Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Hadirkan Spirit Bela Negara Warga di Dunia Maya

Foto : Istimewa.

Ilustrasi. Gedung UPNVJ.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Spirit bela negara tidak hanya harus hadir di dunia nyata, tapi juga di dunia maya. Karena bagaimana pun, dunia maya kini telah jadi medan 'peperangan' baru yang acapkali banyak berisi serangan terhadap eksistensi NKRI.

Wakil Rektor bidang Akademik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Antar Venus mengatakan hal itu dalam keterangan tertulisnya yang diterima Koran Jakarta, Selasa (26/1).

Menurut Antar, membela negara di dunia maya secara nyata tidak hanya omong kosong belaka. Karena, ketika ideologi negara tidak ada, maka negara juga akan rapuh.

"Di dunia maya seperti yang kita ketahui terjadi orang yang melecehkan Pancasila dan yang terakhir juga pelecehan pada lagu kebangsaan kita. Masih banyak pelecehan, disinformatisasi, propaganda yang mengancam kehormatan serta keutuhan bangsa dan negara," ujarnya.

Menurutnya, masyarakat juga harus jadi representasi negara di dunia maya. Tentunya, dengan spirit bela negaranya. Maka, ketika muncul pelecehan-pelecehan terhadap eksistensi negara, warga bisa hadir membela.

"Warga harus seperti itu. Warga di dunia maya juga reperentasi di dunia nyata. Informasi yang didapat di dunia maya juga berpengaruh di dunia nyata, maka persepsi juga mempengaruhi mereka," katanya.

Harus Hadir

Maka, kata dia, ketika muncul sesuatu entah itu informasi atau konten yang mengancam negara, citizen di Tanah Air harus hadir di dunia maya memberikan informasi yang menguatkan negara. Sebab bagaimana pun, di era digital sekarang ini, sesuatu yang ditemui di dunia maya merupakan faktor nyata dalam kehidupan,

"Di era digital komunikasi atau informasi menjadi faktor nyata yang harus diperhitungkan dalam pertahanan setelah sebelumnya menjadi hidden factor, dikarenakan; melimpahnya data atau informasi, akses media sosial terbuka dan meningkat, landscape diseminasi informasi berubah, literasi informasi rendah, kndali, media online rendah, post truth, dan fenomena jaringan sosial menciptakan demokratisasi informasi," tuturnya.

Jadi, kata Anter, tiap orang punya kuasa atau kontrol atas informasi. Ini bisa mengerikan karena potensial menjadi ancaman, apabila citizen di Tanah Air tidak berbuat bagi kepentingan negara.

"Akan ada orang yang memanfaatkan potensi tersebut untuk keuntungan mereka. Kondisi ini dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mempromosikan ideologi tandingan, politik identitas, intoleransi, disinformasi, pelecehan terhadap negara, ujaran kebencian, dan sebaliknya," ujarnya.

Menurut Anter, ada delapan aspek yang harus dipahami mengenai pemenangan informasi di ruang maya, di antaranya membangun kebanggaan terhadap bangsa atau negara dan membuat visi bersama keindonesiaan. Kemudian pedekatan partisipatori, challenge the opinion, full enggament lembaga pendidikan atau pesantren. Pusat kendali informasi.

"Berikutnya membangun jaringan komunikasi atau infiltrasi, dan melakukan ampilifikasi faktor risiko. Intinya adalah rebut kembali ruang publik, bangun lingkungan informasi yang mendukung kepentingan nasional," kata Anter. n ags/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top