DPR Sahkan UU Ekstradisi Bilateral dan UU soal Keuangan
SAHKAN UU | DPR RI mengesahkan RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan. UU Ekstradisi Buronan Indonesia-Singapura itu disahkan dalam rapat paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan II tahun 2022-2023 yang dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani, Kamis (15/12).
Foto: ANTARA/M AGUNG RAJASAJAKARTA - DPR RI mengesahkan Undang-Undang Perjanjian Ekstradisi Bilateral dengan Singapura pada sidang paripurna yang digelar Kamis (15/12). Selain UU tersebut, parlemen juga meloloskan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Pemerintah telah lama mengharapkan UU Perjanjian Ekstradisi Bilateral dengan Singapura yang dapat membantu pihak berwenang mengadili orang-orang yang dituduh menyembunyikan miliaran dollar uang milik negara di Negeri Singa itu.
Rapat digelar di ruang rapat paripurna DPR, Senayan, Jakarta, Dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani. Terlihat Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dan Rachmat Gobel hadir dalam rapat.
Perjanjian ekstradisi menjadi isu sensitif bagi Indonesia yang mengeluhkan sulitnya mengejar buronan yang dituduh menggelapkan uang dalam jumlah besar selama krisis keuangan menghantam Asia pada 1997-1998.
Di bawah perjanjian ekstradisi, yang ditandatangani oleh para pemimpin negara pada bulan Januari, orang yang telah melakukan 31 jenis kejahatan akan dapat diekstradisi dan akan berlaku untuk pelanggaran yang dilakukan hingga 18 tahun yang lalu.
Kesepakatan itu juga berarti bahwa orang tidak akan dapat melarikan diri dari tindak pidana dengan mengubah kewarganegaraan mereka.
Berbicara setelah persetujuan DPR, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly, mengatakan bahwa UU tersebut "akan memberikan kepastian hukum bagi kedua negara dalam proses ekstradisi buronan".
Singapura mengatakan perjanjian itu "juga akan membantu upaya Indonesia sendiri untuk mencegah tersangka penjahat melarikan diri ke luar negeri, dan agar mereka ditangkap di Indonesia".
Pemerintah telah membentuk gugus tugas "BLBI" yang mengejar delapan miliar dollar dana talangan yang diberikan Jakarta kepada pemilik bank dan peminjam setelah krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an. Mereka mangkir dalam melunasi utang-utang tersebut.
Pemerintah sejak lama ingin mengesahkan UU tersebut. Pada tahun 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, mengawasi penandatanganan perjanjian ekstradisi dan perjanjian kerja sama pertahanan. Namun, DPR tidak pernah meratifikasi perjanjian tersebut.
Penguatan Sektor Keuangan
Sementara itu, DPR juga mengesahkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Aturan itu akan memperluas mandat bank sentral untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan juga memformalkan operasi monetisasi utangnya.
UU PPSK terlihat membuka pintu bagi mantan politisi untuk memimpin Bank Indonesia (BI), meningkatkan kekhawatiran tentang independensinya.
Redaktur: andes
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
Berita Terkini
- Yang Mau Jalan-jalan Simak Prakiraan BMKG Ini, Jakarta Diprediksi Hujan Ringan Pada Sabtu Sore
- Mabes Polri Asistensi Penyelidikan Kasus Polisi Tembak Polisi
- Ini Hasil Undian UEFA Nations League: Belanda vs Spanyol, Italia vs Jerman
- Masyarakat Perlu Dilibatkan Cegah Gangguan Mental Korban Judol
- Tiga Seksi Tol IKN Belum Bertarif saat Difungsionalkan pada 2025