Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, SE, MSc, PhD Menjaga Stabilitas Moneter di Tengah Pandemi Covid-19
Foto: KORAN JAKARTA/M FACHRIPria kelahiran Sukoharjo, 61 tahun silam ini, menjadi Gubernur ke-16 BI. Kini, tanggung jawab besar terkait penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter atau menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia, terutama di kala pandemi Covid-19.
Lantas, langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rangka menjaga stabilitas keuangan di dalam negeri? Wartawan Koran Jakarta, Djati Waluyo, berkesempatan mewawancarainya. Berikut petikannya.
Bagaimana strategi Bank Indonesia terkait pemulihan ekonomi nasional?
- Baca Juga: TPS Liar Menjamur di Bekasi
Kalau istilah pulih itu harus sepakat. Kalau perbaikan sudah terjadi sejak Juli dan Agustus 2020. Insya Allah, kuartal III akan lebih baik dari kuartal II 2020.
Untuk pertumbuhan ekonomi 2021, BI memperkirakan berada di angka berapa persen?
Tahun depan, pertumbuhan ekonomi perkiraannya 4,8 hingga 5,8 persen. Ini lebih tinggi dari perkiraan pemerintah 4,5 hingga 5,5 persen. Kemarin di Banggar (DPR) disepakati pertumbuhan ekonomi 5 persen.
Faktor apa saja yang memengaruhi percepatan pemulihan ekonomi?
Perbaikan pemulihan ini tentu saja faktornya seberapa cepat mobilitas manusia, barang, jasa, ekonomi produktif, dan aman. Yang kedua, seberapa cepat absorbsi dari anggaran untuk dorong anggaran. Seberapa cepat restrukturisasi kredit dan suku bunga bisa dorong kredit. Itu dari domestik seberapa cepat konsumsi naik. Sementara itu, dalam ekonomi global membaik khususnya Amerika Serikat dan Tiongkok, makanya kenapa ekspor membaik.
Bagaimana sikap BI ke depan dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional?
BI tempuh bauran kebijakan yang terus kita lakukan. Hampir semua diarahkan untuk sinergi dengan pemerintah dorong pertumbuhan dalam rangka pemulihan ekonoki nasional dari pengaruh Covid-19.
Apa yang telah dan akan dilakukan BI?
BI sudah turunkan suku bunga yang tahun ini. Suku bunganya jadi 4 persen. Suku bunga acuan ini terendah sejak 2016. Hal itu diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, kami juga melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Hal itu juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab kalau rupiah stabil, usaha kondusif akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami ekspansi moneter atau quantitative easing. Jumlahnya 662,1 triliun rupiah. Jumlah itu kami tujukan agar likuiditas bank lebih dari cukup. Sekali lagi, ini dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Kenapa BI masih menahan suku bunga saat deflasi beruntun?
Keputusan tersebut mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah rendahnya inflasi. Kebijakan itu policy-nya banyak banget. Bahkan, pendanaan dan bagi beban dengan pemerintah sesuai dengan surat keputusan bersama. Semua itu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, juga agar suku bunga deposito dan suku bunga kredit turun, serta agar ketersediaan dana lebih. Apalagi suku bunga sudah rendah. Selain itu, kredit dominan karena permintaan masyarakat. Itu semua dipengaruhi kecepatan realisasi anggaran dan kinerja ekspor ke depan.
Lalu, seperti apa kebijakan makroprudensialnya?
Kami sudah memberikan penurunan uang muka, terakhir bulan lalu. Kredit kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan. Sebelumnya properti, makro juga financing funding ratio. Kemudian, ada digitalisasi sistem pembayaran, bantuan sosial, digitalisasi usaha mikro kecil menengah (UMKM). Semua untuk dorong pertumbuhan ekonomi.
Dorongan apa yang dilakukan BI untuk menciptakan pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19?
Dengan surat keputusan bersama menteri keuangan dan gubernur Bank Indonesia pada bulan April dan Juli 2020, Bank Indonesia juga melakukan burden sharing di pasar perdana. Per 15 September 2020 Surat Keputusan Bersama 1 realisasinya 48,03 triliun rupiah. Sedangkan pendanaan pembagian Surat Keputusan Bersama 2 realisasinya 99,08 triliun rupiah.
Dengan pendanaan dari Bank Indonesia dan bagi beban ini, maka pemerintah bisa lebih fokus untuk akselerasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna mendorong program pemulihan ekokomi nasional.
Selain skema tersebut, apalagi yang dilakukan BI?
Selain pendanaan dan bagi beban, ada pembagian beban saja tanpa pendanaan. Dalam konteks ini, penerbitan surat berharga negara untuk nonpublik 44,38 triliun rupiah. Beban pemerintah mengacu ke suku bunga dikurangi satu persen. Jadi, semua bauran Bank Indonesia untuk dorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia sediakan pendanaan dan bagi beban agar APBN bisa direalisasikan, sehingga bisa mempercepat realisasi APBN.
Pandangan terkait ramainya pembahasan RUU Bank Indonesia yang sedang dibahas DPR?
Kita sudah mencermati pada 2 September 2020. Bapak Presiden sudah menegaskan dan menjamin independensi Bank Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, beliau memberikan penjelasan bagi korespondensi asing.
Saya kira itu sudah jelas. Demikian juga disampaikan menteri keuangan pada 4 September 2020, di mana beliau mengatakan dan di sini saya kutip mengenai revisi undang-undang tentang Bank Indonesia yang merupakan inisiatif DPR dan pemerintah belum membahasnya hingga saat ini.
Apakah itu akan mengganggu kredibilitas Bank Indonesia dalam mengatur kebijakan moneter?
Penjelasan Bapak Presiden sudah jelas bahwa kebijakan moneter harus tetap kredibil, efektif, dan independen.
