Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Amerika Kuno

DNA Tunjukkan Suku Maya Rutin Adakan Pengorbanan Manusia

Foto : Marte REBOLLAR/AFP
A   A   A   Pengaturan Font

Wilayah huni Suku Maya di Amerika tengah termasuk dalam kawasan rawan bencana. Masyarakat kuno itu percaya, dengan memberi pengorbanan akan meredakan amarah para dewa.

Maya merupakan sebuah peradaban kuno di wilayah di Amerika tengah (mesoamerika) yang reruntuhannya masih bisa dijumpai. Wilayah meliputi Meksiko tenggara, seluruh wilayah Guatemala dan Belize, serta bagian barat Honduras dan El Salvador.

Kawasan berupa dataran rendah di Semenanjung Yukatan di utara dan Dataran Tinggi Sierra Madre yang terbentang dari Negara Bagian Chiapas di Meksiko hingga Guatemala bagian selatan dan El Salvador, serta dataran rendah di wilayah pesisir Samudra Pasifik di selatan.

Wilayahnya yang terbentuk oleh tumbukan lempeng tektonik Cocos sehingga cukup rawan dari bencana gempa bumi, letusan gunung berapi, kekeringan, banjir besar, hingga penyakit menular. Mereka percaya, semua itu disebabkan oleh kehendak dewa sebagai pengendalinya. Untuk meredam amarahnya diperlukan pengorbanan manusia.

Bukti terbaru tentang pengorbanan manusia di wilayah tersebut ditemukan di reruntuhan kota metropolitan Maya Chichén Itzá. Di sini para arkeolog dari Institut Antropologi dan Sejarah Nasional Yucatán di Mérida, Meksiko menemukan adanya tanda-tanda dari ritual pengorbanan.

Sebuah ukiran di dekat lapangan bola terkenal di kota kuno itu menggambarkan kepala yang terpenggal, darah menyembur. Sedangkan sisa-sisa ratusan korban telah ditemukan dari Cenote Suci, sebuah lubang pembuangan selebar 60 meter.

Dari studi DNA kuno ditemukan orang yang dikorbankan masih belia, hal ini menambah wawasan tentang profil mereka yang layak dikorbankan. Studi yang diterbitkan hari ini di Nature menganalisis genom dari tengkorak puluhan anak-anak dan bayi yang ditemukan dari ruang bawah tanah di situs Maya yang berada di negara Meksiko.

Ditemukan bahwa mereka semua laki-laki, dan sejumlah yang mengejutkan adalah kerabat dekat, termasuk saudara kembar identik. "Ini sangat, sangat mencengangkan," kata rekan penulis studi Oana Del Castillo-Chávez, seorang antropolog biologi di Institut Antropologi dan Sejarah Nasional Yucatán di Mérida, Meksiko.

"Sisa-sisa dari Cenote Suci termasuk anak laki-laki dan perempuan, dan tidak ada bukti dari Chichén Itzá atau kota-kota Maya kuno lainnya yang memiliki kerabat dekat yang dikorbankan," tambah Del Castillo-Chávez.

Korban muda dalam studi saat ini memiliki hubungan dekat dengan orang-orang yang sekarang tinggal di dekat Chichén Itzá. Genom mereka membawa perubahan yang mungkin terkait dengan paparan nenek moyang mereka terhadap epidemi pada abad keenam belas.

Pengorbanan Rutin

Chichén Itzá adalah salah satu kota terpenting dalam peradaban Maya kuno, terutama antara 800 dan 1000 M, ketika wilayah lain di benua Amerika mengalami kemunduran. Pengorbanan anak secara ritual tampaknya telah menjadi acara rutin di Chichén Itzá, tetapi banyak aspek dari praktik tersebut masih belum jelas.

Anak-anak yang dianalisis oleh Del Castillo-Chávez dan rekan-rekannya ditemukan pada 1960-an di sebuah ruang bawah tanah yang disebutchultúndan sebuah gua di sebelahnya, dekat Sacred Cenote. Sisa-sisa jasad tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan, tetapi mereka ditemukan sebagai bagian dari sebuah kuil, yang sekarang hancur karena pekerjaan konstruksi.

Dengan harapan untuk mengidentifikasi jenis kelamin jasad tersebut dan untuk mendapatkan wawasan genetik lainnya. Del Castillo-Chávez bekerja sama dengan imunogenetika Rodrigo Barquera dan paleogenetika Johannes Krause di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi di Leipzig, Jerman, dan rekan-rekan mereka.

