Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Geoportal Satu Peta

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Totok Siswantara

Hari Nusantara 13 Desember menekankan arti penting Deklarasi Juanda 1957 sebagai konsepsi kewilayahan untuk mewujudkan kedaulatan bangsa yang mesti dikelola secara baik dengan wujud data spasial berbentuk bermacam peta tematik. Kini sudah waktunya membarui peta tematik yang berbasis data spasial untuk mengelola wilayah darat, laut, dan udara.

Perkembangan teknologi big data sangat membantu mewujudkan digitalisasi peta tematik terkait pengelolaan sumber daya alam, sistem pajak bumi dan bangunan (PBB), sampai sistem informasi pertanahan. Puncak Peringatan Hari Nusantara tahun ini dipusatkan di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah dengan tema "Perwujudan Kesatuan Nusantara yang Utuh melalui Deklarasi Juanda."

Peringatan bertujuan meningkatkan kesadaran bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dunia bernama Nusantara. Maka, segenap bangsa wajib memperingatinya dengan menyelenggarakan kegiatan di setiap instansi baik pemerintah pusat, daerah, sekolah-sekolah, maupun masyarakat.

Menjelang Hari Nusantara, Presiden Joko Widodo telah meresmikan Program Satu Peta yang terintegrasi secara nasional dan terkelola dengan teknologi spasial terkini. Dalam peresmian itu Presiden meluncurkan Geoportal Kebijakan Satu Peta dan Buku Kemajuan Infrastruktur Nasional 2018 (Koran Jakarta, 12/12).

Presiden menyatakan, Program Satu Peta, salah satu manfaatnya dapat menghapus izin lokasi dalam kegiatan bisnis. Menurut Kepala Negara, prosedur perizinan justru akan membuat ruwet masalah upaya mendorong perkembangan dunia usaha. Selain mengatasi tumpang tindih pemanfaatan tanah, Program Satu Peta juga akan membuat perencanaan pembangunan lebih akurat lagi karena bukan hanya berdasarkan data, tapi juga peta yang detail.

Badan Informasi Geospasia (BIG) perlu menyajikan peta dasar untuk daerah dengan skala yang lebih besar untuk mengatasi persoalan pertanahan. Seluruh pemerintah daerah saatnya melakukan inovasi sistem pertanahan. Apalagi jumlah kasus sengketa pertanahan terus bertambah. Selain itu pembangunan infrastruktur juga sering terkendala masalah pengadaan tanah.

Akibatnya, proses pengadaan tanah telah menjadi hambatan bagi para investor. Melonjaknya kasus sengketa pertanahan dan kendala proses pengadaan tanah, selain membutuhkan kewibawaan hukum juga membutuhkan sistem informasi pertanahan yang andal berbasis teknologi spasial dan big data.

Sistem informasi pertanahan juga sangat berguna untuk menentukan pola spasial pusat ekonomi yang berbasis Geographical Information System (GIS) dengan faktor interoperabilitas yang baik, sehingga publik mudah mengakses lewat internet. Beberapa kali pemerintah merevisi peraturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan. Terakhir dilakukan revisi terhadap Perpres No 65/2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum. Revisi kali ini untuk memperlancar proses berinvestasi. Namun, revisi selalu terkendala masalah di lapangan, sehingga tidak efektif.

Salah satu kendala signifikan adalah rendahnya kredibilitas sistem informasi pertanahan daerah karena dibuat asal-asalan dan konvensional. Akibatnya, tak ada transparansi, pengawasan dan investigasi. Salah satu dampak dari sistem informasi pertanahan amburadul, tidak optimalnya program land capping untuk pembangunan infrastruktur jalan tol. Land capping merupakan pembagian risiko antara pemerintah dan investor atau operator demi kepastian investasi.

Terintegrasi

Pada prinsipnya, sistem informasi pertanahan atau Land Information System (LIS) adalah database terintegarsi tentang data tanah yang bisa diakses publik secara praktis. Ini meliputi koordinat batas-batas, penggunaan lahan, beserta sejarah kepemilikan. Mestinya, LIS terintegrasi dengan jaringan infrastruktur data spasial nasional dan daerah, sehingga mudah diakses.

Proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur akan tetap menjadi masalah laten jika tidak ada terobosan teknologi sesperti mengembangkan LIS yang andal. Tata kelola pertanahan sangat memerlukan LIS yang terintegrasi dan mudah diakses. Saat ini, bidang pertanahan belum dapat dipetakan secara menyeluruh dan terintegrasi. Maka, diperlukan alternatif yang dapat mempercepat pemetaan serta pengintegrasian peta sebelumnya. Harus ada pemetaan tanah baik yang sudah didaftarkan maupun belum.

Kini sudah saatnya mengintegrasikan peta-peta agar LIS dapat digunakan sebagai kadaster multiguna di daerah. Kadaster multiguna adalah himpunan data dalam skala besar dari sistem informasi pertanahan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Program Satu Peta yang sedang digarap juga bisa mengoptimalkan pemungutan PBB. Selama ini, PBB menjadi pemasukan daerah amat berarti. Data spasial PBB harus terus diperbarui, utamanya bagi usaha perkebunan, bangunan komersial seperti restoran, pertokoan, perkantoran, hingga kontrakan.

Selama ini, kegiatan sensus PBB untuk pendataan secara menyeluruh objek PBB belum memanfaatkan secara optimal teknologi data spasial. Contoh, menggunakan drone untuk mengambil data atau gambar fisik objek pajak berupa bangunan atau bidang tanah usaha serta perkebunan. Penggunaan drone untuk memotret kompleks perumahan, bangunan komersial, dan usaha pertanian atau perkebunan sebagai objek pajak lebih efektif daripada manual.

Banyak kasus pertanahan seperti dipecah karena untuk warisan atau penggabungan lantaran perluasan dua bidang tanah. Kasus seperti ini biasanya tidak dilaporkan. Jual beli tanah juga banyak yang belum dilengkapi SPPT baru. Sementara itu, data SPPT lama untuk tanah yang sama oleh pemilik sebelumnya, belum dihapus. Model seperti inilah yang menyebabkan muncul SPPT ganda.

Perlu membenahi penatausahaan PBB berbasis big data yang selama ini bersama Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) adalah sumber pendapatan daerah yang sangat berarti. Keduanya merupakan pajak pusat. Sedangkan daerah hanya menerima bagian dari kedua pajak tersebut sebagai dana perimbangan yang besarnya cukup signifikan. Maka, pemerintah daerah harus sekuat tenaga membantu mengintensifkan pemungutan PBB.

Kini perlu digitalisasi penatausahaan PBB dengan solusi teknologi big data. Objek PBB terbagi dalam sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sektor perkebunan adalah objek PBB di bidang budidaya perkebunan yang dilakukan BUMN, BUMD dan swasta. Objek pajak perkebunan berperan signifikan dalam penerimaan PBB secara nasional. Sayang, penatausahaan PBB sektor perkebunan masih secara manual. Kondisi itu menyebabkan inkonsistensi dalam pendataan data wajib pajaknya.

Penulis Anggota Indonesia Aeronautical Engineering Center

Komentar

Komentar
()

Top