Sabtu, 16 Nov 2024, 02:40 WIB

Gelombang Kepanikan Landa Port-au-Prince

Foto: AFP/Clarens SIFFROY

PORT-AU-PRINCE - Gelombang ketakutan melanda ibu Kota Haiti, Port-au-Prince, pada Kamis (14/11) ketika ratusan keluarga berusaha melarikan diri setelah sebuah lingkungan diambil alih oleh geng-geng kriminal, menurut saksi mata seorang jurnalis AFP.

Sebelumnya pada Rabu (13/11), kawasan Solino jatuh di bawah kendali aliansi geng Viv Ansanm yang dibentuk pada Februari untuk menggulingkan mantan Perdana Menteri Haiti, Ariel Henry. Henry sendiri telah mengundurkan diri dari jabatannya pada April lalu.

Warga di Distrik Delmas 30, Nazon, dan Christ-Roi, khawatir mereka bisa menjadi target berikutnya dari geng-geng tersebut, dengan beberapa di antara mereka terlihat melarikan diri dengan berjalan kaki atau naik mobil, membawa pakaian, dokumen penting dan bahkan perabotan.

Tidak jelas berapa banyak orang yang telah mengungsi, meskipun lingkungan sekitar tampak segera kosong. Media lokal melaporkan bahwa situasi keamanan memburuk setelah seorang polisi di daerah tersebut tewas.

“Saya tinggal di Solino. Saya tidak bisa tinggal di sana lagi. Para penjahat mengusir saya dari rumah,” kata Marjorie, seorang perempuan yang membawa beberapa barang miliknya di kepalanya di dekat Distrik Nazon. “Kini saya tidak punya tempat tinggal. Saya akan hidup di jalanan,” keluh dia.

1731678954_71e0e1a4040b709efd59.jpg

Warga dari Distrik Delmas dan Solino di Port-au-Prince dengan tergesa melarikan diri pada Kamis (14/11). Kepanikan ini terjadi setelah sebuah lingkungan di Ibu Kota Haiti itu diambil alih oleh geng-geng kriminal.

Port-au-Prince telah berada di tengah serangkaian kekerasan baru oleh Viv Ansanm sejak Senin (11/11), ketika pengusaha Alix Didier Fils-Aime dilantik sebagai perdana menteri, menggantikan Garry Conille, yang dipecat oleh Dewan Presiden Transisi.

PM Fils-Aime, yang telah mengadakan pertemuan untuk membentuk kabinetnya, telah berjanji untuk memulihkan keamanan di negara kepulauan itu dan menyelenggarakan pemilihan umum pertamanya sejak 2016.

Sementara itu, ratusan penduduk telah mengungsi di Kantor Perlindungan Warga (OPC) di kawasan Bourbon, yang telah diubah menjadi kamp darurat bagi mereka yang mengungsi dari tempat tinggal mereka.

Avenel, salah satu penghuni kamp datang bersama istri dan tiga anaknya setelah mereka harus meninggalkan rumah mereka di Solino. “Putra tertua saya dibunuh oleh geng-geng Maret lalu di Delmas. Mereka membakar rumah saya,” kata Avenel kepada AFP. “Saya lalu berlindung di rumah lain di Solino. Rumah itu juga kemudian terbakar,” ­tutur dia.

Larangan AS

Kerusuhan itu terjadi setelah Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (AS) pada Senin membatalkan semua penerbangan komersial dari AS ke Port-au-Prince karena serangkaian kekerasan baru-baru ini dan langkah AS itu dikutuk oleh pemerintah Haiti.

AS melarang maskapai penerbangan AS terbang ke Haiti selama sebulan, setelah ada pesawat komersial terkena tembakan.

Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, lebih dari 700.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka di Haiti akibat konflik yang berkepanjangan. Ribuan orang telah tewas di tengah laporan tentang pelanggaran seksual yang meluas, penculikan untuk tebusan, dan pemerasan, sementara sekitar 6.000 orang telah terjerumus ke dalam kelaparan tingkat tinggi. ? AFP/ST/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: AFP

Tag Terkait:

Bagikan: