Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
GAGASAN

Dilema Ulama Berpolitik

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Pilpres 2019 akan diramaikan tampilnya ulama (Ketua MUI dan Rais Am NU, KH Ma'ruf Amin) sebagai cawapres mendampingi Capres Jokowi. Ini bagaikan puncak gunung es aroma "SARA" yang sebelumnya sudah merebak lewat ijtimak ulama di kubu oposisi yang merekomendasikan ustaz Abdul Somad sebagai Cawapres Prabowo, tapi tidak bersedia.

Aroma "SARA" dalam politik bukan aneh manakala mayoritas rakyat memang hidup beragama. Dalam hal ini, tampilnya ulama menjadi kandidat dalam kontestasi politik justru merupakan kewajaran. Dengan kata lain, ulama bisa dianggap wajar berpolitik yang dipilih secara demokratis karena punya modal sosial. Konkretnya, dia populer sehingga layak bersaing dengan elite politik merebut dukungan rakyat.

Dengan demikian, wajar pula jika ada ulama menjadi kandidat pemimpin lantas melahirkan harapan baik di hati banyak orang. Semoga bangsa dan negara makin baik. Hal ini terjadi jika ulama yang hendak menjadi pemimpin termasuk moderat, bukan tokoh garis keras atau gemar kekerasan yang tidak cocok untuk bangsa dan negara kita yang bersemboyan Bhineka Tungga Ika.

Sebaliknya, kalau ada tokoh jahat menjadi kandidat pemimpin bagi mayoritas rakyat yang beragama, tentu sangat aneh. Banyak orang bisa menggugat seperti tidak ada orang lain. Apa jadinya bangsa dan negara dipimpin orang jahat? Konon, selain karena aspirasi partai-partai pendukungnya, Jokowi memilih menggandeng tokoh ulama untuk mendampinginya maju Pilpres 2019 dengan niat menawarkan aroma "SARA" agar tidak semakin merebak.

Sejak KH Ma'ruf Amin resmi digandeng Jokowi, banyak pihak tetap mengobarkan isu "SARA" di sosial media. Bahkan, hujatan terhadapnya tak jelas kapan bakal reda. Selain itu, banyak pihak juga menyayangkan Ma'ruf Amin karena ulama dianggap lebih baik tetap netral. Sulit dibayangkan apa jadinya bangsa dan negara ini jika tidak ada ulama netral sehingga bisa berperan menjadi "juru damai" jika sampai terjadi kemelut maupun konflik politik.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top