Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Gaya Hidup Santai Sebabkan Gagal Jantung

Foto : ISTIMEWA

santai

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Gagal jantung terjadi ketika otot jantung tidak mampu memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan darah dan oksigen pada tubuh. Jika tidak ditangani dan dicegah maka dapat menyebabkan terjadinya kematian.

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul "Heart failure across Asia: Same Healthcare Burden but Differences in Organization of Care yang dipublikasikan pada International Journal of Cardiology, jumlah penderita gagal jantung di Indonesia adalah sebesar 5 persen dari total jumlah penduduk. Rata-rata usia pasien gagal jantung berada pada umur 58 tahun.

Angka kematian karena gagal jantung di Indonesia juga tergolong tinggi yaitu sebesar 17,2 persen pasien meninggal saat perawatan di rumah sakit. Sebesar 11,3 persen meninggal dalam 1 tahun perawatan, dan 17 persen mengalami rawat inap berulang akibat perburukan gejala dan tanda gagal jantung.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr. Siti Elkana Nauli, SpJP(K), FIHA, FAsCC, FHFA, mengatakan gagal jantung adalah penyakit yang mengancam jiwa. "Penyakit ini bersifat kronis dan progresif," ujar dia dalam webinar Sabtu (29/1).

Gagal jantung ditandai dengan rawat inap berulang di rumah sakit yang tinggi karena perburukan penyakitnya. Jika tidak ditangani dengan baik, angka kematian global akibat penyakit ini diperkirakan dapat meningkat hingga lebih dari 23,3 juta kematian pada 2030.

"Risiko gagal jantung meningkat pada kondisi hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes, riwayat keluarga dengan kardiomiopati, paparan toksin, penyakit jantung katup, gangguan fungsi tiroid, rokok, sindrom metabolic," terang Siti.

Berdasarkan data registrasi gagal jantung yang didapat Pokja, kontribusi terbanyak sebagai penyebab gagal jantung di Indonesia adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes. Sementara itu, faktor risiko tambahan seperti obesitas, dislipidemia, gangguan fungsi ginjal, gaya hidup santai (sedentary), dan obstructive sleep apnea atau gangguan pernapasan yang terjadi saat tidur.

Di Indonesia, berdasarkan pedoman tatalaksana gagal jantung yang dikeluarkan oleh PERKI 2020, terdapat tiga pilar utama pengobatan gagal jantung, sebagai lini pertama pengobatan gagal jantung kronik selama tidak ditemukan adanya kontraindikasi. Ketiganya adalah renin angiotensin aldosteron (RAS) blocker, Betablocker, dan mineral receptor antagonist (MRA).

Pada 2021, Pokja mengeluarkan tulisan ilmiah mengenai obat Sodium Glucose Co-Transporter-2 Inhibitors (SGLT2-I) yang direkomendasikan sebagai tambahan terapi pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVKi) kurang lebih 40 persen yang telah menerima terapi standar gagal jantung untuk menurunkan angka kematian dan risiko rawat inap berulang akibat perburukan gagal jantung.

"Tujuan dari pengobatan pada pasien gagal jantung adalah untuk menurunkan angka kematian, menurunkan angka rawat inap berulang di rumah sakit, dan meningkatkan kualitas hidup pasien," ujar Siti.

Meskipun saat ini sudah tersedia beberapa pilihan terapi gagal jantung yang tersedia, masih ada kebutuhan besar yang belum terpenuhi dalam terapi penurunan angka kematian dan mencegah rawat inap berulang akibat gagal jantung tersebut. Oleh karenanya pencegahan dan pengobatan gagal jantung merupakan tanggung jawab semua orang.

Setiap pasien gagal jantung harus menjalani pengobatan yang optimal sesuai dengan bukti ilmiah dengan melihat profil dari masing-masing pasien. SGLT2i merupakan salah satu regimen terapi terbaru pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri lebih kurang 40 persen dan sudah tersedia di Indonesia. "Bukti penelitian global menunjukkan efektivitas obat ini untuk menurunkan angka kematian dan rawat inap berulang akibat perburukan gagal jantung," tambah dr. Siti

Menurut Ketua PP PERKI Dr. dr. Isman Firdaus, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, FAPSIC, FESC, FSCAI, masyarakat perlu mencegah terjadinya gagal jantung dengan memulai hidup sehat. "Mengonsumsi makanan sehat, berolahraga secara teratur dan berkonsultasi dengan dokter tentang tatalaksana faktor risiko gagal jantung yang tepat," ujar dia.

Selain itu pemeriksaan kesehatan jantung sejak dini perlu dilakukan apalagi jika terjadi nyeri dada, berdebar, mudah capek, kaki bengkak, atau sesak nafas. Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh darah/kardiolog akan melakukan pemeriksaan jantung non invasif awal seperti ekokardiografi, holter atau treadmill test.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top