Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Evaluasi Sistem Zonasi PPDB

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh tri pujiati

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengeluarkan kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. Hanya satu kali berjalan, pro dan kontra pun muncul ke permukaan.

Bagi warga yang kontra, kebijakan tersebut dinilai berlebihan. Sebab kualitas dan sarana prasarana sekolah di berbagai daerah belum merata, sehingga tidak memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar dengan baik. Sekolah yang dianggap favorit otomatis didominasi siswa zona terdekat.

Sementara itu, calon siswa di luar zona harus gigit jari. Bagi mereka yang pro, kebijakan tersebut dinilai adil. Sebab, sekolah akan memprioritaskan zona yang lebih dekat, sehingga sekolah akan menerima calon siswa dengan nilai ujian akhir standar.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy pun berkilah. Menurutnya, aturan PPDB sudah final. Pembagian jalur sudah jelas, yakni 90 persen zonasi. Sedangkan sisanya untuk siswa berprestasi dan perpindahan orang tua. Jika di satu wilayah, jumlah sekolah tidak cukup menampung siswa, maka bisa dilebarkan (Koran Jakarta, 19/06).

Sistem zonasi membagi tiga aspek penting. Pertama, zonasi dilakukan sebanyak 90 persen, termasuk untuk siswa dari keluarga tidak mampu dan disabilitas. Kedua, jalur prestasi 5 persen, diberikan kepada siswa berprestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Alasan diberlakukan jalur ini agar siswa di luar zonasi juga memiliki peluang memilih sekolah yang diidamkan. Ketiga, jalur perpindahan tugas orangtua, sebesar 5%, bagi calon siswa yang mengikuti orangtua berpindah tugas kerja. Tiga aspek inilah yang menjadi fokus pemerintah untuk pemerataan siswa.

Jika diamati, pemerintah sebenarnya memiliki niat baik menerapkan sistem zonasi untuk pemerataan penerimaan siswa baru. Sekolah di wilayah tertentu yang awalnya didominasi siswa luar wilayah karena dianggap favorit, disamaratakan agar siswa daerah tersebut bisa masuk, walau kurang brilian.

Dengan adanya sistem zonasi, memang kasta-kasta sekolah favorit sedikit tergerus. Sudah hampir tidak ada siswa yang menjerit tidak masuk sekolah favorit akibat penerapan sistem zonasi ini.

Namun apa daya, sistem ini tidak berjalan mulus karena muncul berbagai problem yang ternyata belum mampu diatasi sejak diberlakukannya sistem zonasi. Pada akhirnya, sistem zonasi mendapat banyak kritik dari pemerintah daerah. Bahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, secara khusus menghubungi menteri pendidikan untuk menyampaikan keluhan-keluhan yang terjadi di berbagai sekolah daerah.

Salah satu yang menjadi tolok ukur sebelum sistem zonasi diberlakukan mestinya, sekolah dibiarkan bersaing menerima siswa baru sebanyak mungkin. Di pihak lain, sekolah juga diberikan keleluasaan untuk menimbang nilai kelulusan (ujian nasional/UN) sebagai parameter penerimaan siswa. Maka, label sekolah dinilai berdasarkan kelulusan. Orang tua melihat bahwa sekolah yang rata-rata lulusannya tinggi, menganggapnya sebagai sekolah favorit.

Warisan

Sebenarnya, kesahan pokok yang terjadi dalam sistem zonasi, adanya anggapan sekolah favorit yang merupakan warisan masa lalu yang mengidolakan sekolah-sekolah unggulan. Kendati sudah diterapkan sistem zonasi, tetap saja orang tua merasa bahwa sekolah A lebih bagus dari B di daerahnya sendiri.

Padahal, label sekolah favorit tidak tergantung pada sekalolah itu sendiri, tetapi kualitas siswa yang masuk dengan mempertimbangkan rata-rata nilai ujian akhir. "Dosa" masa lalu inilah yang belum hilang di benak orang tua, sehingga bersusah payah memasukkan anak ke sekolah favorit.

Selain itu, sekolah favorit juga dianggap memiliki jaringan kuat ke tingkat pusat, sehingga apabila anaknya mampu sekolah di tempat favorit bakal memiliki masa depan cerah. Maka, jika diamati setahun berjalan, keresahan paling dominan dalam sistem zonasi terletak pada proses masuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Masuk sekolah favorit dianggap memiliki jaringan luas dan peluang masuk perguruan tinggi terbaik. Alasan ini pulalah yang membuat orang tua menolak penerapan kebijakan zonasi. Masa depan anak seolah direnggut oleh kebijakan berbasis daerah terdekat.

Maka, kegalauan-kegalauan ini harus dicari solusinya oleh semua pihak bersama pemerintah. Semua pihak harus sabar menunggu solusi yang tepat untuk menengahi problem. Bagaimanapun, penerapan sistem zonasi yang digagas pemerintah merupakan ikhtiar memeratakan penerimaan siswa baru. Jika di tengah jalan ada masalah, itu merupakan ujian bagi pemerintah untuk lebih cerdas dan cerdik menerapkan aturan di dunia pendidikan.

Oleh sebab itu, pemerintah harus memperhatikan sebaran sekolah negeri di berbagai daerah agar merata dan mencukupi. Perhatian ini tertuju pada beberapa aspek. Pertama, keberadaan sekolah yang dinilai daya tampungnya sedikit dan sebaliknya, harus dikaji lagi agar terjadi keseimbangan antara peserta didik dan daya tampung. Di sinilah pentingya dinas-dinas terkait memonitor serta memetakan daerah atau sekolah yang memiliki daya tampung tinggi, dan sebaliknya.

Kedua, aspek kualitas sekolah juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi disparitas antara yang favorit dan nonfavorit. Sarana dan prasarana proses pembelajaran diperlukan untuk mengejar ketertinggalan sekolah nonfavorit. Dengan pemerataan seperti ini, maka tidak ada lagi kecemburuan sosial antarsekolah di kota maupun daerah, atau sekolah favorit dan nonfavorit.

Ketiga, penguatan mutu guru di berbagai daerah harus diperbaiki. Selama ini, mitos guru di daerah sangat jauh lebih rendah kualitasnya dari guru di kota. Guru di kota dianggap lebih mudah mengakses berbagai macam pelatihan guna meningkatkan kualitas.

Sementara itu, di daerah, akses terhadap berbagai fasilitas seperti pelatihan peningkatan profesionalisme guru masih minim. Maka, pelatihan terhadap peningkatan kualitas guru juga harus merata agar tidak terjadi kesenjangan antarguru di daerah lain. Penulis Dosen IAIN Kudus

Komentar

Komentar
()

Top