Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tarif Gas - Komponen Gas Berkontribusi 26-30% dalam Struktur Biaya Produksi

Diskon Harga Pacu Utilisasi Industri

Foto : istimewa

ilustrasi

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pengurangan harga gas industri banyak membantu meringankan beban industri selama pandemi Covid-19. Karenanya, pelaku industri menolak munculnya kembali wacana menaikkan harga gas. Langkah tersebut dapat merusak upaya pemerintah memperkuat dan meningkatkan daya saing industri nasional, serta secara otomatis akan membuka ruang lebih besar importasi.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam mengemukakan pandemi Covid-19 telah menghambat pertumbuhan ekonomi dan sejumlah sektor industri. Namun, dengan pemberian insentif, seperti harga gas 6 dollar AS per millions british thermal units (MMBTU) dapat membangkitkan kembali gairah usaha bagi pelaku industri.

Dia mencontohkan, pada 2020, utilisasi industri keramik secara akumulatif mencapai 56 persen. "Walaupun utilisasi sempat turun menjadi 30 persen pada kuartal II akibat pandemi Covid-19, namun mampu beranjak naik hingga mencapai 60 persen di kuartal III, dan dapat kembali mencapai kondisi normal 70 persen di kuartal IV 2020," ungkap Khayam di Jakarta, Minggu (27/6).

Selain itu, penurunan harga gas untuk industri keramik juga berdampak pada peningkatan volume ekspor secara signifikan. Merujuk data Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki), sepanjang Januari-September 2020, pengapalan produk keramik nasional mencapai 49,8 juta dollar AS atau meningkat 24 persen, dan secara volume menembus angka 12,8 juta meter kubik atau melonjak 29 persen.

Dirjen IKFT menambahkan pemberlakuan harga gas 6 dollar AS per MMBTU merupakan upaya negara melindungi industri dalam negeri. Pasalnya, beberapa negara pesaing telah memberikan harga jauh lebih rendah, contohnya India.

Seperti diketahui, struktur biaya produksi komponen gas dalam industri, terutama Industri keramik, cukup besar sekitar 26-30 persen. Karenanya, penurunan harga gas tersebut menambah kekuatan daya saing industri dalam negeri karena harga produknya menjadi lebih kompetitif, terlebih dengan kualitas dan desain yang sudah dikenal lebih baik.

Lebih lanjut, Khayam membantah informasi bahwa industri keramik nasional belum cukup mampu memenuhi volume kebutuhan dalam negeri. "Utilisasi produksi industri keramik yang meningkat hingga 78 persen telah menunjukkan bahwa industri keramik kita secara volume atau kuantitas mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ungkap Dirjen IKFT.

Tinjau Ulang

Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto berpandangan, munculnya wacana pengkajian ulang pada kebijakan harga gas sebesar 6 dollar AS per MMBTU dari beberapa pihak membuat sejumlah industri keramik dalam negeri mengaku geram. "Saat ini berhembus isu review ulang stimulus harga gas dengan menaikkan harga gas dari segelintir pihak," ungkap Edy.

Dijelaskan Edy, wacana menaikkan harga gas justru membuat utilisasi produksi industri keramik yang saat ini sudah menyentuh angka 75 persen, akan semakin merosot. "Tak hanya itu, pengurangan karyawan pun akan terjadi seandainya harga gas kembali naik. Ujungnya, industri lokal hanya jadi penonton dan berubah menjadi trader. Ini yang harus diantisipasi," tegasnya.

Edy mendesak pengkajian ulang wacana kebijakan menaikkan harga gas industri. Kenaikan itu akan mengganggu iklim kepastian berusaha dan investasi di Tanah Air karena tidak adanya kepastian hukum.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menuturkan, idustri manufaktur tetap menunjukkan kontribusi besar terhadap perekonomian, salah satunya melalui realisasi penerimaan pajak. Pada Mei 2021, pajak yang disetor oleh sektor manufaktur tumbuh 42,24 persen, atau lebih tinggi dari April 2021 yang tumbuh 10,17 persen.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top