
Filipina, Jepang dan Malaysia Alami Darurat Pangan, Indonesia Harus Tingkatkan Level Kewaspadaan
Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran, Jakarta, Freesca Syafitri katakan, dengan tingkat ketergantungan impor pangan sebesar 11,88% dari total impor barang, Indonesia kini berada di titik krusial dalam menentukan arah kebijakan pangan
Foto: istimewaJAKARTA-Indonesia harus membangun sistem pangan yang tangguh agar mampu menghadapi tekanan krisis ke depannya. Saat ini masalah darurat pangan ini terjadi di Malaysia, Jepang dan Filipina. RI jangan sampai seperti itu dengan terus bergantung ke impor.
Demikian ditegaskan Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran, Jakarta, Freesca Syafitri menanggapi pernyataan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman terkait potensi RI menjadi negara super power di bidang pangan jika mampu mengendalikan impor.
Tantangan ketahanan pangan semakin kompleks ketika dikaitkan dengan dinamika global. Filipina, Jepang, dan Malaysia telah menyatakan darurat pangan akibat kebergantungan mereka pada impor. Meskipun tingkat ketergantungan impor pangan mereka bervariasi, satu hal yang pasti bahwa mengabaikan kedaulatan pangan merupakan keputusan yang berisiko. "Dengan tingkat ketergantungan impor pangan sebesar 11,88% dari total impor barang, Indonesia kini berada di titik krusial dalam menentukan arah kebijakan pangan nasional,"ucap Freesca
Namun, di balik tantangan ini lanjutnya, terdapat peluang besar. Dengan proyeksi nilai pasar makanan yang diperkirakan mencapai 266,86 miliar dollar AS pada tahun 2025 serta pertumbuhan tahunan sebesar 6,74 persen (CAGR 2025-2030), Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan sektor pertaniannya secara signifikan.
Pemerintah dapat mengambil langkah strategis dengan meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan, mengadopsi teknologi pertanian modern, serta memberdayakan petani melalui program edukasi dan akses permodalan yang lebih luas. "Vietnam telah membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat, sebuah negara dapat bertransformasi dari pengimpor menjadi eksportir beras terkemuka,"ungkap Freesca.
Langkah konkret yang perlu segera diambil antara lain adalah memperkuat kebijakan riset dan pengembangan, mengadopsi teknologi pertanian cerdas, memperkuat koperasi dan kelompok tani, serta membangun infrastruktur pertanian yang lebih memadai. Selain itu, diversifikasi pangan harus menjadi prioritas guna mengurangi ketergantungan pada beberapa komoditas utama yang rentan terhadap fluktuasi harga global.
Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, retorika swasembada pangan terus digaungkan, namun di sisi lain, realitas global yang penuh ketidakpastian menuntut adanya transformasi mendalam dalam sistem pangan nasional. "Klaim peningkatan produksi beras di awal tahun 2025 perlu dikaji secara kritis, mengingat ancaman cuaca ekstrem dan tantangan struktural yang belum terselesaikan,"ungkapnya
Mewujudkan ketahanan pangan sejati bukan hanya tentang meningkatkan produksi, tetapi juga membangun sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan. Ini mencakup modernisasi pertanian, diversifikasi pangan, penguatan cadangan pangan, serta pemberdayaan petani.
Pemerintah ujar Freesca, memiliki peran krusial dalam menciptakan ekosistem yang mendukung, namun harus disertai dengan ruang bagi inovasi dan partisipasi masyarakat. "Pertanyaannya kini bukan lagi apakah Indonesia mampu mewujudkan ketahanan pangan, tetapi apakah pemerintah memiliki kemauan dan keberanian untuk bertindak dengan strategi yang tepat dan berorientasi jangka panjang,"pungkasnya.
Lumbung Pangan Dunia
Diketahui, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, mengatakan jika pangan dan energi telah dikendalikan maka Indonesia mampu menjadi negara super power. Hal ini dikatakannya saat membuka sidang umum mejelis umum (SUMU) Perhimpunan Ikatan Alumni PTN Indonesia (Himpuni) di Makassar, Jumat (21/2).
Amran mengatakan jika pangan mampu dikendalikan maka negara tidak perlu lagi melakukan impor hingga 50 tahun ke depan. "Pangan kita kendalikan, energi kita kendalikan, inilah yang akan menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia dan kalau seperti ini Indonesia 50 tahun ke depan kita tanpa impor," jelasnya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Ditlantas Polda Babel awasi pergerakan kendaraan lintas kabupaten
- 2 Andreeva Kejutkan Iga Swiatek dan Lolos ke Semifinal Dubai Open
- 3 Jangan Beri Ampun Pelaku Penyimpangan Impor. Itu Merugikan Negara. Harus Ditindak!
- 4 Dibalut Budaya Tionghoa, Ini Sinopsis Film Pernikahan Arwah (The Butterfly House)
- 5 Realisasi Anggaran Bekasi Baru 20 Persen
Berita Terkini
-
Final Futsal Series dan NCFS Dorong Masa Depan Futsal Indonesia
-
All Sedayu Hotel Hadirkan "1001 Nights of Ramadan Sedayu" dengan Menu Iftar dari Penjuru Dunia
-
Bank Mandiri Masuk Daftar Perusahaan Terbaik di Asia Pasifik 2025 Versi TIME
-
18 Tahun Setelah Film Pertama, Will Smith Pastikan I Am Legend 2 Dibuat
-
Kemenag Pastikan Seluruh Kuota Haji Khusus Tahun Ini Sudah Terisi