Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 11 Jul 2020, 03:00 WIB

Guru Besar Emeritus STF Driyarkara, Prof Dr Franz Magnis-Suseno, SJ : Konyol, RUU yang Bisa Mendorong Rakyat Kembali Meributkan Pancasila

Foto: KORAN JAKARTA/WACHYU AP

Apa tujuan mereka? Kok membahasnya di saat negara dipusingkan mengatasi pandemi virus korona (Covid-19)? Apa mereka sengaja memanfaatkan situasi genting ini agar tak mencolok atau menyedot perhatian rakyat? Langkah DPR malah bisa membuat kisruh lagi. Dan benar saja, protes di mana-mana atas pembahasan RUU-HIP. Untuk mengetahui masalah tersebut dan berbagai persoalan bangsa lainnya, wartawan Koran Jakarta, Aloysius Widiyatmaka, mewawancarai Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (STF) Jakarta, Prof Dr Franz Magnis-Suseno, SJ. Berikut petikannya.

Bagaimana pandangan Romo secara sekilas tentang kondisi bangsa secara (1) sosial, (2) budaya, dan (3) politik sekarang ini?

Andai kata tidak ada ancaman Covid-19, keadaan bangsa pada garis besarnya normal. Dengan Covid-19, situasi akan tergantung pada apakah pemerintah berhasil mencegah peluasan kemiskinan, bahkan ancaman kelaparan. Kalau kita ke luar dari pandemi ini dengan tidak terlalu buruk, masyarakat akan makin mantap.

Apakah kondisi tersebut sudah lumayan baik atau perlu banyak perbaikan? Apa saja?

Selalu perlu ada perbaikan. Sekurang-kurangnya dengan mengantisipasi tantangan masa depan. Sekarang, tentu fokus harus pada pencegahan jatuhnya ke dalam kemiskinan bagian masyarakat 50 persen ke bawah.

Kira-kira masih kuatkan rakyat secara mental dan psikologis menghadapi beratnya hidup sekarang ini?

Saya tak bisa spekulasi

Apa yang harus dilakukan masyarakat di tengah krisis ini? Romo di kanal YouTube mengajak masyarakat bersolidaritas. Sudah maksimalkah solidaritas rakyat?

Sekarang kita harus bersatu dalam saling membantu mengatasi krisis Covid-19. Kita harus memberi perhatian pertama kepada orang kecil yang sangat terancam. Mereka yang ekonominya bagus harus bersedia diminta membantu mereka yang lemah.

Apa yang perlu dilakukan negara dalam menghadapi krisis karena pandemi korona ini?

Negara dan rakyat menghadapi dua ancaman sekaligus dan itu tidak gampang. Ancaman terhadap kesehatan, bahkan nyawa masyarakat karena Covid-19. Kemudian, ancaman kehancuran perekonomian. Hal ini membawa akibat yang paling dirasakan oleh orang kecil, di antaranya terjadi PHK besar-besaran karena perusahaan-perusahaan tutup atau terpaksa mengurangi produksi. Kemudian, ambruknya ekonomi informal di pinggir jalan, juga ekonomi masyarakat yang hidup dari apa yang mereka peroleh hari sebelumnya.

Sudah tepatkan langkah-langkah yang diambil negara untuk mengatasi beratnya hidup rakyat?

Saya berpendapat bahwa meskipun pemerintah kadang-kadang kelihatan ragu dan tidak selalu konsisten, namun pada dasarnya pemerintah/Presiden Joko Widodo menangani krisis dengan cukup baik, juga kalau dibandingkan dengan banyak pemerintah lain di dunia.

Presiden menyadari bahwa tidak mungkin memilih menyelamatkan nyawa dari Covid-19, tetapi membiarkan hancur lebih banyak nyawa karena keambrukan perekonomian. Menurut saya, pilihan antara berbagai tingkat lockdown di satu pihak dan keterbukaan di lain pihak, cukup baik.

Belum lama, Presiden Joko Widodo marah di depan para menteri. Mereka dianggap tidak memiliki sense of crisis. Bagaimana Romo menilai kinerja menteri/kabinet secara umum, dan khususnya Menteri Kesehatan (dalam menangani Covid-19)?

