Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Google: Peretas Iran Targetkan Kampanye Trump dan Kamala Harris

Foto : AP/Charles Rex Arbogast

Foto kombinasi memperlihatkan Wakil Presiden Kamala Harris, kiri, pada 7 Agustus 2024 dan calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump pada 31 Juli 2024.

A   A   A   Pengaturan Font

SAN FRANCISCO - Google pada hari Selasa (13/8) mengkonfirmasi bahwa peretas yang didukung Iran menargetkan kampanye calon presiden AS Kamala Harris dan Donald Trump.

Kelompok peretas yang dikenal sebagai "APT42" yang terkait dengan Korps Garda Revolusi Islam Iran mengincar sejumlah individu dan organisasi terkemuka di Israel dan Amerika Serikat, termasuk pejabat pemerintah dan kampanye politik, menurut laporan ancaman yang dirilis Google.

Tim kampanye calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris mengatakan pada hari Selasa, mereka telah menjadi sasaran peretas asing, beberapa hari setelah tim kampanye saingannya Donald Trump menyatakan mereka telah diretas oleh Iran.

"Pada bulan Juli, tim hukum dan keamanan kampanye diberitahu oleh FBI bahwa kami menjadi sasaran operasi pengaruh aktor asing," kata seorang pejabat kampanye Harris kepada AFP.

"Kami memiliki langkah-langkah keamanan siber yang kuat dan tidak mengetahui adanya pelanggaran keamanan sistem kami yang diakibatkan oleh upaya tersebut."

Kelompok analisis ancaman Google terus melihat upaya yang gagal dari APT42 untuk membahayakan akun pribadi individu yang berafiliasi dengan Presiden Joe Biden, Wakil Presiden Harris, dan Trump, kata laporan itu.

Penipuan

Kelompok peretas ini bekerja dengan cara mengumpulkan informasi tentang target dan merancang upaya "phishing" untuk menipu korban agar mengungkapkan informasi log-in untuk akun seperti Gmail.

Contoh yang diberikan dalam laporan tersebut ialah menyamar sebagai lembaga pemikir atau kontak kredibel lainnya untuk memikat korban ke halaman arahan rapat video palsu, dimana log-in diperlukan untuk bisa ikut serta.

Meskipun banyak sekali peralatan teknis yang tersedia di gudang senjata para peretas, beberapa peretas memilih taktik "rekayasa sosial" yang mengelabui orang agar mengklik tautan jebakan atau masuk ke replika halaman web sah yang sebenarnya.

Google mengatakan pihaknya menggagalkan upaya APT42 yang akan meretas kampanye Biden dan Trump pada tahun 2020.

Pada bulan Mei dan Juni tahun ini, target kelompok peretas Iran termasuk belasan akun email pribadi orang-orang yang berafiliasi dengan Biden atau Trump, dan Google memblokir sejumlah upaya APT42 yang akan masuk ke akun mereka, menurut laporan tersebut.

Google juga melaporkan kelompok tersebut masuk ke akun Gmail pribadi seorang konsultan politik yang berpengaruh.

"APT42 adalah aktor ancaman yang canggih dan gigih dan mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghentikan upayanya untuk menargetkan pengguna dan menerapkan taktik baru," kata Google.

"Musim semi dan musim panas ini, mereka telah menunjukkan kemampuan untuk menjalankan sejumlah kampanye phishing secara bersamaan, terutama yang difokuskan pada Israel dan Amerika Serikat."

Google mendesak individu-individu berisiko tinggi yang terkait dengan pemilu mendatang untuk tetap waspada dan memanfaatkan peningkatan pertahanan yang ditawarkan oleh perusahaan internet tersebut.

Departemen Luar Negeri AS memperingatkan Iran pada hari Senin tentang konsekuensi atas campur tangan pemilu setelah tim kampanye Trump mengumumkan sistemnya telah diretas.

Tim kampanye Trump telah mengisyaratkan bahwa Iran berada di balik pelanggaran tersebut, yang mengakibatkan terkirimnya dokumen-dokumen pribadi kepada para wartawan, termasuk penelitian yang digunakan tim kampanye untuk memeriksa calon wakil presidennya, JD Vance.

Ia memperingatkan media massa agar tidak mencetak ulang dokumen tersebut. Tindakan tersebut akan "menuruti perintah musuh Amerika."

Nada bicaranya berbeda dari tahun 2016, saat Trump mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa ia berharap Russia akan "menemukan" email Hillary Clinton, pernyataan yang secara luas dipandang sebagai dorongan untuk melakukan peretasan lebih lanjut terhadap lawan pemilunya.

Intelijen AS menyimpulkan, Russia melakukan intervensi dalam pemilu 2016 untuk mendukung Trump. Capres Republik itu membantah temuan tersebut.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top