Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilisasi Harga Garam I Impor Sebisa Mungkin Disubstitusi Garam Rakyat

Dorong Kolaborasi Petani-Investor

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah perlu menjadi katalisator dari kerja sama antara investor dengan petani garam guna stabilisasi harga garam, khususnya saat produksi berlimpah pada masa panen raya.

Jakarta - Pemerintah dinilai perlu untuk memfasilitasi lebih banyak investor ke bidang produksi garam dalam rangka menstabilkan harga garam yang dilaporkan terus turun sehingga merugikan petani.

"Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang lebih progresif," kata Anggota Komisi IV DPRRI, Agung Widyantoro, di Jakarta, Senin (17/6).

Menurut dia, sejumlah langkah progresif yang bisa diambil adalah mengolaborasikan antara investor dengan petani garam agar bisa bekerja sama. Dengan demikian, diharapkan harga garam dapat stabil ke depan, khususnya ketika masa menjelang panen raya di mana produksi akan semakin berlebih.

Apalagi, politisi Partai Golkar itu mengingatkan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki hamparan garis pantai yang panjang sebagai lahan produksi garam.

Sebelumnya, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat, mengaku optimistis daerahnya bisa membantu mengurangi defisit neraca perdagangan nasional lewat produksi komoditas garam yang sedang dikerjakan di daerah setempat.

"Defisit neraca perdagangan Indonesia cukup lumayan, kami sedang juga membantu itu lewat produksi garam," katanya di Kupang, 3 Juni.

Dia menjelaskan, kebutuhan garam nasional yang diimpor dalam tahun ini mencapai sebanyak 3,7 juta metrik ton. Untuk itu, ia menargetkan ke depan NTTmampu menyalurkan 1,5 juta metrik ton untuk kebutuhan nasional paling lambat hingga tahun 2025.

"Saya ingin 2025 kita menghasilkan 1,5 juta metrik ton garam berarti bisa bisa berkurang, dan itu sumbangan NTTmengurangi defisit perdagangan negara ini," katanya.

Seperti diketahui, impor garam terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018, volume impor garam naik menjadi 2.718.659 ton dari catatan pada 2017 sebanyak 2.552.283 ton. Bahkan, tahun ini, impor garam diproyeksikan kembali meningkat menjadi 2.724.772 ton.

Sementara itu, produksi garam pada 2018 mencapai 2.719.256 ton dengan stok awal yang ada di produsen dan konsumen mencapai 325.099 ton. Sedangkan pada 2017, produksi hanya mencapai 1.111.395 ton dengan stok awal sebesar 783.187 ton.

Masalah Berulang

Peningkatan impor dan produksi tak ayal telah menyebabkan stok garam berlimpah sehingga berdampak pada penurunan harga. Apabila kondisi tersebut dibiarkan berlarut-larut, banyak petani garam kehilangan mata pencahariannya.

Karenanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut data yang akurat terkait suplai dan permintaan garam menjadi kunci utama dalam kebijakan impor komoditas tersebut. Dengan klasifikasi kebutuhan garam industri yang akurat, maka akan lebih mudah mencari pengganti garam impor yang selama ini digunakan industri manufaktur.

Direktur Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan pihaknya berharap impor bisa disubstitusi semaksimal mungkin oleh garam rakyat yang diproduksi di dalam negeri. Dia mengaku terus mendorong agar petambak garam bisa mencari potensi pelanggan baru sehingga pasokan komoditas itu tidak dimainkan oleh sejumlah oknum.

"Misalnya di pelabuhan perikanan, garam rakyatnya mungkin disuplai pengepul. Maka kalau punya koperasi, mereka (petambak) bisa langsung (menawarkan produk) ke industri yang butuh. Hal-hal seperti inilah yang kita lakukan," katanya. Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top