Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Global I RI sebagai Presidensi Pertemuan G20 pada 2022

G20 Perlu Atasi Harga Komoditas yang Merosot

Foto : Sumber: OECD - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Indonesia akan mengusung tema "Recover Together, Recover Stronger" pada pertemuan G20 tahun 2022.

» Produk yang berdaya saing akan mendorong ekspansi pasar produk RI di negara-negara G20.

JAKARTA - Indonesia akan menjadi presidensi atau tuan rumah pertemuan negara-negara kelompok 20 atau G20 pada 2022 mendatang. Posisi tersebut akan dioptimalkan untuk mengajak negara-negara ekonomi terbesar dunia itu untuk merumuskan pemulihan yang lebih kuat melalui kerja sama yang erat.

Pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 akan difokuskan untuk mendorong produktivitas, meningkatkan stabilitas dan ketahanan ekonomi, serta memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang ditunjuk Presiden memimpin Sherpa Track G20 mengatakan di bawah kepemimpinan Indonesia tahun depan, G20 akan mengangkat tema besar "Recover Together, Recover Stronger".

"Tema ini menunjukkan harapan dan kesiapan Indonesia untuk turut serta dalam kemitraan global, sebagai upaya mengatasi dampak pandemi dan meningkatkan kembali global confidence," kata Airlangga.

Forum ekonomi global tersebut, jelas Menko, sangat penting karena merupakan representasi perekonomian dunia di mana negara-negara yang tergabung di dalamnya menguasai 85 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

Sebagai pimpinan Sherpa Track G20, Menko akan memimpin para delegasi membahas isu-isu ekonomi nonkeuangan, yaitu seluruh isu yang menyangkut energi, pembangunan, pariwisata, ekonomi digital, pendidikan, tenaga kerja, pertanian, perdagangan, investasi, industri, kesehatan, antikorupsi, lingkungan, dan perubahan iklim.

Pakar Ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang, Munawar Ismail, yang diminta pendapatnya mengatakan untuk pemulihan yang lebih kuat, diperlukan kerja sama yang erat antarnegara G20, terutama untuk menyiasati merosotnya harga komoditas ekspor, serta gejala resesi yang tampak dari impor bahan baku yang turun.

"Kerja sama bisa difokuskan untuk saling memenuhi kebutuhan antara sesama anggota G20. Pemerintah juga mencari komoditas-komoditas yang masih punya peluang ekspor," kata Munawar.

Secara global, ekonomi, jelasnya, akan mengalami kemerosotan, tetapi akan tetap ada barang-barang tertentu yang masih dibutuhkan, itu yang akan menjadi peluang. Selain itu, perlu lebih banyak mengembangkan potensi dalam negeri, untuk menekan impor dengan mendorong barang subtitusi impor.

Pemerintah, terang Munawar, juga perlu intervensi pada sektor padat karya, yang memiliki banyak ikutan dengan ekonomi lain. Semakin banyak ikutan, akan semakin banyak nilai tambah serta menyerap tenaga kerja. Salah satunya meningkatkan kerja sama pada sektor seperti pariwisata, karena ini sumber devisa.

"Menyiapkan pembukaan sentra-sentra dengan menerapkan protokol kesehatan. Harapannya pariwisata akan banyak menyerap tenaga kerja, berkaitan erat dengan industri kreatif, pertaniant, dan lain-lain. Maka perlu dilindungi dari risiko-risiko PHK, dengan gencar memberikan insentif," katanya.

Daya Saing

Pengajar dari Fakultas Ekonomi dan Binis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan kerja sama multilateral antarnegara G20 bisa dioptimalkan Indonesia untuk mendorong produktivitas dan meningkatkan stabilitas ekonomi, jika memiliki produk yang berdaya saing.

Daya saing akan mendorong ekspansi pasar bagi produk Indonesia di negara-negara G20. Namun, jika daya saing produk Indonesia rendah maka Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk dari negara-negara G20.

Selain itu, perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan memerangi korupsi, pungutan liar untuk investor, prosedur dan birokrasi perizinan yang sederhana, ketersediaan listrik, air, dan bahan baku cukup.

"Jika iklim investasi yang kondusif bisa diwujudkan maka akan lebih mudah menarik investor dari negara-negara G20, sehingga investasi meningkat dan pemulihan ekonomi lebih cepat serta pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat," kata Esther. n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top