Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kasus Salah Tangkap l Ganti Rugi 186,6 Juta Rupiah untuk 3 Tahun Penjara

Gugatan Ditolak karena Kedaluwarsa

Foto : ISTIMEWA

Fikri Pribadi

A   A   A   Pengaturan Font

Empat pengamen sempat dipenjara selama tiga tahun, sebelum akhirnya dibebaskan oleh keputusan MA karena tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan.

JAKARTA - Gugatan ganti rugi yang diajukan empat pengamen Cipulir, korban salah tangkap polisi, ditolak oleh hakim. Keputusan itu dibacakan hakim pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ampera Raya, Pasar Minggu, Selasa (30/7). Hakim berpendapat, permohonan yang diajukan para pengamen sudah tidak berlaku alias kedaluwarsa.

"Menyatakan hak menuntut ganti kerugian pemohon gugur karena kedaluwarsa. Menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Elfian.

Menurut Hakim, Petikan Mahkamah Agung yang membebaskan keempat pengamen itu telah diterima kuasa hukum sejak 11 maret 2016. Hakim menilai seharusnya gugatan ganti rugi diajukan dalam kurun tiga bulan setelah petikan diterima. Namun, kuasa hukum keempat pengamen Cipulir tersebut baru mengajukan gugatan praperadilan tiga bulan setelah menerima salinan putusan pada 25 Maret 2019.

Sementara itu, pihak kuasa hukum mengaku sempat hilang kontak dengan Fikri dan kawan-kawan dan baru bisa mengajukan gugatan setelah 25 Maret 2019.

Empat pengamen Cipulir, Fikri, Fatahillah, Ucok, dan Pau, mengajukan gugatan ganti rugi lantaran merasa dirugikan setelah menjadi korban salah tangkap. Keempatnya sempat dipenjara selama tiga tahun, sebelum akhirnya dibebaskan oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) karena tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan.

Melalui kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Oky Wiratama, mereka pun meminta ganti rugi sebesar 750,9 juta rupiah untuk 4 orang anak. Atau sebesar 186,6 juta rupiah per anak. Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama dipenjara.

Menanggapi putusan Hakim, Oky mengatakan bakal menempuh jalur hukum lainnya hingga tuntutan ganti rugi terpenuhi. "Banyak sekali cara-cara untuk mengajukan ganti kerugian. Bisa ke LPSK, macam-macam lah. Kita tidak akan berhenti di sini," ucap Oky. Selain ganti rugi material, Oky berharap Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI mau mengakui perbuatannya lantaran salah memidanakan orang. "Selama ditahan, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, enggak fair dong," ucap Oky.

Disetrum Hingga Dipukuli

Salah satu pengamen yang menuntut ganti rugi ke Polda Metro Jaya dan Kejaksaan DKI, Fikri Pribadi, mengaku mengalami penyiksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya.

Penyiksaan itu dia terima beserta empat pengamen lain karena dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan di kolong jembatan, samping Kali Cipulir, Jakarta Selatan pada tahun 2013.

Awalnya Fikri ,17 tahun, Fatahillah,12 tahun, Ucok ,13 tahun, dan Pau, 16 tahun (semua umur kala itu di tahun 2013) menemukan sesosok mayat di bawah kolong jembatan pada malam hari. Dia mengaku tidak mengenali sosok mayat tersebut.

Dia langsung melapor pihak sekuriti setempat terkait temuan itu. Pihak sekuriti lantas melapor ke pihak polisi.

Saat polisi datang ke lokasi, Fikri dan ketiga temannya sempat diminta menjadi saksi untuk proses penyidikan. Ketika sudah berada di Polda Metro Jaya, Fikri tidak hanya diperiksa, tetapi juga disiksa oleh para oknum polisi.

"Saya langsung dilakbanin, disiksa pokoknya di Polda. Disetrum, dilakbanin, dipukulin, sampai disuruh mengaku," ucap dia.

Penyiksaan tersebut diterima mereka secara bergantian. Mereka harus menerima penyiksaan tersebut selama seminggu. Karena tidak kuat akan siksaan tersebut, mereka akhirnya memilih mengaku.

Mereka pun tidak tahu apa dasar polisi menuduh mereka sebagai tersangka. Mereka akhirnya mengaku dan kasus itu naik ke kejaksaan hingga akhirnya disidangkan di pengadilan. jon/P-6

Penulis : Yohanes Abimanyu

Komentar

Komentar
()

Top