim, dan impor. "Seakan-akan garam rakyat dibiarkan mati di tempat," tegasnya.

Menurut Waji, masyarakat patut mempersoalkan hal tersebut karena tidak pernah bisa diselesaikan oleh pemerintah dari waktu ke waktu. Apalagi, pemerintah telah menetapkan kuota impor garam untuk tahun 2019 sebanyak 2,7 juta ton.

Terkait melimpahnya garam, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menegaskan, tata kelola garam di Indonesia semakin hancur karena pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.9/2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Peraturan ini, menurutnya, secara terang-terangan menghancurkan tata kelola garam nasional setelah sebelumnya Menteri Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 125/ 2015.

Susan menggarisbawahi dua persoalan mendasar dalam PP No 9/2018 yang menghancurkan tata kelola garam nasional, yakni pasal 5 ayat 3 mengenai volume dan waktu impor. Di situ dituliskan volume dan waktu pemasukan komoditas pergaraman ditetapkan berdasarkan hasil rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi perekonomian.

Selain itu, pada pasal 6 persetujuan komoditas impor menyebutkan bahwa persetujuan impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk bahan baku dan bahan penolong Industri sesuai rekomendasi menteri.

Liberalisasi Garam

Menurut Susan Herawati, dua pasal terkait komoditas perikanan dan pergaraman itu merupakan bentuk nyata liberalisasi garam nasional dengan mengatasnamakan industri.

"PP No 9 /2018 ini jelas-jelas bertentangan dengan UU No. 7/ 2016 Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam," tegasnya.

Dalam hal tata kelola Garam, UU No.7/2016 memandatkan bahwa pengendalian impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman harus dilakukan melalui penetapan waktu pemasukan.

"Dalam hal ini Impor garam tidak boleh dilakukan berdekatan dengan musim panen garam rakyat karena hal itu akan berdampak terhadap penurunan harga garam di tingkat masyarakat," tukas Susan. ers/E-12

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top