Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Gizi Buruk Asmat

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Tragedi gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, dikabarkan telah menewaskan sedikitnya 61 bocah. Salah satu alasan merebaknya wabah campak di Kabupaten Asmat diduga karena kegagalan imunisasi. Dinas Kesehatan Provinsi Papua mengakui, cakupan imunisasi campak di Kabupaten Asmat dua bulan belakangan menurun drastis.

Imunisasi campak harus diberikan pada bayi sembilan bulan dan dilakukan lagi pada usia 1,5 tahun. Imunisasi di Asmat tidak pernah menyeluruh. Tahun 2015, cakupan imunisasi campak mencapai 48,8 persen. Kemudian pada 2016 (62,6) dan 2017 Januari-Juni (17,3). Juli-Desember 2017 belum ada data. Dengan kondisi demikian, wajar bila banyak anak terkena campak karena sebagian besar tidak diimunisasi.

Tragedi tersebut memperlihatkan kegagalan pemerintah meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan warga Asmat. Padahal pada tahun lalu, anggaran Kementerian Kesehatan mencapai 58,3 triliun. Namun, dana sebanyak itu tidak mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dari pemeriksaan medis Asmat, hampir 90 persen ibu hamil dan menyusui juga dalam kondisi gizi buruk.

Mengapa sampai ada anak-anak menderita gizi buruk dan sebagian lagi malah meninggal. Angka 61 terlalu tinggi untuk zaman sekarang. Mestinya, tragedi demikian tidak boleh terjadi lagi. Kejadian Luar Biasa campak jelas buah kecerobohan.

Dari 2015 saja sudah diketahui, imunisasi hanya bisa menyangkut tidak sampai setengah bayi. Mengapa tidak dilakukan gerak cepat guna menutup kekurangan tersebut. Malahan tahun-tahun berikutnya semakin buruk jumlah yang diimunisasi sangat kecil.

Seperti biasa kalau sudah terjadi, semua gelagapan, grubyak-grubyuk. Semua seolah tiba-tiba sibuk mulai dari kementerian-kementerian, TNI, Polri, dan lembaga-lembaga lain. Kalau kerja bareng ini dilakukan sebelum peristiwa luar biasa di mana begitu banyak bocah meninggal, tidak terjadi.

Toh, akhirnya juga biaya dikeluarkan untuk operasi pemberian gizi dan pengobatan. Tetapi semua sudah menjadi bubur. Operasi dengan biaya besar-besaran ini percuma. Mereka yang meninggal tidak bisa lagi diselamatkan. Mengapa uang sebanyak yang untuk operasi sekarang, tidak digunakan untuk mengatasi gizi buruk dan kegagalan campak, katakanlah awal Januari tahun lalu. Andai hal itu dilakukan, tidak akan terjadi trageni kemanusiaan ini.

Jangan sampai warga Asmat merasa menjadi warga kelas dua. Gizi dan obat diberikan baru setelah banyak anak meninggal kelaparan dan kurus kering. Mulai sekarang pemerintah harus mencari daerah-daerah yang mengalami kurang lebih kasus kurang gizi dan pengobatan minim seperti di Asmat. Hal ini untuk mengantisipasi agar kasus serupa di Asmat tidak terulang.

Pemerintah sudah menanggung iuran 25,4 triliun bagi peserta Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan warga miskin sebanyak 92,3 juta jiwa. Harusnya dengan dana sebesar itu, semakin minim lagi kabar orang miskin susah berobat.

Namun memang dalam praktik banyak pemegang Kartu Indonesia Sehat diperlakukan diskriminasi dan kesulitan mendapat kamar rawat inap di rumah sakit.

Pemerintah harus menghidupkan lagi praktik-praktik pelaksanaan pemeriksaan kesehatan ke kampong-kampung seperti lewat posyandu dan Puskesmas sebagai ujung tombak.

Ini perlu dilakukan serempak seluruh pelosok Nusantara untuk mengurangi anak dan ibu meninggal. Data triwulan IV-2017 masih ada 3.597 ibu meninggal saat melahirkan dan 22.327 bayi meninggal.

Komentar

Komentar
()

Top