Saya tidak dalam posisi bisa menilai mereka. Menteri Kesehatan memang berkesan meragukan, dan saya juga berkesan bahwa perlu diangkat orang-orang lain untuk menangani Covid-19.

Integritas amat penting bagi para pejabat. Bagaimana pandangan Romo tentang integritas para pejabat secara umum?

Tentu integritas penting. Integritas berarti kejujuran dan fokus pada tugas dan tanggung jawab. Integritas berarti bebas dari segenap unsur korupsi, dapat dipercayai.

Apakah dengan situasi integritas seperti itu, mereka akan mampu membawa perbaikan kondisi sosial, mental, dan integritas bangsa?

Selain integritas juga perlu kompetensi.

Kira-kira, langkah apa untuk memperbaiki integritas para pejabat agar tidak korup?

Integritas tak bisa diperbaiki. Orang itu integer atau tidak. Jadi, pejabat yang diangkat sudah jelas harus integer. Tetapi ada salah satu kriteria, tidak korup. Jadi, pejabat yang diangkat harus bebas dari korupsi. Hal itu tidak hanya pada masa sekarang, tetapi juga di waktu lampau.

Bisakah para pejabat lepas dari mental korup karena sudah akut? Hal itu terlihat dari terus saja kepala-kepala daerah, legislator-legislator, bahkan menteri-menteri "diambil" KPK.

Itu akan berarti bahwa mereka itu memang tidak integer, dan bahwa telah diizinkan berkembang suatu iklim yang tidak menuntut integritas. Dengan kata lain, orang bisa korup dalam sistem kita. Hal ini sangat berbahaya.

Bagaimana memberantas korupsi?

Harusnya, KPK memainkan peranan. Tetapi, KPK sudah diperlemah oleh pemerintah dan DPR. Selain itu, harus ada peraturan yang jelas, sistem kontrol, ancaman sanksi yang setimpal, dan opini publik yang terus mengawasi dan tidak membiarkan korupsi ditutup-tutup.

Pancasila masih penting, Romo?

Pancasila mutlak! Pancasila adalah konsensus, kesepakatan, dan kompromi luhur bangsa Indonesia untuk saling menerima dalam kekhasan/kemajemukan/identitas (etnik, budaya, agama) masing-masing. Kalau Pancasila diperlemah, persatuan Indonesia akan terancam.

Sekarang muncul RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Perlukan itu? Urgenkah HIP?

Saya membaca teks RUU-HIP itu. Substansinya adalah memberi kedudukan hukum lebih kuat kepada BPIP. Hal ini boleh saja. Tetapi teks RUU itu mempunyai kekurangan-kekurangan serius seperti sudah banyak dikemukakan. Ini terutama dimasukkannya kembali pemerasan Pancasila oleh Soekarno yang dulu sudah mengancam Pancasila (karena mengaburkan tiap-tiap sila).

Bahwa RUU-HIP ditolak oleh pihak-pihak agama yang kesetiaannya kepada Pancasila dan pemerintah tidak bisa diragukan bahwa hal itu menunjukkan betapa buruknya RUU tersebut. Pasal-pasal yang tidak diramaikan pun, dalam pandangan saya bla-bla saja, omongan itu-itu saja, tidak membuat jelas apa tantangan Pancasila bagi kita sekarang.

Untuk apa kira-kira HIP?

Saya tidak tahu.

Apakah tidak malah melahirkan konflik di masyarakat dengan munculnya RUU HIP? Padahal selama ini sudah cukup kondusif, meski tanpa HIP.

Memang demikian. Kok pada saat di mana NKRI ber-Pancasila oleh seluruh mainstream masyarakat sudah diterima - (yang menolak hanya pihak-pihak yang betul-betul ekstrem) - direncanakan sebuah UU yang malah bisa meributkan kembali Pancasila itu sendiri. Konyol itu.

Kiranya tidak lepas dari kebijakan DPR yang sangat tidak bijaksana, yaitu untuk memakai masa di mana perhatian masyarakat fokus pada pandemi Covid-19 untuk mengegolkan berbagai RUU. Mereka menghindari sorotan dan bahasan publik: sesuatu yang tidak demokratis dan memberi kesan buruk pada integritas DPR kita.

G-1

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.