Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Diserbu Leachate Hitam, Masa Depan Kali Asem Suram

Foto : Koran Jakarta/KPNas

Air lindi dan sampah dari TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, ditambah tinja dari IPLT Sumurbatu memperparah pencemaran kali.

A   A   A   Pengaturan Font

Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)

Aliran Kali Ciketing yang berada di ujung selatan, timur, barat TPST Bantargebang dan alurnya bertemu di suatu titik depan kantor TPA Sumurbatu. Selanjutnya mengalir ke Kali Asem berupa air bercampur lindi (leachate) balutan logam berat, berwarna hitam pekat dan sangat bau membawa bencana bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Berdasarkan Kajian Cepat Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APP), Kawali Indonesia Lestari, dll, bahwa leachate ditambah limbah domestik sudah sangat mengkhawatirkan. Air lindi dan sampah dari TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, ditambah tinja dari IPLT Sumurbatu memperparah pencemaran kali, mulai dari Kali Ciketing, Kali Asem, Kali Pedurenan, Dukuh Zamrud hingga Mutiara Gading Bekasi Timur, Crossing tol Jatimulya. (KPNas, 3/12/2020)

Cerita sejumlah tetua kampung Ciketing Sumurbatu dan warga berusia 35 sampai 40 tahun, disimpulkan, mereka mengalami dan merasakan sentuhan alam yang masih alami tiga puluh tahun lalu. Mereka dulu sangat senang melihat kali Ciketing, Kali Asem yang masih alami, asri. Kanan kiri kali banyak pepohonan atau vegetasi. Ada keanekaragaman hayati.

Kalinya lebar, airnya jernih, berbagai jenis ikan dan biota air hidup dengan ceria. Warga menangkap ikan dengan tangan, dibawa pulang dan dimasak untuk lauk makan keluarga. Setiap hari warga mandi, mencuci di kali. Ada juga yang memandikan ternak, dan mengairi sawah atau lahan pertanian.

Pada 26 Agustus 2024, saya kedatangan 6 orang, dipimpin Benny Tunggul dan Ibu Sribebassari, ratu sampah Indonesia, mereka bilang dari Pokja VI Tim Monitoring TPST Bantargebang. Meminta saya menjadi nara sumber seputar permasalahan TPST Bantargebang, terutama kondisi Kali Asem.

Saya sampaikan pada Tim Monev, bahwa pencemaran Kali Ciketing dan Kali Asem sudah sangat parah. Sumber pencemar berasal dari TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, IPLT Sumurbatu, pabrik daur ulang dan pabrik umum, pencacahan plastik, dll. Namun, kita melihatnya sumber pencemaran utama itu dari TPST Bantargebang, sekarang kondisinya makin kritis, semua zona sudah penuh.

Sementara itu, IPAL Induk yang dibangung di sisi Kali Asem tidak dioperasikan sesuai standar baku. Limbah cair dari sumber-sumber tersebut sama sekali tidak di-treathment di IPAL bersama. Pembangunan IPAL bersama bertujuan untuk mengolah limbah dari sumber-sumber tadi dan untuk mengurangi pencemaran air. Anggarannya DKI Jakarta, bagian dari dana kompensasi sampah.

Luas TPST Bantargebang 108 menjadi 132,5 hektar (meliputi wilayah Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu). TPST dioperasikan 1989, milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sampah dikirim ke TPST sebanyak 7.500-7.800 ton/hari, ketika banjir mencapai 12.000 ton/hari. Punya berbagai teknologi pengolahan sampah, tingkat reduksi 15-20%. Jumlah pemulung sekitar 6.000 - 7.000 orang dari berbagai daerah di Indonesia (muncul gubuk-gubuk kumuh dengan sanitasi sangat buruk).

