Gerak Cepat Cegah Merebaknya Ekstremisme, 180.954 Konten Radikalisme di Medsos Di-“take Down'
Kepala BNPT, Komjen Pol Eddy Hartono
Foto: antaraJAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memutus akses dan menurunkan (men-take down) 180.954 konten media sosial (medsos) yang bermuatan radikalisme, intoleransi, dan ekstremisme selama 2024.
Kepala BNPT, Komjen Pol Eddy Hartono, mengatakan konten-konten tersebut terafiliasi dengan berbagai jaringan teroris, seperti Islamic State Iraq and Syria(ISIS), Jamaah Asharut Daulah (JAD), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),danJamaah Asharut Tauhid (JAT).
"Didominasi oleh propaganda jaringan teror yang terafiliasi dengan ISIS, HTI, JAT, dan JAD," kata Eddy dalam pernyataan pers akhir tahun 2024, di Jakarta, Senin (23/12).
Seperti dikutip dari Antara, penggunaan media sosial Instagram mencatatkan angka tertinggi dengan 86.203 konten, diikuti oleh Facebook dengan 45.449 konten, dan TikTok dengan 23.595 konten.
Sangat Diandalkan
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan penggunaan media sosial memang sangat diandalkan untuk memperluas propraganda tentang isu terorisme. “Pemotongan informasi ini via media sosial merupakan langkah yang taktis untuk membatasi ruang gerak informasi mengenai terorisme,” ucap Huda.
Pesan-pesan elektronik juga bisa disampaikan melalui aplikasi pesan instan, bukan hanya Whatsapp, namun Telegram. Telegram memang sudah lama digunakan untuk hal-hal yang sifatnya ilegal.
Mulai dari isu terorisme hingga penipuan, ada di Telegram. Direktur Pusat Studi Islam dan Demokrasi (PSID) Jakarta, Nazar el Mahfudzi, menilai langkah BNPT ini perlu dilengkapi dengan pendekatan yang lebih mendasar untuk mengatasi krisis kepercayaan di masyarakat dan mencegah radikalisme secara efektif.
Nazar menekankan Indonesia saat ini mengalami krisis kepercayaan terhadap tokohtokoh publik. Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan, langkah pemerintah menutup media sosial yang mengandung ajakan terorisme sudah tepat, karena dalam era teknologi informasi seperti sekarang, penyebaran paham radikal telah memanfaatkan teknologi internet.
“Sebetulnya sudah cukup lama kelompok-kelompok radikal menyebarluaskan pemahamannya melalui internet, khususnya media social,” kata Bagong
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
- 4 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu