Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Bauran Energi I “Lifting” Migas pada Semester I-2019 di Bawah Target

Diversifikasi Energi Harus Digenjot

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Program diversifikasi energi harus digalakkan kembali guna menekan melebarnya defisit neraca migas.

JAKARTA - Pemerintah mesti mendorong penggunaan energi gas dan energi terbarukan (EBT) untuk menekan tingginya penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Terus meningkatnya impor BBM menjadikan neraca perdagangan migas kian melebar serta memberatkan keuangan negara.

Pengamat Ekonomi Indef, Bhima Yudisthira, mengatakan data defisit transaksi berjalan minyak atau BBM semakin melebar setiap tahun. Dari sisi minyak, lifting terus menurun karena insentif sektor minyak belum tepat sasaran. Di sisi lain, ada pemaksaan perubahan dari pelaksanaan cost recovery ke gross split pada waktu yang kurang tepat sehingga belum banyak investor yang tertarik.

Sementara itu, menurut Bhima Yudistira, kondisi neraca gas masih surplus. Data terakhir triwulan 1 neraca gas surplus 1,7 milliar dollar AS. Seharusnya perlu digalakkan konversi minyak ke gas. Penggunaan gas sudah terlambat, baru di transportasi publik seperti pada Bajaj, Bus, serta banyak industri yang mengunakan solar.

"Harusnya dikasih insentif penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) atau pajak pertambahan nilai (PPN) lebih banyak bagi industri yang gunakan gas ketimbang solar," ungkap Bhima, di Jakarta, Rabu(10/7).

Selain itu, Bhima juga mendorong pemanfaatan energi terbarukan. Saat ini, momen yang tepat untuk meningkatkan pemanfaatannya, meskipun dalam rencana umum energi nasional (RUEN) hanya 23 persen. "Bagaimana cara mendorongnya, salah satunya harus beri insentif lebih besar lagi ke energi surya, panas bumi, hidrokarbon atau gas mulut tambang," terang Bhima.

Pengamat Ekonomi, Tauhid Ahmad, berpendapat produksi minyak harus didorong dengan membuka investasi besar-besaran untuk eksplorasi ladang minyak baru mengingat tren penurunan produksi kita semakin memburuk. "Untuk gas juga perlu pemanfaatan energi baru seperti gasifikasi batubara dan Dimetil Eter (DME) sebagai substitusi LPG," ungkap Tauhid.

Ia mencontohkan untuk EBT Pembangkit Tenaga Listrik berpeluang dikembangkan, khususnya pemanfaatan panas bumi, mengingat dari potensi 29 gigawatt (GW) baru dimanfaatkan 5 persen. Apalagi pemanfaatan EBT secara keseluruhan di Indonesia baru sekitar 9,8 persen. "EBT perlu dukungan yang lebih luas mengingat biaya dan harga jual yang lebih mahal jika dibandingkan dengan sumber energi konvensional," kata Tauhid.

Pacu Produksi

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus berupaya untuk mendorong peningkatan produksi migas nasional. Data SKK Migas menyebutkan realisasi lifting migas hingga semester I- 2019 mencapai 89 persen atau sebesar 1,8 juta barrel oils per day (BOPD) dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 2 juta BOPD. Target lifting migas 2019 diproyeksikan tercapai di semester II- 2019, mengingat 8 dari 11 proyek akan onstream di semester II- 2019.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto,mengatakan di tengah perkembangan dunia yang sangat pesat serta kebutuhan atas energi migas yang semakin meningkat, penggunaan teknologi dalam usaha hulu merupakan sebuah keharusan yang mana kerumitan area operasi dan eksplorasi juga semakin menantang.

Salah satu transformasi dalam kegiatan operasi hulu migas yang akan diaplikasikan pada tahun ini yaitu Integrated Operation Center (IOC). ers/E-12

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top