Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Visi Pembangunan

Ekonomi RI Belum Berubah secara Struktural

Foto : ISTIMEWA

SUHARSO MONOARFA Menteri PPN/Kepala Beppenas - Kita hanya bisa bikin platform untuk marketplace, tetapi kita tidak bikin produknya. Desain ini yang harus kita punya dan itu harus yang lead itu adalah produk.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kondisi ekonomi Indonesia dinilai tidak mengalami perubahan secara struktural karena belum ada produk-produk unggulan yang benar-benar bersinar (rising star). Indonesia sampai saat ini belum punya produk yang memiliki daya kompleksitas tinggi yang dihasilkan dari berbagai lini industri pendukung.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Beppenas), Suharso Monoarfa, saat peluncuran buku "Menuju Indonesia Emas: Refleksi dan Visi Pembangunan 2005-2045" di Jakarta, Senin (20/11), mengatakan industri yang ada di Tanah Air, masih bersifat tunggal (single industry) sehingga tidak mengembangkan keterkaitan yang kuat dengan industri lainnya.

"Kita tidak punya daya untuk mengangkatnya, itu yang saya geregetan dari dulu sampai saat ini," katanya.

Dia mencontohkan Korea Selatan yang memiliki perkembangan industri yang melambung tinggi karena memiliki produk, seperti mobil, gawai, yang dapat melahirkan kompleksitas yang tinggi.

Indonesia, paparnya, sebenarnya memiliki PT Dirgantara Indonesia dan PT PAL, dengan berbagai kompleksitas di sana yang jika terstruktur dan didorong dengan baik maka akan memberikan daya ungkit yang besar terhadap pertumbuhan industri.

Selain itu, keberadaan enterpreneur seperti di pasar saham juga lebih banyak sebagai pedagang (trader) dan jarang sebagai pencipta produk (maker). "Kita hanya bisa bikin platform untuk marketplace, tetapi kita tidak bikin produknya. Desain ini yang harus kita punya dan itu harus yang lead itu adalah produk. Harus ada produk yang take a lead, lalu kemudian kita desain, baru benar itu," kata Suharso seperti dikutip dari Antara.

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, sepakat dengan pernyataan Suharso tersebut karena secara struktural memang belum banyak perubahan. "Ekspor Indonesia masih berbasis komoditas," tegasnya.

Jika dibandingkan Vietnam, terangnya, kita ketinggalan jauh, padahal posisi Indonesia pada tahun 1980 masih jauh lebih baik dari Vietnam. Vietnam sekarang, kata Esther, sudah bisa mengekspor produk-produk berbasis value added.

"Tidak heran, Indonesia masih masuk dalam kategori kelompok berpendapatan menengah (middle income trap)," tukasnya.

Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan tiga hal, pertama, meningkatkan kualitas pendidikan, lalu kedua mendorong investasi masuk ke Indonesia lebih banyak lagi dan terakhir meningkatkan ekspor produk yang punya nilai tambah.

Belum Berkelas Dunia

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, mengatakan industri manufaktur di Indonesia sampai saat ini masih berkutat di assembling dan belum bisa memiliki brand yang berkelas dunia. Bahkan, manufaktur yang ada khusus untuk memenuhi pasar domestik. Itu pun brand lokal yang bisa kompetitif dibanding brand milik asing masih bisa dihitung dengan jari.

"Sebenarnya harus segera dimulai, dari yang bahan bakunya kita menjadi pemenang dunia, seperti sektor pertanian dan baterai mobil listrik," kata Maruf.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top