Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Duh! AS Kritik Keras Pinjaman Utang Tiongkok Bebani Negara Miskin

Foto : Reuters

Ilustrasi bendera AS dan Tiongkok

A   A   A   Pengaturan Font

Penasihat Utama Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen, Brent Neiman mengkritik Tiongkok terkait utang. Menurutnya, langkah Tiongkok mampu membebani lusinan negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan masalah pembayaran utang selama bertahun-tahun, pertumbuhan yang lebih rendah dan kurangnya investasi.

Neiman menyebut praktik utang Tiongkok "tidak konvensional". Beijing diperkirakan memiliki pinjaman resmi mencapai 500 miliar dolar AS hingga 1 triliun dolar AS yang beredar untuk sejumlah negara, terutama yang berpenghasilan rendah dan menengah.

"Skala besar Tiongkok sebagai pemberi pinjaman berarti partisipasinya sangat penting," kata Neiman dalam acara di Peterson Institute for International Economics, dikutip dari Reuters, Rabu (21/9).

Ia mengatakan, banyak dari negara-negara tersebut menghadapi kesulitan utang usai meminjam banyak biaya untuk memerangi Covid-19 dan kejatuhan ekonominya.

"Sekarang perang Rusia di Ukraina telah menyebabkan harga pangan dan energi melonjak, sementara kenaikan suku bunga di negara maju telah memicu arus keluar modal bersih terbesar dari pasar negara berkembang sejak krisis keuangan global," ucapnya.

Menurut Neiman, krisis utang sistemik belum terwujud. Meski begitu, tekanan ekonomi dan kerentanan domestik meningkat dan bisa tumbuh lebih buruk.

Tiongkok, kata dia, memiliki tanggung jawab unik dalam masalah utang karena merupakan kreditur bilateral terbesar di dunia, dengan klaim yang melampaui Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan semua kreditur resmi Paris Club digabungkan.

"Praktik utang Tiongkok menandai salvo terbaru oleh pejabat Barat dan para pemimpin Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, yang telah bosan dengan penundaan dan janji yang dilanggar oleh Tiongkok dan pemberi pinjaman swasta," ujar Neiman.

Neiman membeberkan, sebanyak 44 negara berutang setara dengan lebih dari 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) ke Tiongkok. Tetapi Beijing secara konsisten tak membantu ketika negara-negara membutuhkan bantuan.

Sebaliknya, Tiongkok telah memilih untuk memperpanjang jatuh tempo atau masa tenggang, dan dalam beberapa kasus, seperti di Kongo pada 2018, bahkan akhirnya meningkatkan nilai bersih pinjamannya.

"Tiongkok kurang transparansi dan seringnya penggunaan perjanjian kerahasiaan memperumit upaya restrukturisasi utang terkoordinasi dan berarti kewajiban kepada Tiongkok secara sistematis dikeluarkan dari pengawasan multilateral," tutur Neiman.

Beijing menandatangani Kerangka Kerja Umum untuk perawatan utang yang disepakati oleh Kelompok G20, namun tak direalisasikan di Chad dan Ethiopia, dua dari tiga negara yang mencari bantuan. Selain itu, hal serupa terjadi di Zambia. Tiongkok malah memperpanjang ketidakpastian dan mencegah negara-negara lain untuk memberikan bantuan.

Neiman berharap kreditur Zambia bisa menyelesaikan nota kesepahaman pada akhir tahun.

"Ketiga kasus tersebut harus diselesaikan dengan cepat," kata Neiman, seraya menambahkan bahwa beberapa negara berpenghasilan menengah seperti Sri Lanka juga membutuhkan restrukturisasi utang yang mendesak.

Neiman memperingatkan bahwa pembiayaan IMF tidak boleh digunakan oleh negara-negara untuk membayar kreditur terpilih, dan menyerukan pelaporan dan pelacakan jaminan pembiayaan yang lebih transparan.

Dia mencatat bahwa Tiongkok telah terlibat dalam praktik "tidak konvensional" yang memungkinkan IMF untuk bergerak maju tanpa memperoleh jaminan pembiayaan standar.

Neiman menyebut tindakan Tiongkok di masa lalu atas utang Ekuador pada tahun 2020 dan penolakannya untuk merestrukturisasi layanan utangnya untuk Argentina, meskipun kreditur Paris Club kemungkinan akan melakukannya.

"Dalam banyak kasus ini, China bukan satu-satunya kreditur yang menahan implementasi yang cepat dan efektif dari pedoman tipikal (restrukturisasi utang). Tetapi di seluruh lanskap pinjaman internasional, kurangnya partisipasi China dalam penghapusan utang terkoordinasi adalah yang paling umum dan paling konsekuensial," tuturnya.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Rivaldi Dani Rahmadi

Komentar

Komentar
()

Top