Bagaiman kondisi perekonomian domestik hingga saat ini?
Perekonomian domestik secara perlahan juga membaik, meskipun masih terbatas sejalan mobilitas masyarakat yang melandai pada Agustus 2020. Kinerja ekspor membaik, sejalan kenaikan permintaan global, khususnya dari AS dan Tiongkok untuk beberapa komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta CPO.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga membaik secara terbatas seiring berlanjutnya stimulus fiskal seperti penyaluran bansos dan pemberian gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara. Beberapa indikator dini menunjukkan perbaikan seperti penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, dan PMI manufaktur. Secara spasial, perbaikan ekonomi tercatat di beberapa daerah luar Jawa yang memiliki ekspor komoditas.
Bagaimana ketahanan sektor ekternal Indonesia pada kuartal III 2020?
Ketahanan sektor eksternal Indonesia tetap kuat, di tengah dinamika penyesuaian aliran modal asing di pasar keuangan domestik pada September 2020. Defisit transaksi berjalan diperkirakan lebih rendah didukung membaiknya ekspor di tengah lebih rendahnya impor seiring dengan belum kuatnya permintaan domestik.
Neraca perdagangan Agustus 2020 mencatat surplus yakni 2,33 miliar dollar AS, melanjutkan surplus pada bulan sebelumnya sebesar 3,24 miliar dollar AS. Sedang, aliran portofolio asing triwulan III 2020 yang hingga akhir Agustus tercatat net inflow 0,13 miliar dollar AS. Ini mengalami net outflow sebesar 0,75 miliar dollar AS pada dua pekan pertama September 2020. Sebabnya peningkatan ketidakpastian pasar keuangan baik karena faktor global maupun domestik.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2020 meningkat menjadi sebesar 137 miliar dollar AS. Ini setara dengan pembiayaan 9,4 bulan impor atau 9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Hal itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan untuk keseluruhan tahun 2020 diperkirakan tetap rendah, di bawah 1,5 persen dari PDB, sehingga terus mendukung ketahanan sektor eksternal.
Bagaimana kondisi nilai tukar rupiah?
Nilai tukar rupiah relatif terkendali di tengah tingginya tekanan pada Agustus-September 2020. Hingga 16 September 2020, nilai tukar rupiah tercatat depresiasi 1,58 persen secara point to point dibanding akhir Juli 2020. Saat itu, terdepresiasi 6,42 persen dari akhir Desember 2019.
Pelemahan rupiah pada Agustus-September 2020 antara lain dipengaruhi masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan baik karena faktor global maupun sejumlah risiko domestik. Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah berpotensi kembali menguat seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued didukung inflasi rendah dan terkendali. Kemudian, defisit transaksi berjalan rendah, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, antara lain melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Bagaimana kondisi likuiditas saat ini?
Kondisi likuiditas lebih dari cukup sehingga terus mendorong penurunan suku bunga dan kondusif bagi pembiayaan perekonomian. Hingga 15 September 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sekitar 662,1 triliun rupiah. Ini terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar 155 triliun rupiah dan ekspansi moneter sekitar 491,3 triliun rupiah. Longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 29,22 persen pada Agustus 2020 dan rendahnya suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,31 persen pada Agustus 2020.
Bagaimana kondisi stabilitas sistem keuangan?
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari meluasnya dampak COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Juli 2020 tetap tinggi yakni 22,96 persen dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 3,22 persen kotor dan 1,15 persen bersih.
Fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah akibat pertumbuhan kredit yang terbatas. Hal ini sejalan dengan permintaan domestik yang belum kuat karena kinerja korporasi yang tertekan dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi Covid-19. Pertumbuhan kredit Agustus 2020 tercatat rendah sebesar 1,04 persen (yoy), sedangkan pertumbuhan DPK tercatat 11,64 persen (yoy) pada Agustus 2020.
Bagaimana intermediasi ke depanya?
Intermediasi perbankan diperkirakan kembali membaik sejalan prospek pemulihan ekonomi domestik. Beberapa sektor telah mencatat peningkatan pertumbuhan kredit, yaitu sektor pertanian, pertambangan, dan transportasi. Selain itu, total restrukturisasi kredit perbankan hingga Agustus 2020 telah mencapai 18,64 persen dari total kredit, ditopang likuiditas yang terjaga.
Berbagai perkembangan ini, disertai akselerasi program pemulihan ekonomi nasional, antara lain melalui penguatan penjaminan kredit oleh pemerintah, diharapkan dapat mendorong fungsi intermediasi perbankan. Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit guna mengakselerasi pemulihan ekonomi.
G-1
Redaktur: Aloysius Widiyatmaka
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Akhirnya Setelah Gelar Perkara, Polisi Penembak Siswa di Semarang Ditetapkan Sebagai Tersangka
- 2 Jakarta Luncurkan 200 Bus Listrik
- 3 Krakatau Management Building Mulai Terapkan Konsep Bangunan Hijau
- 4 Kemenperin Usulkan Insentif bagi Industri yang Link and Match dengan IKM
- 5 Indonesia Bersama 127 Negara Soroti Dampak dan Ancaman Krisis Iklim pada Laut di COP29
Berita Terkini
- DJKI: Pemusnahan barang palsu bentuk perlindungan kekayaan intelektual
- Tim SAR Jember cari nelayan hilang setelah perahunya diterjang ombak
- Sejak Dicanangkan pada 1950-an, Pemerintah Dorong Peningkatan Kualitas Transmigrasi
- Dongkrak Angka Kelahiran, Tokyo akan Menggratiskan Tempat Penitipan Anak
- Harga Emas Antam pada 12 Desember Naik Rp14.000 per Gram