Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pertumbuhan Ekonomi I Tantangan Ekonomi ke Depan adalah Ketidakpastian Global

Ekonomi Indonesia di Triwulan III Hadapi Tantangan Berat

Foto : AFP

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan tan­tangan keberlangsungan ekonomi In­donesia ke depan akan berasal dari eks­ternal termasuk situasi geopolitik yang tidak menentu hingga agresivitas kebi­jakan negara maju.

A   A   A   Pengaturan Font

» Windfall dari kinerja ekspor Indonesia jangan sampai kendor.

» Pertumbuhan ekonomi 5,44 persen pada Triwulan II banyak di topang oleh subsidi terutama di energi BBM, gas, listrik, dan pangan (pupuk).

JAKARTA - Perekonomian Indonesia di Triwulan III-2002 akan menemui tantangan berat karena tidak akan lagi mendapat momentum kemewahan musiman, baik itu dari hari raya keagamaan atau peristiwa-peristiwa besar lainnya seperti di Triwulan II yang membuat perekonomian berhasil tumbuh 5,44 persen. Hal itu tentu saja berimplikasi kepada kinerja perekonomian di paruh kedua 2002.

"Tantangan perekonomian di tahun 2002 cukup berat. Jika pertumbuhan ekonomi Triwulan III dan IV 2022 bisa dipertahankan di angka 5,44 persen saja sudah sangat bagus. Tetapi, kemungkinan Triwulan III dan IV akan lebih rendah dibanding Triwulan II karena tak ada momentum kemewahan hari raya seperti Lebaran, hanya Natal di Triwulan IV/2022," kata Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listyanto, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (7/8).

Karena itu, Eko Listyanto berharap windfall dari kinerja ekspor Indonesia pada Triwulan II/2022 sebesar 19,74 persen year on year (yoy) jangan sampai kendor meski tanda-tanda mulai menipisnya surplus sudah kelihatan. Hal itu bisa dilihat dari kecenderungan perkembangan ekonomi negara mitra dagang Indonesia yang mengalami peningkatan inflasi, sementara pertumbuhan ekonomi menurun. Hal tersebut membuat daya beli tergerus sehingga permintaan negara mitra dagang terhadap komoditas dari Indonesia juga akan menurun.

"Ini harus diantisipasi karena kalau turun, persoalannya bukan hanya terhadap neraca perdagangan, tetapi juga kepada stabilitas nilai tukar kita. Ini kan pundi-pundi cadangan devisa," katanya.

Menurut Eko, kini pemerintah disebut sedang berupaya mempertahankan suku bunga perekonomian. Tetapi, implikasi dari kebijakan itu adalah nilai rupiah tertekan sehingga lebih sering membutuhkan operasi moneter yang pasti membutuhkan amunisi, yakni cadangan devisa.

"Kalau kita tak bisa merawat surplus ekspor, memang kemungkinan tekanan ke rupiahnya juga lebih tinggi disebabkan ini salah satu yang menjadi penopang utama karena modal asing sudah banyak yang keluar, terutama dana-dana portofolio seiring dengan agresivitas dari Fed Fund Rate (FFR)," kata Eko.

Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori mengatakan, secara kuantitatif capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,44 persen tersebut mengalami penurunan dibandingkan Triwulan II Tahun 2021 (TW II/2021) yang sebesar 7,07 persen. Artinya, terdapat penurunan persentase selama satu tahun sebesar 2,67 persen.

"Pencapaian ini jelas bukanlah sebuah prestasi," tegas Defiyan.

Ekonom STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 5,44 persen pada Triwulan II tahun ini, banyak di topang oleh subsidi terutama di energi BBM, gas, listrik, dan pangan (pupuk). Artinya, pertumbuhan ini sangat tergantung pada sejauh mana kekuatan APBN dalam menahan kenaikan harga-harga tersebut di tengah gejolak geopolitik yang makin memanas.

Eksternal

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan tantangan keberlangsungan ekonomi Indonesia ke depan akan berasal dari eksternal termasuk situasi geopolitik yang tidak menentu hingga agresivitas kebijakan negara maju.

"Tantangan ke depan seperti apa? Well, it is certainly coming from luar. Selain itu, langkah The Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunganya secara lebih agresif turut menambah tantangan bagi berbagai negara termasuk negara berkembang seperti Indonesia," kata Sri Mulyani, pekan lalu.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, pun berpandangan bahwa tantangan yang akan dihadapi di triwulan III dan IV 2022 adalah persoalan ketidakpastian global

Ia meyakini ke depan, tekanan global berisiko membesar. Dari sisi geopolitik, belum berakhirnya perang Russia- Ukraina membuat gejolak ekonomi belum akan reda. Situasi menjadi lebih rumit saat tensi geopolitik antara Taiwan dan Tiongkok semakin membara di semester II-2022.

Dari sisi keuangan, agresivitas kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan terus berlangsung sampai ada tanda-tanda tekanan inflasi di Amerika mereda. "Ini mengindikasikan akan adanya peningkatan volatilitas keuangan di semester II-2022 dan bahkan tahun depan," papar Esther.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di Triwulan III 2002 minimal sama dengan capaian di Triwulan II sebesar 5,44 persen, bisa dicapai dengan mengurangi impor, terutama impor energi fosil dan memberi ruang bagi pengembangan energi terbarukan.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top