Hak Hidup-Tumbuh Kembang Anak Harus Diprioritaskan Saat Bencana
Anggota KPAI Diyah Puspitarini dalam webinar bertajuk "Semi Simposium Perencanaan Kontigensi Megathrust Perspektif Anak", di Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Foto: antaraKomisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwa pada kondisi bencana, hak hidup dan tumbuh kembang anak tetap harus menjadi prioritas.
"Pada kondisi bencana, hak hidup dan tumbuh kembang anak tetap harus menjadi prioritas," kata Anggota KPAI Diyah Puspitarini dalam webinar di Jakarta, Rabu.
Pada setiap kejadian bencana, anak-anak menjadi kelompok paling rentan menjadi korban dan menderita dibandingkan dengan orang dewasa.
"Sebab, anak belum memiliki pengetahuan dan keterampilan ketika bencana terjadi, sehingga peluang mereka menjadi korban sangat besar," kata Diyah Puspitarini.
Anak korban bencana dapat mengalami luka-luka, trauma psikis, terpisah dari keluarga, bahkan meninggal dunia.
Diyah Puspitarini mengatakan kerentanan anak pada fase tanggap darurat dan ketika di pengungsian, di antaranya kehilangan identitas, kehilangan orang tua, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, menjadi korban/pelaku kekerasan fisik, isu-isu psikososial, menjadi korban eksploitasi, menjadi korban pelecehan dan kejahatan seksual, perkawinan anak, dan perdagangan anak.
Faktor penyebab kerentanan pada anak adalah kesenjangan pada anak, keluarga, dan pihak yang melakukan respons tanggap darurat, keterbatasan pengetahuan dan keterampilan komunitas masyarakat, termasuk anak dalam menghadapi bencana.
"Tidak adanya penyediaan dukungan dan layanan dalam respons tanggap darurat, tidak tersedianya ruang ramah anak di pengungsian, keterbatasan tenaga psikososial, jamban kurang layak dan tidak terpisah, pekerja sosial kurang memahami kode etik relawan perlindungan anak," katanya.
Pihaknya menyampaikan dampak bencana tsunami Aceh pada 2004 bagi anak, di antaranya ada 2.800 anak terpisah dari keluarga, 1.488 sekolah rusak, 150 ribu siswa terganggu pendidikannya, dan 37 anak menjadi korban perdagangan orang.
Sementara ketika tsunami di Palu pada 2018, terjadi 20 kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak di tempat pengungsian, dan 33 kasus perkawinan anak.
"Ini yang terdata, yang tidak terdata jauh lebih banyak," katanya.
Diyah mengatakan berdasarkan data KPAI tahun 2023, tercatat ada 70 laporan terkait anak korban bencana alam.
Sementara berdasarkan data analisis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 45 juta anak yang tinggal di daerah rawan gempa bumi.Kemudian, ada 1,5 juta anak berada di daerah rawan tsunami.
"Ada 400 ribu anak tinggal di daerah rawan erupsi gunung api," kata Diyah Puspitarini.
Selain itu, ada 21 juta anak tinggal di daerah rawan banjir dan 14 ribu anak tinggal di daerah rawan longsor.
Redaktur: -
Penulis: Antara, Ones
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 3 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 4 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 5 Bayern Munich Siap Pertahankan Laju Tak Terkalahkan di BunĀdesliga
Berita Terkini
- Menkum Akan Dialog dengan DPR terkait RUU Perampasan Aset
- Tiongkok Siap Berdialog dengan AS Bahas Hubungan Perdagangan
- KPU RI Imbau Semua Pihak Jaga Ketenangan di Masa Tenang
- Debut Prabowo di G20 Pertegas RI Jadi Aktor Diplomasi
- Biaya Logistik Perlu Diturunkan untuk Capai Target Pertumbuhan 8 Persen