Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Fungsi Intermediasi Selektif, BNI Bukukan Laba Rp13,7 Triliun Q3-2022

Foto : Istimewa

Menara BNI Pejompongan

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk/BNI hingga kuartal III-2022 (Q3) membukukan kinerja yang solid sehingga dapat memperkuat fondasi perusahaan dalam menghadapi tantangan ekonomi global ke depan.

Hingga September 2022, laba bersih BNI tumbuh 76,8 persen secara tahunan atau year on year (yoy) mencapai 13,7 triliun rupiah. Pertumbuhan laba itu dapat dicapai meskipun perseroan menerapkan strategi fungsi intermediasi selektif.

Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar saat memaparkan kinerja perseroan secara daring di Jakarta, Senin (24/10) mengatakan pertumbuhan kredit mencapai 9,1 persen yoy menjadi 622,61 triliun rupiah dengan fokus pada segmen berisiko rendah, debitur top tier di setiap sektor industri prospektif, serta regional champion di masing-masing daerah. Diharapkan, eksposur kredit berkualitas tinggi itu berdampak pada perbaikan kualitas kredit dalam jangka panjang.

Sebagai penopang pertumbuhan kredit, BNI mengandalkan pendanaan terutama dari Current Account Savings Account (CASA) yakni tabungan dan giro. Rasio CASA BNI mencapai 70,9 persen dari total dana pihak ketiga (DPK). Angka ini merupakan pencapaian yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir ini.

Dengan performa tersebut, Net Interest Income BNI tumbuh 5,2 persen menjadi 30,2 triliun rupiah. Non-Interest Income juga tumbuh baik mencapai 7,8 persen menjadi 11 triliun rupiah, yang didorong oleh transaksi digal dan fee dari bisnis sindikasi, sehingga BNI mencetak pendapatan operasional sebelum pencadangan atau Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) sebesar 25,8 triliun rupiah atau meningkat 9,7 persen.

"Kami sangat bersyukur sampai dengan kuartal ketiga 2022 ini, kami dapat konsisten membukukan kinerja yang solid di tengah berbagai tantangan ekonomi global maupun domestik," kata Royke.

Kondisi eksternal di kuartal tiga jelasnya cukup menantang yang dipicu oleh eskalasi tensi geopolitik sehingga menciptakan sejumlah risiko baru di tengah efek pandemi Covid-19 mulai mereda.

Ketegangan geopolitik telah mengganggu rantai pasok sehingga menyebabkan lonjakan harga komoditas energi dan pangan global. Hal ini pun berdampak pada meningkatnya laju inflasi yang kemudian diikuti pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara. Tren ini berpotensi menyebabkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi.

"Tentunya kami akan terus berupaya untuk menjaga kinerja perseroan agar tetap sustain sehingga dapat membantu pemerintah melanjutkan tren pemulihan ekonomi serta tetap memberikan imbal hasil investasi kepada pemegang saham," katanya.

Perseroan lanjut Royke yakin dapat merealisasikan kinerja positif hingga akhir 2022, didukung oleh portofolio kredit yang sudah jauh lebih sehat dan tetap mengedepankan aspek prudential banking. Terlebih, tren kinerja ekonomi Indonesia yang masih tumbuh impresif sebesar 5,4 persen yoy di kuartal dua dan hingga akhir tahun diperkirakan masih pada kisaran di atas 5,3 persen.

"Tren pertumbuhan ini masih cukup baik dibandingkan dengan banyak negara lain di dunia. Maka, kami optimis masih berada dalam jalur yang tepat untuk memenuhi perkiraan laba tahun 2022 sesuai dengan corporate plan," pungkasnya.

Distribusi Pembiayaan

Wakil Direktur Utama BNI, Adi Sulistyowati pada kesempatan yang sama memaparkan kinerja pertumbuhan kredit di kuartal III-2022 didorong oleh kredit korporasi ke swasta yang mencapai 211,9 triliun rupiah atau tumbuh 20,4 persen yoy, selanjutnya diikuti oleh segmen large komersial tercatat sebesar 49,4 triliun rupiah tumbuh 22,3 persen yoy.

