Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

“Eco Enzyme" dari Sampah Organik Jadi Larutan Multifungsi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Eco enzyme dari sisa bahan organik rumah tangga diklaim multifungsi, bisa dipakai sebagai pupuk organik, pestisida alami, hingga pembersih lantai.

Berbagai upaya dan kampanye sampah saat ini lebih banyak digencarkan pada pengelolaan sampah plastik yang sulit terurai. Namun, bagaimana dengan sampah organik yang kebanyakan tidak diolah kembali dan berakhir di tempat pembuangan akhir atau TPA?
Menurut catatan Kinerja Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, pada 2021 timbunan sampah di 207 kabupaten atau kota se-Indonesia mencapai lebih dari 25.600 ton. Sekitar 40 persen dari jumlah tersebut adalah sampah rumah tangga dan 29,5 persen di antaranya adalah sisa makanan.
Sebenarnya, sebelum berakhir di TPA sampah organik masih bisa diolah menjadi berbagai produk alami seperti pupuk kompos dan bahkan eco enzyme yang belakangan mulai populer.
Berbeda dengan kompos dan bokashi yang penggunaannya terbatas sebagai pupuk, eco enzyme diklaim multifungsi. Mulai dari pupuk organik, pestisida alami, hingga pembersih lantai.
Jokoryanto, relawan dan salah satu pendiri komunitas Eco Enzyme Nusantara, mengungkapkan bahwa cairan ini adalah hasil fermentasi dari sisa kulit buah, sayur, dan sampah organik lainnya yang dicampur dengan gula dan air. Komunitas Eco Enzyme Nusantara rutin berbagi pengetahuan tentang proses pembuatan dan pemanfaatan eco enzyme.
"Bukan sampah organik, tapi bahan organik. Karena kalau sampah sudah dibuang di TPA dan kalau pakai istilah sampah itu orang jijik. Ini masih bahan organik, bahan sisa yang tidak terpakai lagi," kata Joko.
Joko mengatakan bahwa eco enzyme ditemukan oleh seorang ahli pertanian organik dan ahli pengobatan alternatif bernama Dr Rosukon Poompanvong, yang kemudian mendirikan Asosiasi Pertanian Organik Thailand.
"Awal mulanya Dr Rosukon ini terlahir punya masalah kelainan darah, sejenis leukemia, dia tidak tahan dengan bahan kimia apa pun. Tapi dia bekerja di bidang pertanian dan dia merasa tidak sehat karena bahan kimia yang dipakai di pertanian. Akhirnya dia meneliti bahan alami apa yang bisa mengganti penggunaan bahan kimia tersebut," kata Joko yang memulai komunitas Eco Enzyme Nusantara sejak 2019 lalu.
Rosukon awalnya melakukan penelitian untuk mencari alternatif dari bahan kimia untuk dipakai di pertanian organik. Namun ia kemudian malah menemukan cara untuk mengolah berbagai sisa bahan organik seperti kulit buah dan sayur dari limbah rumah tangga.
"Dia sengaja tidak mematenkan eco enzyme yang diteliti selama 30 tahun ini agar bisa dibuat semua orang. Harapannya semua orang bisa mengolah sisa bahan organik rumah tangganya sendiri," ucap dia.
Dr Arie Srihadyastutie, dosen program studi kimia di Universitas Brawijaya, Malang, mengungkapkan bahwa larutan eco enzyme terbentuk dari proses proses fermentasi fakultatif anaerob atau fermentasi yang terjadi dengan atau tanpa membutuhkan oksigen. Proses fermentasi mulai terjadi ketika mikroba yang hidup dalam sisa bahan organik mengolah gula sebagai sumber energi dan menghasilkan berbagai enzim alami.
Salah satu bakteri yang tumbuh dalam pembuatan eco enzyme adalah bakteri asam laktat yang mengubah oksigen menjadi senyawa hidrogen peroksida (H2O2). Senyawa tersebut akan bersifat toksik atau beracun pada bakteri patogen atau bakteri berbahaya yang tumbuh di larutan eco enzyme. Namun dalam dosis rendah, hidrogen peroksida juga berguna untuk desinfektan.
Selain hidrogen peroksida, kandungan bahan aktif di dalam larutan tersebut antara lain yakni etanol dan asam organik seperti asam asetat. Sedangkan enzim yang ada di dalamnya antara lain amilase, lipase, dan protease.
"Ketiga jenis enzim itu sudah pasti ada di dalam semua jenis eco enzyme. Enzim alami lainnya pasti ada, tapi itu tergantung dari bahan organik yang dipakai," kata Dr Arie.
Untuk mendapatkan keragaman bakteri menguntungkan dalam satu cairan eco enzyme, Arie menyarankan agar mencampur lima jenis atau lebih banyak bahan organik dalam satu kali pembuatan cairan.
Sebelum digunakan, cairan ini harus diencerkan dengan menambahkan air karena eco enzyme memiliki pH atau derajat keasaman yang rendah. Semakin rendah pH-nya, semakin cairan bersifat asam.
Jokoryanto dari Eco Enzyme Nusantara mengungkapkan komunitasnya pernah beberapa kali melakukan aksi hijau untuk menjernihkan air sungai, penyemprotan tempat pembuangan sampah di Suwung, Bali, dan proses desinfektasi. "Kami pernah melakukan penyemprotan selama 1 bulan di TPA Suwung yang bau. Sehari penyemprotan menghabiskan 40 ribu liter eco enzyme. Hasilnya bagus, sudah tidak bau lagi," ungkap dia.

