Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Haedar Nashir: Agama Bukan Penghambat Kemajuan, Muhammadiyah Buktinya

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Muhammadiyah mengaktualisasikan Agama Islam dengan praktik-praktik amaliah yang bukan hanya berbentuk fisik, tetapi juga untuk meneguhkan ruhani, moral, etika, akhlak, iman dan taqwa.

Implementasi tersebut, kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir ini untuk menjawab pandangan sebagian kalangan yang menyebut bahwa kehadiran agama, iman dan taqwa sebagai suatu yang menghambat, pembuat onar, sumber radikalisme dan stempel-stempel negatif lainnya. Pembangunan yang dilakukan oleh Muhammadiyah merupakan counter narasi dari kalangan sekuler yang mengatakan bahwa, pembangunan atau kemajuan hanya bisa dilakukan dari sisi fisik semata, pandangan ini yang menjadikan pendidikan kemudian salah arah.

"Padahal Islam di Indonesia dan di dunia membawa misi peradaban," demikian kata Haedar pada, Sabtu (20/8) di acara Peresmian Masjid At Tajdid, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) dikutip dari Muhammadiyah.or.id hari ini.

Namun demikian, Haedar tidak menampik akan adanya sebagian dari kelompok di Agama Islam yang salah dalam memahami dan menerapkan ajaran agama, yang kemudian menimbulkan paham dan pandangan yang radikal. Akan tetapi, paham radikal juga berlaku pada ideologi-ideologi lain, seperti nasionalisme yang melahirkan ultranasionalisme. Termasuk latar belakang kedaerah juga bisa melahirkan sikap radikal yang disebut separatisme atas nama daerah.

Menurut Haedar, radikalisme tidak melulu hanya disematkan kepada perilaku atau sikap keagamaan.

"Maka kita tampilkan Islam sebagai dinul rahmah, agama yang membawa rahmat, sekaligus dinul hadharah, agama yang membawa kemajuan zaman, kemajuan umat, bangsa dan kemanusiaan semesta". Ucapnya.

Dalam kegiatan yang dikemas dengan Pengajian Muktamar ke-48 Muhammadiyah - 'Aisyiyah tersebut, Haedar juga menyinggung terkait dengan peranan keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan Muhammadiyah yang substantif, Yaitu membangun mu'amallah yang terbaik, bukan keagamaan yang simbolik atau permukaan. Guru Besar Bidang Sosiologi ini juga menyinggung tentang kekeliruan negara dalam mengambil suatu mazhab.

Menurutnya, seharusnya negara itu di atas semua mazhab. Sebab jika negara berada pada salah satu mazhab, akan merepotkan negara itu sendiri. "Nanti repot negara itukan ngurus soal mazhab. Ayomi semuanya, karena hal-hal seperti ini sering menjadi krusial. Lalu terjadi setiap orang atau kelompok untuk menguasai negara dalam rangka memenangkan mazhab dan pahamnya," ungkapnya.


Redaktur : Eko S
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top