Pada segmen kecil, pertumbuhan terutama pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) tercatat sebesar 51,3 triliun rupiah atau naik 24,3 persen yoy, dan untuk segmen konsumer mencapai 106,9 triliun rupiah atau naik 11,3 persen yoy dengan pertumbuhan terutama pada produk payroll loan.

"Pertumbuhan ini sejalan dengan strategi manajemen untuk tumbuh dengan sehat dan sustain dengan menyasar pada debitur top tier di segmen industri prospektif diiringi dengan kebijakan manajemen risiko yang prudent," sebutnya.

Adi Sulistyowati yang akrab disapa Susi mengatakan, perkembangan kinerja BNI hingga kuartal III-2022 juga didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai sebagaimana tercermin dari Capital Adequacy Ratio (CAR) yang berada di level 18,9 persen dan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada pada posisi 91,2 persen.

"Selain itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di 193 persen dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) berada di 124 persen yang menunjukkan bahwa BNI memiliki kecukupan likuiditas untuk mendukung pertumbuhan bisnis," katanya.

Dari sisi kualitas aset, Susi menyampaikan bahwa Loan at Risk (LAR) mengalami penurunan signifikan dari 25,2 persen di September 2021 menjadi 19,3 persen di September 2022, terutama karena menurunnya jumlah kredit restrukturisasi karena Covid-19.

"Kami pun terus berupaya menjaga LAR Coverage atau rasio pencadangan untuk debitur LAR pada level yang memadai yakni sebesar 42,7 persen. Bahkan, kami melihat bahwa kemampuan pembayaran kewajiban dari debitur LAR semakin membaik sehingga mendorong perbaikan pada pendapatan bunga, serta menjadi indikasi pemulihan bisnis nasabah yang lebih baik setelah terdampak pandemi," sebutnya.

Strategi BNI

Royke pada kesempatan itu juga mengakui prospek ekonomi domestik berpotensi tidak lagi seimpresif semester pertama. Namun, perseroan masih melihat indikator makro ekonomi di Indonesia akan cukup sehat dibandingkan negara lain. Inflasi hingga September berada pada level 6 persen, dan masih cukup wajar untuk ukuran negara berkembang dan tahun depan diperkirakan membaik di bawah 4 persen.

Baca Juga :
Rakernas APJAPI 2024

Meskipun tren perlambatan ekonomi global cukup mengkhawatirkan, perekonomian Indonesia diperkirakan relatif stabil dengan didukung bauran kebijakan fiskal dan moneter yang efektif untuk menjaga stabilitas. Indikator kestabilan eksternal ekonomi Indonesia pun terus membaik, terutama dari cadangan devisa yang kuat serta tingkat eksposur utang luar negeri yang rendah.

"Tentu kita perlu mewaspadai potensi meningkatnya risiko yang akan dihadapi oleh perekonomian dan perbankan Indonesia ke depan. Untuk itu, perseroan mengambil langkah proaktif untuk menjaga profitabilitas dapat sustain dalam jangka panjang," katanya.

Strategi pertumbuhan BNI akan tetap fokus pada segmen yang memiliki return yang atraktif dengan kualitas kredit yang baik, seperti korporasi sektor unggulan dan value chain-nya, pinjaman payroll di segmen konsumer, serta KUR di segmen kecil.

Dengan strategi yang konservatif ini, Net Interest Margin (NIM) diperkirakan akan berada di level yang moderat, namun akan dikompensasikan dengan Cost of Credit atau biaya CKPN yang rendah dan fee income yang optimal dari transaksi nasabah.

"Kami percaya ini adalah strategi yang tepat di tengah turbulensi ekonomi global, untuk memberikan hasil yang optimal dan sustainable bagi para pemegang saham kami," pungkas Royke.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top