Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Energi I Indonesia Miliki Potensi Penghasil Energi Geotermal Terbesar

Energi Terbarukan Mesti Prioritas

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah harus menempatkan menteri ESDM yang berpihak terhadap pengembangan energi terbarukan, karena hingga sekarang dinilai dukungannya masih minim.

JAKARTA - Praktisi yang tergabung dalam Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) mendesak pemerintah untuk menempatkan menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM), berpihak dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) khususnya bidang pengembangan energi panas bumi (geotermal). Selama ini, dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan energi panas bumi dinilai masih minim.


"Sebenarnya tawarannya menarik, tetapi minat investor turun karena kurang ekonomis. Harganya tidak sesuai karena investasinya, tentu pasti besar. Di mana-mana orang berbisnis untuk cari profit. Itulah alasannya sehingga mereka tidak berani masuk," ungkap Anggota Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Bagus Bramantio, dalam diskusi soal panas bumi di Jakarta, Selasa (22/10).


Dia memberi contoh, seperti persoalan keenganan investor untuk berinvestasi di sektor panas bumi ialah pada lelang Wilayah Kerja Panas Bumi tahap dua, beberapa waktu yang lalu yang kurang diminati pemilik modal. "Persoalan utama mengapa investor kurang tertarik untuk berinvestasi di bisnis geotermal karena tariff," turutnya.
Di dalam Peraturan Menteri ESDM No 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, ditetapkan tarif jual listrik EBT hanya sekitar 7,8 sen per kilowatt hour (kwh).


Dengan tarif harga itu, kata Bagus, investor merasa masih merugi mengingat besarnya investasi yang harus dikeluarkan untuk membangun sarana energi geotermal. Sebagai contoh, jika membangun jaringan transmisi hingga ke gunung (sumber geotermal) anggaran yang dikeluarkan tentunya tidaklah sedikit, tidak cukup hanya dengan harga 7,8 sen per kwh.
Halaman Selanjutnya....

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top