Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Gerak Cepat, Bappenas Ingatkan Perlu Pemetaan Sumber Protein Lokal Cegah Stunting

Foto : ANTARA/Ampelsa

Ilustrasi - Nelayan menyortir ikan tongkol hasil tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Koetaraja, Banda Aceh, Aceh, Senin (4/3/2019).

A   A   A   Pengaturan Font

Jarot mengakui bahwa memang masih ada ketidakseimbangan ketersediaan dan permintaan produksi dan konsumsi ikan. Hal itu disebabkan oleh kurangnya rantai dingin (cold chain) sehingga ikan mudah rusak dan tidak tahan lama.

Selain itu, ada pula masalah distribusi yang belum bisa menjangkau pasar-pasar di wilayah terpencil. Keterbatasan akses, menurunnya daya beli, serta preferensi masyarakat juga turut berperan dalam tingkat konsumsi ikan yang cenderung stagnan dalam 15 tahun terakhir.

Country Lead Action Against Stunting Hub (AASH) Indonesia yang juga peneliti senior Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON) Umi Fahmida mengatakan pihaknya pernah melakukan pemetaan potensi pangan lokal di 50 kabupaten prioritas stunting.

Hasil pemetaan tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan anak usia balita kekurangan zat besi, kalsium, seng, dan asam folat atau yang disingkat "Bekal Solat".

Pemetaan itu disusun berdasarkan data aktual konsumsi masyarakat setempat, sehingga rekomendasi yang dihasilkan mencakup sumber protein hewani lokal yang tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat.

"Pesan gizi yang disampaikan kepada Ibu harus lebih spesifik, tidak hanya pangan sumber protein, atau hanya terpaku pada satu sumber seperti telur. Perlu adanya diversifikasi pangan hewani sehingga selain protein, kebutuhan zat gizi mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak bisa terpenuhi," katanya.

Contohnya dalam seminggu, pangan yang diberikan bisa bervariasi, mencakup ikan sebagai sumber seng, teri dan ikan kecil lainnya dengan kandungan kalsium yang tinggi, atau hati ayam yang harganya relatif murah dan kaya akan zat besi.

"Kemampuan anak untuk mengonsumsi makanan terbatas, pastikan setiap suapan makanan yang diberikan kepada anak padat gizi," kata Umi.

Studi AASH juga melihat rantai nilai pangan hewani seperti ikan, telur, ayam, dan hati ayam di Kabupaten Lombok Timur. Selain itu juga dilakukan WorkshopAgrifood untuk melihat persepsi berbagaistakeholderyang terdiri dari konsumen, penjual, penyuluh pertanian, dan penyuluh gizi terhadap ketersediaan pangan lokal sumber protein.

Umi berharap hasil penelitian AASH ini dapat berkontribusi dalam mengisi kekurangan informasi dengan memberikan masukan berbasis data untuk membuat kebijakan terkait pencegahan stunting dengan cara meningkatkan dan memperbaiki rantai pangan sumber protein hewani.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top