Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Konflik di Myanmar I AS Kembali Perbarui Seruan Embargo Senjata pada Myanmar

Dua Staf LSM Internasional Tewas dalam Pembantaian

Foto : AFP/KARENNI NATIONALITIES DEFENSE FORCE

Kendaraan Dibakar l Foto yang diambil oleh kelompok pemberontak Karenni yang dipublikasikan pada 25 Desember lalu memperlihatkan sejumlah kendaraan dibakar di jalan Kota Hpruso di Negara Bagian Kayah. Selain membakar kendaraan, pasukan junta juga dilaporkan telah melakukan pembantaian dan membakar para korban pembantaian itu.

A   A   A   Pengaturan Font

YANGON - Organisasi kemanusiaan internasional, Save the Children, pada Selasa (28/12) memastikan bahwa dua stafnya tewas dalam pembantaian di Myanmar yang merenggut nyawa lebih dari 30 orang beberapa waktu lalu. Dalam pembantaian itu, junta yang berkuasa di Myanmar dituding sebagai pelaku dari aksi keji itu.

Sebelumnya pihak pemberontak antijunta mengatakan bahwa mereka menemukan lebih dari 30 mayat, termasuk wanita dan anak-anak, dibakar di jalan raya di Negara Bagian Kayah timur di mana sebelumnya pemberontak prodemokrasi bentrok dengan pasukan militer.

Save the Children mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa dua stafnya yang sebelumnya dinyatakan hilang, termasuk di antara sedikitnya 35 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, yang dibantai.

"Tentara memaksa orang-orang keluar dari mobil mereka, menangkap beberapa dan membantai banyak orang lalu membakar jasad-jasad itu," kata kepala eksekutif LSM internasional Save the Children, Inger Ashing.

Menurut pernyataan Save the Children, salah satu staf pria telah bergabung dengan LSM internasional itu sebagai pelatih guru dan satu staf lainnya telah bergabung dengan Save the Children selama enam tahun lalu. Save the Children tidak akan mengidentifikasi ijati diri kedua stafnya itu karena alasan keamanan.

"Kabar ini benar-benar mengerikan. Kami terguncang oleh kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil dan staf kami yang mendedikasikan dirinya untuk misi kemanusiaan dan mendukung jutaan anak yang membutuhkan di seluruh Myanmar," ujar Ashing.

Pihak junta sebelumnya mengatakan pasukannya telah di serang di Kota Hpruso pada Jumat (24/12) pekan lalu, setelah mereka berusaha menghentikan iring-iringan tujuh mobil yang melintas secara mencurigakan.

"Pasukan menewaskan sejumlah orang dalam bentrokan berikutnya," kata juru bicara junta, Zaw Min Tun.

Reaksi AS

Menanggapi laporan terjadinya pembantaian itu, Amerika Serikat (AS) yang telah memimpin dalam pemberian sanksi terhadap junta, segera memperbaharui seruan untuk embargo senjata terhadap Myanmar.

"Menarget orang-orang tak bersalah dan pekerja bantuan kemanusiaan, tidak dapat diterima. Kekejaman militer yang meluas terhadap rakyat Myanmar menggarisbawahi urgensi untuk menuntut pertanggungjawaban anggotanya," kata Menlu AS, Antony Blinken.

"Masyarakat internasional harus berbuat lebih banyak untuk mencegah terulangnya kekejaman di Myanmar, termasuk dengan mengakhiri penjualan senjata dan teknologi kepada militer," imbuh dia.

Negara-negara Barat telah lama membatasi penjualan senjata untuk militer di Myanmar setelah negara itu dituding telah melakukan kejahatan kemanusiaan saat terjadi penumpasan terhadap warga minoritas Rohingya. SB/AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top