Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah I Mayoritas Pembangkit Listrik Andalkan Bahan Bakar Fosil

Energi Terbarukan Butuh Insentif

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah diminta untuk memberikan insentif kepada pengembangan energi terbarukan, agar beban kebergantungan energi impor secara nasional berkurang.

JAKARTA - Pemerintah diminta untuk meningkatkan penggunaan energi bersih yang bersumber dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Skema insentif fiskal dan subsidi yang disiapkan bagi pengembang harus benar-benar sesuai kebutuhan.

"Solusinya, pemerintah harus memberikan fiskal insentif dan subsidi kepada pengembang EBT. Tapi bukan tariff incentive, soalnya ujung-ujungnya memberatkan konsumen," tegas Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radi, di Jakarta, Minggu (7/7).

Fahmi mengatakan dengan beroperasinya PLTU Jawa 7, porsi batu bara dalam kelistrikan kian dominan. Dengan begitu, pertumbuhan pembangkit listrik dari batubara dibandingkan dengan pembangkit dari Energi Baru Terbarukan (EBT) semakin tak sebanding.

Lebih lanjut, Fahmi mengatakan, selama ini pemerintah sudah berupaya untuk mendorong percepatan penggunaan energi baru terbarukan (EBT), temasuk peraturan pemerintah yang melarang penggunaan batubara untuk PLTU Jawa. Hanya masalahnya, harga keekonomian EBT masih lebih mahal ketimbang Fosil.

Hingga kini, menurut Fahmi, regulasi tersebut belum turun, namun beberapa waktu lalu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan signal akan memberikan tax incentive, termasuk tax holiday. Dia mengakui adanya dominasi batu bara untuk mengejar target proyek 35.000 MW. Konsekuensinya 57 persen energi bersumber dari energi hitam tersebut."Tanpa tax incentive jangan harap EBT berkembang," tukas Fahmi.

Adapun dari 2015-2019 total tambahan pembangkit EBT untuk rencana umum energi nasional (RUEN) hanya sekitar 1,7-1,8 giga watt (GW). Ini jauh dari upaya mencapai target RUEN sebesar 23 persen pada 2025 yang mana kapasitas terpasangnya harus mencapai 45 GW.

Suplai Terjamin

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, mengatakan pemerintah terus mendorong percepatan program 35.000 MW dengan teknologi yang lebih ramah lingkungan, salah satunya teknologi di PLTU Jawa 7.

"Jawa-Bali kita tahu pertumbuhan ekonominya cukup pesat. Dengan adanya tambahan pasokan listrik dari PLTU Jawa 7 nantinya, pasokan industri akan lebih terjamin, masyarakat lebih produktif dan sektor ekonomi kreatif juga semakin berkembang," tambah Agung.

Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat PLN, Haryanto W.S mengungkapkan proyek tersebut direncanakan akan beroperasi resmi secara komersial untuk mendukung pasokan sistem Jawa-Bali pada Oktober 2019 untuk unit 1 dan April 2020 untuk unit 2.

Kelebihan lain dari PLTU Jawa 7 yaitu dalam operasinya menggunakan Sea Water Fuel Gas Desulfurization (SWFGD). "Sistem ini sangat ramah lingkungan karena penyaluran batubara dari tongkang menggunakan coal handling plant sepanjang 4 km sehingga tidak ada batu bara yang tercecer hingga coal yard," ungkap Haryanto.

Proyek ini memakai bahan bakar batu bara Low Rank yang memiliki nilai kalor 4000 hingga 4600 kCal per kg. Dengan kebutuhan batubara untuk menjalankan PLTU Jawa 7 sekitar tujuh juta ton per tahun bila sudah beroperasi dua unit. Setelah rampung, daya pembangkit akan disalurkan untuk memperkuat sistem interkoneksi Jawa-Bali melalui jaringan Suralaya-Balaraja 500 kV. ers/E-12

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top