Tim tersebut memperoleh data genom kuno dari tengkorak 64 dari sekitar 106 individu yang dikuburkan dichultún. Genom dari anak-anak tersebut dikorbankan antara abad ketujuh dan pertengahan abad kedua belas Masehi, berdasarkan penanggalan radiokarbon.

Selain mengungkap bahwa semua korban adalah anak laki-laki, data genom menunjukkan bahwa seperempatnya memiliki kerabat tingkat pertama atau kedua mungkin saudara kandung atau sepupu dichultún, termasuk dua pasang saudara kembar identik. Kehadiran saudara kembar dan kerabat dekat dapat dikaitkan dengan ritual yang melibatkan tokoh kembar dari mitologi Maya, menurut para peneliti.

Tidak sepenuhnya jelas mengapa anak-anak ini dipilih untuk dikorbankan. Analisis isotop tulang mereka menunjukkan bahwa pola makan mereka yang banyak mengandung tumbuhan mungkin jagung merupakan ciri khas Maya kuno. Individu yang terkait cenderung memiliki profil isotop yang sama, yang menunjukkan bahwa mereka dibesarkan dengan cara yang sama.

"Mungkin itu bagian dari persiapan mereka untuk pengorbanan ini," kata Barquera, yang berasal dari Meksiko. "Kematian dan pengorbanan bagi mereka memiliki arti yang sama sekali berbeda dengan apa artinya bagi kita. Bagi mereka, merupakan kehormatan besar untuk menjadi bagian dari ini," ungkapnya.

Anak-anak darichultúntermasuk dalam populasi genetik yang sama dengan orang-orang Maya masa kini dari sebuah desa dekat Chichén Itzá yang disebut Tixcacaltuyub. Namun, ini tidak berarti mereka adalah penduduk setempat, tulis para peneliti. Banyak orang yang dikorbankan dari Cenote Suci tumbuh jauh dari Semenanjung Yucatán.

Sebelumnya, Del Castillo-Chávez dan rekan-rekannya menemukan bahwa bentuk gigi para korban berbeda dari orang-orang dari situs Maya kuno lainnya. Ia mengusulkan orang-orang yang dikorbankan itu adalah bagian dari sekelompok pedagang jarak jauh yang telah menetap di Chichén Itzá.

"Orang-orang Maya kuno banyak membuat profil korban dalam liturgi ritual mereka," kata Vera Teisler, seorang bioarkeolog di Universitas Otonom Yucatán di Mérida. Maka tidak mengherankannya bahwa kelompok-kelompok tertentu dalam hal ini anak laki-laki yang memiliki hubungan dekat menjadi bagian dari upacara yang terkait dengan sisa-sisachultún.

Epidemi awal

Genom anak-anak, yang merupakan genom pertama dari suku Maya yang ada sebelum kedatangan bangsa Eropa, juga memberikan petunjuk tentang bagaimana epidemi era kolonial memengaruhi penduduk asli Meksiko.

Para peneliti menemukan beberapa versi gen yang terlibat dalam mengenali patogen yang disebut alel HLA telah menjadi lebih umum di suku Maya modern. Sedangkan yang lain telah menjadi lebih langka menjadi bukti seleksi alam yang dialami.

Alel HLA yang jumlahnya dua kali lebih banyak telah dikaitkan dengan perlindungan terhadap infeksi Salmonella yang parah. Sebuah penelitian sebelumnya oleh tim Krause telah mengaitkan bakteriSalmonella enterica spyaitu Salmonella Enterica Paratyphi dengan wabah penyakit abad keenam belas yang disebut epidemi cocoliztli, menewaskan jutaan orang di Meksiko dan sekitarnya.

Namun María Ávila Arcos, seorang paleogenomik di Universitas Otonom Nasional Meksiko di Mexico City, masih belum yakin bahwa Salmonella Enterica Paratyphi berada di balik epidemicocoliztli, atau berdasarkan bukti bahwa epidemi tersebut menyebabkan perubahan besar dalam kelimpahan alel HLA tertentu.

"Perubahan demografis, seperti menurunnya jumlah penduduk Pribumi karena faktor-faktor lain, dapat menyebabkan perubahan serupa jika tidak ada seleksi alam," katanya. hay/And


Redaktur : andes
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top