Leachate TPST Bantargebang belum terkelola dengan baik, sebagian masuk kali Ciketing, Kali Asem, Kali Peduren, dan seterusnya). Ketika musim hujan volume lindi semakin banyak. Sementara sistem manajemen air lindi tidak memadai. Dari dua IPAS yang ada, yang berfungsi secara normal hanya 1 IPAS, yakni IPAS 3.

Bandingkan dengan pengelolaan sampah dan air lindi TPA Sumurbatu. Masih memakai pendekatan lama: Kumpul-Angkut-Buang. Sampah belum terpilah dibuang ke TPA. Kota Bekasi mengandalkan TPA Sumrubatu, luas 21 hektar. Produksi sampah warga Kota Bekasi sekitar 1.500 ton/hari. Sampah di TPA hanya ditumpuk dan ditumpuk (pengolahan relatif tidak ada). Sampah sering longsor ketika musim hujan. Tumpukan sampah longsor menimbun ratusan makam warga. Air lindi tidak dikelola. Dampak pencemaran lingkungan dan acaman kesehatan semakin besar.

Paradigma lama (end of pipe solution) harus ditinggalkan, sebab menimbulkan berbagai masalah, yaitu: 1) Beban TPA sangat tinggi; 2) Luas lahan terbatas; 3) Operational cost tinggi; 4) Menimbulkan dampak lingkungan yang semakin berat (bau, air tanah); 5) Boros sumberdaya; 6) Kurang memberi ruang bagi peran masyarakat dan pelaku usaha; dan 7) Menciptakan stigma buruk, resistensi dan gerakan anti-TPA.

Saya minta pada Tim Monev untuk melakukan survey dan mapping, melakukan uji laboratorium air Kali Asem, penertiban pabrik, konservasi kali. Beberapa pekerjaan ke depan demi kelestarian kali,yaitu: (1) Mulai Kali Ciketing, Kali Asem sampai Jatimulya perlu Conservation of Lake Water Quality. (2) Protection of Drinking Water Resources. (3) Conservation of Soil Environment. (4) Pollution Control, dan (5) Education and Awareness Raising.

Menurut Djoko Heru Martono (2004) dalam perencanaan dan implementasi pembangunan TPA/TPST sebaiknya dapat melindungi tanah dan air dari pencemaran lindi. Pertama, hindari sumber air tanah; jika terpaksa, lengkapi TPA/TPST dengan drainase melingkar, sistem sumur pemeriksaan, atau alat kontrol lainnya. Kedua, manajemen gas TPA/TPST. Harus membuat rencana pengelolaan gas yang meliputi sumuran ekstraksi, sistem pengumpulan gas, fasilitas pengumpulan kondensat, fasilitas blower vacuum, dan fasilitas flare (pembakaran gas) dan atau sistem pemanfaatan gas.

Ketiga, pengumpulan leachate. Perkirakan aliran leachate maksimum dari tumpukan sampah dan ukuran pipa atau parit yang digunakan untuk pengumpulan cairan; ukuran pompa dan bahan pipa sesuai dengan tekanan statik sesuai dengan tinggi TPA/TPST. Keempat, pengolahan leachate disesuaikan dengan kondisi wilayah. Pengolahan leachate dapat dilakukan secara biologi, kimia maupun fisik. Pengolahan leachate paling murah dengan kolam pengendapan anaerobic.

Lanjut pakar tersebut, leachate mengandung beberapa zat dan parameter yang pada kadar tertentu bersifat sebagai pencemar. Zat dan parameter tersebut diantaranya: Amonia nitrat, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Sulfat, dan pH < 7. Hal ini semakin parah jika air lindi tercampur oleh sejumlah parameter logam berat, kategorial limbah beracun dan berbahaya (B3) sebab sampah belum terpilah. Maka tingkat pencemaran lingkungan yang terjadi akan semakin berat. Unjungnya mengancam jiwa manusia dan makhluk lain.

