Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Filipina Sambut Pernyataan Keras AS atas Laut Tiongkok Selatan

Foto : Jojo Rinoza/BenarNews

Protes Tiongkok - Anggota serikat pekerja dan aktivis Kilusang Mayo Uno (Gerakan Buruh 1 Mei) ambil bagian dalam protes di Kota Makati, Metro Manila, menentang kehadiran Tiongkok di Scarborough Shoal, Laut Tiongkok Selatan, dan memprotes kesepakatan anti-pekerja yang ditandatangani antara Filipina dan Tiongkok pada 30 November 2019.

A   A   A   Pengaturan Font

MANILA - Filipina pada Selasa (14/7) mendukung sikap Amerika Serikat yang lebih keras terhadap Laut Tiongkok Selatan sehari setelah diplomat top Amerika menyatakan bahwa dunia tidak akan membiarkan Beijing memperlakukan jalur maritim yang diperebutkan itu sebagai "kerajaan maritimnya".

Di Manila, kepala pertahanan Filipina menyambut pernyataan dari Menteri luar Negeri AS Mike Pompeo, yang bersumpah bahwa Amerika berdiri dengan sekutu-sekutunya di Asia Tenggara "dalam melindungi hak kedaulatan mereka atas sumber daya di lepas pantai." Tetapi pejabat pemerintah di negara tetangganya Malaysia, yang juga merupakan pengklaim wilayah Laut Tiongkok Selatan, menolak berkomentar atas penyataan Pompeo itu.

"Filipina mendesak Beijing untuk mematuhi seruan komunitas internasional itu, yang merupakan kepentingan terbaik bagi stabilitas regional," kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana, yang belakangan ini menyatakan keprihatinannya atas manuver Angkatan Laut Tiongkok di wilayah perairan itu, seperti dikutip dari BenarNews.

"Kami sangat setuju dengan posisi komunitas internasional bahwa harus ada kepastian aturan di Laut Tiongkok Selatan," kata Lorenzana dalam sebuah pernyataan.

Dia juga menegaskan kembali seruan Manila agar Beijing mematuhi keputusan pada Juli 2016 oleh pengadilan arbitrase internasional di Den Haag yang mendukung Filipina dan membatalkan klaim Beijing atas perairan yang luas itu.

"Kami mendesak Tiongkok untuk mematuhi putusan Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA), dan mematuhi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) di mana negara tersebut menjari penanda tangannya juga," kata Lorenzana.

Filipina juga mendorong finalisasi kode etik "substantif" di wilayah Laut Tiongkok Selatan yang kaya mineral itu untuk mencegah eskalasi ketegangan, kata menteri Delfin Lorenzana.

Juga pada hari Selasa, seorang mantan sekretaris luar negeri Filipina mengatakan kepada sebuah forum daring yang diikuti para pakar Laut Tiongkok Selatan bahwa Filipina harus mengangkat dan menuntaskan masalah putusan 2016 tersebut sebelum sesi ke-75 Majelis Umum PBB pada September mendatang.

"Ini akan menjadi momen yang tepat karena sesi UNGA mendatang adalah komitmen untuk multilateralisme," kata Albert del Rosario.

"Kami percaya bahwa penghargaan ini memiliki dukungan multilateral karena menguntungkan negara-negara pantai Laut Tiongkok Selatan, yang tanah dan lautnya dirambah oleh 'Nine-Dash Line Tiongkok,'" kata del Rosario, merujuk pada garis putus-putus pada peta resmi Tiongkok yang membatasi klaim teritorialnya di Laut Tiongkok Selatan.

Terlepas dari Tiongkok dan Filipina, Taiwan, Brunei, Malaysia, serta Vietnam juga memiliki klaim yang saling tumpang tindih di wilayah maritim itu.

Tabur Perselisihan

Tiongkok, sementara itu, telah mengabaikan keputusan pengadilan arbitrase, yang pada hari Minggu lalu telah berumur empat tahun.

Pada tanggal 12 Juli, kedutaan besar Tiongkok di Manila menegaskan bahwa mereka menganggap keputusan itu "ilegal dan tidak sah" dan bahwa Beijing "tidak akan pernah menerima klaim atau tindakan apa pun" berdasarkan keputusan tersebut.

Sehari setelah pernyataan Pompeo di mana ia menyebut klaim Beijing terhadap sebagian besar Laut Tiongkok Selatan "sepenuhnya melanggar hukum" dan menuduh kekuatan Asia terlibat dalam "kampanye penindasan" untuk mengendalikan sumber daya lepas pantai, pemerintah Tiongkok melakukan serangan balasan.

Kedutaan Tiongkok di Washington mengeluarkan pernyataan pada Selasa (14/7) yang menuduh bahwa Amerika Serikat mendistorsi fakta dan hukum internasional, termasuk UNCLOS, dalam upaya "untuk menabur perselisihan antara Tiongkok dan negara-negara di wilayah perairan itu."

"Amerika Serikat bukan negara yang terlibat langsung dalam perselisihan. Namun, pihaknya terus mencampuri masalah ini," kata kedutaan besar Tiongkok. "Dengan dalih menjaga stabilitas, negara tersebut menakut-nakuti, membangkitkan ketegangan dan memicu konfrontasi di wilayah tersebut." RFA/BenarNews/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top