Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Dosen Psikologi Muhammadiyah: Hati Hati Konsumsi Berita Tidak Benar

Foto : Istimewa

Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Yayah Khisbiyah.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Banyaknya informasi di media sosial membuat kita harus lebih berhati-hati dalam mengonsumsi berita yang benar dan tidak benar. Jika kita termakan oleh berita yang salah akan menimbulkan akibat fatal, seperti ketakutan-ketakutan hinggatoxic positivity.

"Jadi di satu sisi kalau konten media ini keliru maka bisa menimbulkan ketakutan. Di sisi yang lain kalau konten medianya itu mengatakan ini takdir Allah maka sabarlah, pasrahlah, yang terkena Covid-19 ini tidak pandang bulu. Pokoknya Allah yang menentukan jadi lakukan saja kegiatan seperti biasa. Jangan takut beribadah ke masjid karena Allah yang menentukan. Lalu kemudian orang merasa bahwa Allah yang menentukan semuanya dan mereka melakukan banyak hal yang seharusnya tidak dilakukan, ini namanyatoxic positivity," tutur Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Yayah Khisbiyah, baru-baru ini.

Menurut Yayah, bila warga tetap memaksakan pandangan-pandangan yang salah padahal konsisi pandemi Covid-19 ini sudah sedemikian runyamnya dengan kata lain itu sepertisilent killer, karena risikonya mengancam nyawa banyak orang dan penularan yang semakin tinggi.

Menurutnya, banyak sekali masyarkat yang berpandangan bahwa tidak apa-apa berjamaah di masjid justru akan menambah imun dan tetap memakmurkan masjid malah akan di dilindungi Allah karena tidak tergolong umat yang menghabat ibadah umat Islam. Padahal hal semacam itu justru menyebabkantoxic positivityyang mengabaikan aspek-aspek saintifik dan justu sangat berisiko. Hal itu diperburuk juga dengan sekarang banyak imam masjid, dai, ustad yang justru bertentangan dengan kebijakan pemerintah bahkan fatwa MUI dan majelis tarjih dan tajdid.

Maka diperlukan pendekatan khusus menangani hal tersebut. Yayah mengatakan paling tidak pemerintah atau ormas melakukan minimal briefing atau workshop sehingga fatwa dan kebijakan ini tidak dianggap sebagaitop downyakni kebijakan yang dibuat dari atas kebawah tanpa melibatkan mereka. Jika hal itu dilakukan maka rasa kepemilikan terhadap fatwa itu mungkin berbeda.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top