Persyaratan lingkungan, TPA/TPST harus dilengkapi dengan fasilitas pengendalian gas dan cairan leachate, fasilitas pengukuran air tanah, stasiun pengukuran udara. Apa yang disebutkan itu merupakan syarat esensial dari TPA sistem sanitary landfill. Selain itu sampah harus dipilah dan diolah dari sumber, atau sampah terpilah masuk ke plant-plant pengolahan sampah, seperti plant composting, refused derived fuel (RDF), daur ulang, dll.

Setelah wawancara dan diskusi selama 2,5 jam di kantor KPNas di Sumurbatu, kemudian Tim Monev minta didampingi menemui tokoh di Kelurahan Ciketingudik dan pengelola TPST Bantargebang. Tokoh yang diwawancarai adalah Cempa atau Gunin, mantan Ketua RT 001/005 Ciketingudik.

Menurut Gunin, kondisi TPST Bantargebang sudah parah, hampir semua zona penuh, dan perlu perluasan lahan, demi menjaga keselamatan pekerja dan pemulung. Karena, memang kondisinya sudah mengkhawatirkan. Dalam waktu dua tahun ke depan TPST Bantargebang akan penuh sampah. Jadi, pada saat ini yang diperlukan adalah perluasan lahan untuk membuat zona baru. Itu cara yang paling aman dan efektif untuk mengatasi persoalan TPST Bantargebang saat ini.

Gunin melanjutkan, sampah yang dikirim ke TPST Bantargebang semakin banyak, sementara yang diolah masih sedikit, mungkin 20 persen. Teknologi pengolahan yang ada belum mampu mengolah sampah dalam jumlah banyak, misalnya PLTSa maupun RDF. Karena sampahnya macam-macam, belum terpilah, ada kasur, spring bed, lemari, meja kursi, ban mobil, dll yang bentuknya besar-besar. Spring bed dimasuk ke dalam mesin open PLTSa kawat-kawatnya masih utuh, tidak bisa meleleh.

Setelah itu, Tim Monev melanjutkan ke kantor TPST Bantargebang, ingin bertemu dengan pelaksana UPST/TPST Bantargebang. Tetapi, ditunggu lama tidak muncul-muncul. Kata bawahannya sedang ke lapangan, melihat pengerjaan proyek di Sumurbatu, dekat Makam Mbah Raden Kebluk.

Akhirnya, Tim Monev ditemui salah satu stafnya. Tim hanya fokus masalah Kali Asem. Tim sudah ke lapangan melihat beberapa titik, dan ditemukan sejumlah masalah. Terjadi peningkatkan pencemaran dan kondisi kali yang buruk. Juga, melihat IPAL bersama tidak dioperasikan. Langkah apa yang sedang dilakukan dan akan dilakukan oleh pengelola TPST Bantargebang terhadap kondisi Kali Asem?

Pencemaran Kali Asem tersebut mengalir hingga crossing tol Jatimulya. Pencemaran itu melewati wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi. Perwakilan TPST menyatakan, beberapa bulan lalu sudah dilakukan kesepakatan dengan Pemerintah Kota dan Kabupaten Bekasi untuk mengatasi pencemaran masing-masing. Pengelola TPST Bantargebang sudah memasang jaring-jaring untuk mengurangi sampah yang masuk ke kali Asem.

Selanjutnya, upaya mengatasi pencemaran kali akibat leachate, pihak TPST Bantargebang merencana memasang pipa-pipa untuk mengalirkan lindi ke IPAL bersama. Rencana detailnya belum tahu, menunggu penjelasan kepala pelakasana UPST Bantargebang. Oleh karena itu, Tim Monev ingin tahu rencana detail agar dapat memberikan masukan dan mengawasi ketika proyek tersebut diimplementasikan.

Tim Monev juga ingin bertemu dengan Tim Independen TPST Bantargebang guna mendiskusikan temuan-temuan di tingkat lapangan. Tujuannya guna menyatukan pandangan dalam memperbaiki pengelolaan TPST Bantargebang secara terencana, komprehensif, bertahap dan berkelanjutan.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top