Bahan Sisa
Pada dasarnya, eco enzyme bisa dibuat dari beragam sisa bahan organik rumah tangga. Kunci pembuatan cairan ini terletak pada rasio 1:3:10 untuk gula, bahan organik, dan air.
Dina Istiqomah, dosen di Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, mengatakan takaran tersebut adalah rasio termudah yang bisa diterapkan untuk produksi rumahan. Pembuatan eco enzyme ini bisa dilakukan dengan mencampur 10 liter air dengan 1 kilogram gula dan 3 kilogram bahan organik.
Gula merah dianggap paling baik dibandingkan jenis lain lantaran tidak mengalami proses pemutihan dan pengkristalan. Proses pemutihan dan pengkristalan ini, menurut Dina, bisa berefek pada keragaman mikroba dan enzim akhir yang dihasilkan.
Semua bahan ini dicampur menjadi satu wadah plastik yang ditutup rapat. Ia menyarankan untuk menghindari wadah kaca atau logam karena fermentasi akan menimbulkan gas dan asam. Proses fermentasi yang memakan waktu sekitar 3-6 bulan ini akan mengubah bahan organik, gula, dan air menjadi eco enzyme. "Lama fermentasinya tergantung daerahnya, untuk subtropis 6 bulan, tropis 3 bulan sudah bisa panen," ujar Dina.
Setelah tiga bulan, eco enzyme akan matang dan bisa diketahui dari aromanya yang harum sesuai bahan organik asal dan aroma manis gula.
Untuk menghasilkan aroma akhir yang harum, Dina menganjurkan memakai campuran 60 persen kulit buah dan 40 persen sisa sayur
"Kekurangannya, bahan organiknya itu harus segar, tidak bisa yang sudah busuk. Caranya adalah dengan dikumpulkan dulu dalam plastik dan masukkan ke lemari es sampai bahan yang dibutuhkan terkumpul," ujar Dina.
Ia juga mengatakan bahwa membuat eco enzyme tidak bisa menggunakan bahan organik yang keras seperti kulit singkong atau sabut kelapa. Selain itu, bahan kering, bahan berminyak, misalnya ampas kelapa juga tidak bisa dipakai lantaran kandungan lemak dan minyak di dalamnya. DW/I-1

Cairan yang Punya Banyak Manfaat

Eco enzyme adalah salah satu produk dari sisa organik yang memiliki banyak manfaat.
Eco enzyme pertama kali diperkenalkan oleh Dr Rosukon Poompanvong yang merupakan pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand.
Tujuan dari proyek ini untuk mengolah enzim dari sampah organik yang biasanya dibuang ke dalam tong sampah menjadi pembersih organik atau sebagai pupuk alami dan pestisida yang efektif. Jadi, eco enzyme ini adalah hasil dari fermentasi limbah dapur organik semisal ampas buah dan sayuran, gula (gula cokelat, gula merah atau gula tebu), dan juga air.
Oleh karenanya, eco enzyme memiliki warna cokelat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang cukup kuat.
Menurut laman zerowaste.id, eco enzyme bisa menjadi cairan serbaguna dan pengaplikasinya meliputi rumah tangga, pertanian, atau untuk peternakan. Pada dasarnya, eco enzyme ini akan mempercepat reaksi biokimia di alam untuk menghasilkan enzim yang berguna menggunakan ampas buah atau sayuran.
Pengolahan sampah organik ini bisa menjadi salah satu cara manajemen sampah yang memanfaatkan sisa-sisa dapur untuk sesuatu yang sangat bermanfaat.
Dari hari pertama membuat eco enzyme, prosesnya akan melepaskan gas ozon yang bisa mengurangi karbon dioksida di atmosfer yang memerangkap panas di awan. Jadi, eco enzyme juga bisa mengurangi gas rumah kaca dan mencegah efek rumah kaca yang berlebihan yang berujung pada pemanasan global.
Enzim ini akan mengubah amonia menjadi nitrat (NO3) yakni hormon alami dan nutrisi untuk tanaman. Sementara itu, eco enzyme juga akan mengubah karbon dioksida menjadi karbonat (CO3) yang bermanfaat bagi tanaman laut dan kehidupan laut.
Adapun alasan agar kita perlu mempertimbangkan untuk membuat eco enzyme sendiri di rumah yaitu:

· Hemat
Dengan mengubah sampah dapur menjadi pembersih rumah tangga alami. Ini akan membuat kita hemat dan tidak perlu lagi membeli produk pembersih tersebut.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top