Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemanasan Global I Indonesia Miliki Potensi EBT 3.600 Giga Watt

G20 Didesak Prioritaskan Energi Surya

Foto : ISTIMEWA

Direktur Eksekutif, Institute for Es­sential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dalam webinar bertajuk “Shine Bright: Advancing G20 Solar Leader­ship” yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (27/10) mengatakan de­sakan ke negara G20 itu, karena mereka memiliki tanggung jawab besar untuk menekan pemanasan global. Nega­ra G20 berkontribusi hingga 80 persen emisi CO2 dari pemakaian energi.

A   A   A   Pengaturan Font

» Indonesia diberkahi dengan berbagai macam sumber energi baru terbarukan.

» Penerapan energi surya tidak membutuhkan terobosan teknologi.

JAKARTA - Negara-negara kelompok 20 (G20) didesak untuk memprioritaskan pemanfaatan energi surya untuk mencapai tujuan ambisius nol emisi karbon atau net zero emmission (NZE) sekaligus mempercepat bauran energi.

Direktur Eksekutif, Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dalam webinar bertajuk "Shine Bright: Advancing G20 Solar Leadership" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (27/10) mengatakan desakan ke negara G20 itu, karena mereka memiliki tanggung jawab besar untuk menekan pemanasan global. Negara G20 berkontribusi hingga 80 persen emisi CO2 dari pemakaian energi.

"Saya mendesak G20 untuk menetapkan tujuan ambisius net zero emission, dan mempercepat penyebaran energi terbarukan dan untuk melakukannya kita harus memprioritaskan energi surya meskipun kita memiliki sumber daya lain juga," kata Fabby.

Setidaknya kata Fabby ada tiga alasan mengapa energi surya perlu jadi prioritas. Pertama, energi surya merupakan sumber listrik termurah di banyak negara dan salah satu yang paling cepat digunakan. "Energi surya juga sangat cocok untuk memenuhi target jangka pendek dan menengah," katanya.

Kedua, penerapan energi surya tidak membutuhkan terobosan teknologi. Ditambah lagi ada peningkatan efisiensi solar PV hingga 25 persen di pasaran saat ini.

Ketiga, solar PV jelasnya mudah dipasang dan lebih cocok juga di berbagai lokasi dan kondisi.

Fabby menuturkan pengembang pembangkit listrik tenaga surya saat ini hanya membutuhkan koneksi jaringan dan izin untuk menjual listrik. Revolusi dalam pengembangan tenaga surya juga akan mendatangkan investasi baru di bidang manufaktur dan instalasi sehingga menciptakan lapangan pekerjaan.

Sebab itu, pengembangan kerja sama G20 di bidang manufaktur surya dalam hal kerja sama teknologi dan investasi akan mengamankan produksi panel surya, menyeimbangkan sistem untuk memenuhi permintaan masa depan dan mengurangi monopoli produk.

"Jika negara-negara G20 mengadopsi insentif dan kebijakan yang tepat, penyebaran energi terbarukan, dalam hal ini tenaga surya, akan melimpah," kata Fabby.

Potensi Besar

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Akbar, sepakat bahwa negara negara anggota G20 harus mengakselerasi pemanfaatan energi suryanya. Sebagai presidensi G20 Indonesia harus memanfaatkan momentum itu dengan mengajak negara negara anggota G20 meningkatkan pemanfaatan energi surya.

"Khusus untuk Indonesia, penggunaan panel surya adalah langkah yang bagus karena besarnya potensi di Indonesia," tegas Akbar.

Lembaga think-tank IESR mengestimasi potensi PLTS di Indonesia bisa mencapai sekitar 3 ribu - 20 ribu Gigawatt-peak (GWp), sehingga berpotensi menjadikan Indonesia sebagai Solar Power House di Asia Tenggara.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan meski Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan hingga sebesar 3.600 Giga Watt (GW), di mana 89 persennya berasal dari surya, namun pemerintah tidak akan mengganti hutan yang ada untuk ditanami papan panel surya.

"Indonesia diberkahi dengan berbagai macam sumber energi baru terbarukan, lebih dari 3.600 GW tersebar di seluruh negeri di mana 89 persennya berasal dari surya. Tapi kita harus hati-hati. Kita tidak perlu mengganti hutan kita dengan papan panel surya. Kita harus menjaganya dengan hati-hati," katanya.

Seperti dikutip dari Antara, Arifin menuturkan di dalam peta jalan transisi energi Indonesia, energi surya akan memegang peranan penting dalam memenuhi pasokan pembangunan listrik nasional. Hal itu lantaran sekitar 21 GW dari total 700 GW kapasitas energi baru terbarukan berasal dari energi surya.

Meski berkomitmen untuk menjalankan ekonomi rendah karbon sekaligus mendukung target NZE pada 2060 atau lebih cepat, Arifin menyebutkan peran sumber energi tidak terbarukan seperti gas alam memegang peranan penting untuk dikembangkan sebagai jembatan sebelum teknologi EBT mencapai skala ekonomi dan komersial.

"Intermittent solar (penggunaan tenaga surya yang terputus) juga bisa diatasi dengan menerapkan teknologi antara tenaga surya dan penyimpanan di teknologi tenaga air atau panas bumi," katanya.

Arifin juga mengingatkan sebagai negara kepulauan, Indonesia membutuhkan jaringan transmisi untuk mengalirkan listrik dari pusat produksi listrik ke pusat konsumsi listrik.

Indonesia tengah berencana untuk membangun transmisi super grid untuk menyediakan akses energi dan mengatasi ketidaksesuaian sumber EBT dengan wilayah yang membutuhkan pasokan energi besar. "Kami juga membuka peluang untuk ekspor listrik EBT ke anggota Asean melalui Asean Power Grid," imbuhnya.

Arifin mengajak semua pihak untuk ikut berkontribusi dalam penerapan strategi mendukung transisi energi menuju ekonomi rendah karbon.

Menurut dia, tidak hanya pemerintah dan pebisnis, peran pengembang energi termasuk pengguna seperti sektor komersial dan industri juga dibutuhkan untuk mendukung upaya tersebut.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top