Han Kang, Penulis Inovatif Korea Selatan yang Meraih Nobel Sastra 2024
Hadiah Nobel Sastra tahun ini dianugerahkan kepada penulis Korea Selatan Han Kang, demikian diumumkan Komite Nobel pada Kamis (10/10/2024).
Foto: ANTARA/YonhapJenni Ramone, Nottingham Trent University
Sering kali terjadi bahwa ketika penyair menulis novel, mereka menyampaikan prosa yang sangat hidup dan lincah. The Vegetarian (2007) karya Han Kang adalah contohnya. Tidak diragukan lagi, karya ini merupakan karya yang paling berpengaruh dalam keputusan Akademi Swedia untuk menganugerahinya hadiah Nobel sastra 2024. Komite tersebut menyatakan bahwa Kang dianugerahi hadiah bergengsi ini karena "gaya puitis dan eksperimentalnya" telah menjadikan Kang "seorang inovator dalam sastra prosa kontemporer"
Han Kang adalah penulis Korea Selatan pertama yang menerima hadiah Nobel bidang sastra. Dalam sejarah 121 pemenang selama 117 tahun, ia adalah wanita ke-18 yang menerima hadiah tersebut. Ia lahir pada tahun 1970 di Gwangju, Korea Selatan. Sebelumnya, ia telah menerima penghargaan Booker Internasional (pada tahun 2016), serta beberapa penghargaan nasional dan internasional terkemuka termasuk Prix Médicis Etranger pada tahun 2023 untuk novelnya, Impossible Goodbyes.
The Vegetarian adalah karya Han Kang yang paling banyak dibaca. Diterbitkan pada 2007, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk diterbitkan di Inggris pada 2015 dan Amerika Serikat (AS) pada 2016. Judulnya sangat pas, karena bertepatan dengan peningkatan mendadak orang-orang yang beralih ke vegetarianisme dan veganisme, khususnya di Inggris.
Meskipun bukan manifesto untuk vegetarianisme, novel ini merenungkan dampak menjadi vegetarian ketika semua orang di sekitarmu makan daging. Novel ini menyampaikan perjuangan protagonis Yeong-hye untuk mempertahankan agensi tubuh sebagai respons terhadap rasa jijik suaminya atas keputusannya (ia menganggapnya sebagai ketidakpatuhan), ketertarikan erotis saudara iparnya terhadap hal itu, dan tindakan kekerasan ayahnya yang mencekokinya dengan daging babi.
The Vegetarian menawarkan wawasan luas tentang kontrol patriarki atas tubuh perempuan, dan telah digambarkan sebagai pemberontakan anti-kapitalis dan ekofeminis.
Novel ini memiliki struktur tiga bagian dan perspektif naratif, serta perubahan suara dan sudut pandang pencerita di setiap bagian. Yeong-hye tidak pernah menjadi narator orang pertama dalam cerita tentang tubuhnya sendiri dan keputusan yang diambilnya tentang tubuhnya. Kurangnya suara yang kentara ini tampaknya relevan dengan hadiah Nobel. Panitia menyatakan bahwa keputusan mereka dimotivasi oleh komitmen penulis untuk menyampaikan "perangkat aturan yang tak terlihat" dan "kerapuhan hidup manusia" melalui "kesadaran unik tentang hubungan antara tubuh dan jiwa".
Puisi dan cerita pendek Han Kang sama inovatif dan pentingnya dengan novel-novelnya, meskipun kurang dikenal dan temanya lebih samar. Puisinya sering kali mengeksplorasi tempat (berjalan di jalan kota), disandingkan dengan objek (lampu jalan, lilin, cermin) dan tubuh manusia yang terfragmentasi (tangan yang terulur, ujung jari, pipi yang membeku, lidah, kelopak mata).
Terjemahan bahasa Inggris dari novel terbarunya, We Do Not Part, akan diterbitkan pada Februari 2025. We Do Not Part mungkin lebih unik dan rumit daripada The Vegetarian, setidaknya dalam hal pokok bahasan. Novel ini berkisah tentang seorang wanita bernama Kyungha, yang pergi ke rumah temannya yang bernama Inseon, di pedesaan. Ia datang untuk merawat burung peliharaan Inseon setelah temannya tersebut dirawat di rumah sakit karena kecelakaan saat menebang kayu. Terjebak oleh badai salju, dia menemukan surat-surat dari pembantaian Jeju tahun 1948-1949, yang menewaskan sekitar 1.000 orang.
Reaksi atas kemenangan Kang
Kemenangan Kang dalam Nobel sastra tahun ini telah mengundang banyak pujian. The Washington Post merayakan penghargaan tersebut karena menawarkan potensi bagi penulis Korea lainnya. Sementara The Guardian mengakui penghargaan Kang dan mengurai alasan komite memberikan hadiah tersebut: empatinya, kesadarannya yang unik, gayanya yang eksperimental, dan "prosa yang sarat metafora".
Penghargaan untuk sastra sering kali kontroversial. Komunitas daring memperdebatkan keabsahan pemenang dan membuat tuduhan tentang politik dalam pilihan. Beberapa komentator kesal jika penulisnya terlalu tidak dikenal, seperti yang terjadi pada Jon Fosse dari Norwegia yang menang pada 2023. Mereka juga kesal jika penghargaan diberikan kepada tokoh yang terlalu umum, seperti yang terjadi ketika Bob Dylan menang pada 2016.
Kekhasan lokal tulisan Kang, yang membawa sejarah dan tempat-tempat Korea ke khalayak global, juga ketepatan prosanya, menunjukkan bahwa karya Kang inovatif dan menarik, baik dalam bentuk maupun isi. Ini sekaligus menegaskan bahwa Kang memang pemenang yang layak.
Jenni Ramone, Associate Professor of Postcolonial and Global Literatures, Nottingham Trent University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Redaktur: -
Penulis: -
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Akhirnya Setelah Gelar Perkara, Polisi Penembak Siswa di Semarang Ditetapkan Sebagai Tersangka
- 2 Jakarta Luncurkan 200 Bus Listrik
- 3 Krakatau Management Building Mulai Terapkan Konsep Bangunan Hijau
- 4 Kemenperin Usulkan Insentif bagi Industri yang Link and Match dengan IKM
- 5 Indonesia Bersama 127 Negara Soroti Dampak dan Ancaman Krisis Iklim pada Laut di COP29
Berita Terkini
- PAM Jaya Penuhi Kebutuhan Air Bersih Penyintas Kebakaran di Kemayoran
- Polisi Ringkus 2 Pelaku Penganiayaan Berat Penyandang Disabilitas di Tapin
- Antisipasi Pelanggaran, Imigrasi Ngurah Rai Bali Bentuk Unit Siber Awasi WNA
- Rupiah Pagi Ini Rp15.938 per Dollar AS, Turun 19 Poin
- Perdana Menteri Baru Suriah 'Menjamin' Hak Semua Kelompok Agama