Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Efektivitas Bulan K3

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Nabila Annuria

Pemerintah sedang menggalakkan program keselamatan kerja. Utamanya, menyasar industri yang belum memiliki sistem dan prosedur keselamatan kerja baik. Kecelakaan kerja datangnya tiba-tiba dan bisa sangat fatal. Maka, perlu budaya pencegahan oleh semua pemangku kepentingan agar tercipta zero accident.

Sistem hubungan industrial tidak boleh lengah dan lelah menyempurnakan sistem keselamatan kerja. Pencanangan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional 2019 15 Januari-14 Februari 2019 bisa efektif jika diisi dengan konten yang sesuai dengan kondisi aktual di lapangan. Efektivitas Bulan K3 sangat tergantung pada komitmen dan kepedulian pengusaha, sebab hingga kini, masih banyak pengusaha mengabaikan faktor K3.

Begitu pula pengawas ketenagakerjaan juga masih banyak belum melaksanakan fungsinya dengan baik. Akibatnya, berbagai kondisi yang bisa menyebabkan kecelakaan kerja semakin bermunculan. Data dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan, sepanjang tahun 2018 terdapat 157.313 klaim kasus kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja antara lain kecelakaan lalu lintas dalam perjalanan pekerja menuju tempat kerja dan pulang.

Kerawanan kondisi keselamatan kerja selain karena buruknya budaya dan sistem keselamatan kerja yang diterapkan perusahaan, juga semakin tuanya mesin dan peralatan pabrik. Tema pokok Bulan K3 Tahun 2019 ini "Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Indonesia Berbudaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Mendukung Stabilitas Ekonomi Nasional."

Tema ini terkendala tingkat pendidikan pekerja yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2018 terdapat sebanyak 58,8 persen dari total angkatan kerja hanyalah tamatan SMP ke bawah. Hal tersebut berdampak pada rendahnya kesadaran pentingnya perilaku selamat dalam bekerja.

Kecelakaan kerja tidak hanya menyebabkan kematian, kerugian materi, moril dan pencemaran lingkungan, namun juga dapat mempengaruhi produktivitas serta kesejahteraan masyarakat. Kecelakaan kerja juga mempengaruhi indeks pembangunan manusia dan daya saing nasional. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi menuntut segenap bangsa merevisi undang-undang terkait yang berusia hampir 50 tahun. Saat itu, teknologi produksi belum berkembang sedemikian rupa.

Revisi untuk menekan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kementerian Tenaga Kerja sebagai pemegang kebijakan nasional di bidang K3 selama ini berperdoman pada Undang-Undang No 1 Tahun 1970. Kewajiban untuk membudayakan K3 perlu menyempurnakan peraturan perundang-undangan serta standar K3. Pemerintah perlu meningkatkan peran pengawas K3 dalam pembinaan, pemeriksaan, dan penegakan hukumnya.

Terkait dengan era industri 4.0 perlu meningkatkan peran asosiasi-asosiasi profesi K3 dan perguruan tinggi yang memiliki program K3. Selain itu, juga perlu meningkatkan peran serta Indonesia dalam forum regional dan internasional dalam bidang K3. Hingga kini, kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian dan cacat masih besar. Menurut organisasi buruh sedunia, ILO, setiap tahun terjadi sekitar 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan sekitar 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Dari jumlah tersebut 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja.

Dalam hitungan ekonomi, kerugian tahunan akibat kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan di beberapa negara bisa mencapai 4 persen dari produk nasional bruto (PNB). Kita mesti belajar dari sejarah terkait kecelakaan kerja yang mengguncang dunia karena dampaknya sangat dahsyat.

Kecelakaan kerja bisa terjadi di mana saja baik di negara berkembang ataupun maju. Kita perlu mempelajari peristiwa besar tadi agar mendapat pelajaran dari kasus kecelakaan kerja terparah dalam sejarah agar tidak terulang. Masih hangat dalam ingatan akan kasus ledakan pabrik kembang api dan petasan terbakar di Tangerang pada 2017 yang menewaskan 47 pekerja.

Ini merupakan tragedi nasional kecelakaan kerja yang sangat memilukan. Sejarah juga mencatat tragedi Bhopal. Pada tanggal 3 Desember 1984 dinihari, sebuah relief valve membuka pada penyimpanan material yang sangat beracun yaitu metal isosianat (MIC) di Union Carbide India Ltd (UCIL) Bhopal, India. Puluhan ribu tewas dalam kejadian tersebut. Ini merupakan kecelakaan terparah dalam industri kimia.

Senyawa MIC terlepas ke udara bebas lalu mencemari perumahan sekitar pabrik. Investigator menyimpulkan, terdapat air yang masuk ke dalam penyimpanan tangki MIC tank 610. Pada saat kejadian, operator control room melihat tekanan dalam MIC tank 610 sudah mencapai 30 psig, normalnya 2-25 psig. Sekitar pukul 01.30-02.30, ketika warga sekitar pabrik sedang tidur pulas, safety valve pada tank 610 terbuka dan terjadi pelepasan MIC ke udara.

Saat ini, perlu revisi paragraf kelima UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur ketentuan K3. Dalam pasal itu fungsi pengawasan terkait K3 perusaahaan masih lemah dan sering banyak hambatan saat menjalankan tugas. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sampai 2017 baru ada 351 pengawas spesialis bidang K3 secara nasional.

Sedangkan jumlah perusahaan jasa bidang K3 sebanyak 850 yang kurang optimal. Sampai kini pembenahan K3 belum total. Tugas dan fungsi pengawas ketenagakerjaan harus dikelola secara terpusat. Ini untuk mengoptimalkan seluruh aspek pengawasan bidang ketenagakerjaan yang selama ini terkendala karena otonomi daerah. Selain itu, hal ini juga agar pelaksanaan fungsi pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah menjadi lebih independen dan terintegrasi.

Dari Inggris

Menurut ketentuan ILO, pengawasan ketenagakerjaan adalah fungsi publik administrasi yang memastikan penerapan perundang-undangan di tempat kerja bisa berjalan baik. Sejarah mencatat, pengawas ketenagakerjaan pertama dilakukan di Inggris pada 1833. Kini pengawasan ketenagakerjaan telah dibentuk di hampir semua negara.

Layanan pengawasan diselenggarakan secara berbeda-beda di tiap Negara. Alokasi anggarannya juga bervariasi karena perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi, politis perburuhan dan kondisi profesionalitas. Berbagai jenis perusahaan perlu dilengkapi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sesuai ketentuan.

SMK3 dilaksanakan dalam rangka pengendalian risiko kerja agar tercipta tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Seluruh industri perlu terus memperbaiki aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup sebagai prioritas usaha. Efektivitas prosedur keselamatan kerja dan kemampuan tanggap darurat perlu dilengkapi dengan berbagai prosedur terbaru. Teori dasar untuk menjelaskan kecelakaan kerja adalah "Teori Domino" yang dikembangkan HW Heinrich.

Menurut teori itu, kecelakaan terjadi bukan karena faktor tunggal, tetapi banyak. Sebabnya antara lain, kurangnya kompetensi atau persepsi negatif terhadap pelatihan dan keamanan.

Penulis Lulusan Fakultas Sainstek Universitas Airlangga, Pekerja Industri Pengolahan

Komentar

Komentar
()

Top