Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
GAGASAN

Dilema Budi Daya Lada

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Indonesia terkenal dengan produk rempah-rempah berkualitas dunia. Tak dapat dimungkiri, sebagai negara penghasil rempah terbaik menyebabkan penjajah berkeinginan menduduki dan menguasai Indonesia. Setelah merdeka, produk rempah Indonesia masih terus diminati pasar internasional.

Salah satu komoditas rempah yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi dan banyak dicari adalah lada. Sentra produksi lada tersebar di Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Timur. Perlu usaha ekstrakeras untuk membudidayakan lada agar memperoleh hasil sesuai dengan harapan. Sayang, petani lada mengeluh karena banyak tanaman terserang hama dan penyakit serta harga jualnya rendah.

Parahnya, karena faktor harga jual yang semakin mendekati ongkos produksi, saat ini banyak petani lada mulai meninggalkan budidaya lada. Sejak tahun 2004 sampai tahun 2006, harga lada Indonesia di pasar internasional relatif stabil sekitar 2.000 dollar AS sampai 2.200 dollar AS per ton untuk lada hitam. Kemudian, 2.500 sampai 2.650 dollar AS per ton untuk lada putih.

Selanjutnya, sejak 2007 harga lada terus naik hingga puncaknya sampai awal 2016 ketika harga lada berhasil menyentuh 11.000 dollar AS per ton untuk lada hitam dan 16.000 dollar AS per ton untuk lada putih. Sayang mulai pertengahan 2016 hingga kini, harga lada terus tertekan.

Pada awal Juni 2019, harga lada Indonesia dilaporkan tinggal 2.545 dollar AS per ton lada hitam dan 4.141 dollar AS per ton lada putih. Kejatuhan harga lada disebabkan produksi lada negara lain, seperti Vietnam, Malaysia, India, Sri Lanka, dan Brasil sangat tinggi. Panen lada tidak terserap pasar, sehingga harga terus menurun.

Contoh, berdasarkan laporan International Pepper Community (IPC), produksi lada Vietnam tahun 2008 sebesar 99.000 ton. Pada tahun 2018 produksi lada Vietnam meroket jadi 107 persen (205.000 ton). Produksi negara lain mencapai 72.000 ton (Brasil), 70.000 ton (Indonesia). Kemudian, India 64.000, Tiongkok 35.000, Malaysia 23.800, Kamboja 20.000, dan Sri Lanka 18.600 ton.

Prospek

Harga yang terus merosot juga dirasakan negara-negara penghasil lada lainnya. Muncul kekhawatiran, andai harga lada dunia terus tertekan, maka petani akan semakin kehilangan semangat menanam lada dan beralih ke komoditas lain. Kondisi ini sudah terjadi di beberapa daerah di Lampung. Banyak kebun lada yang kurang terawat sejak harga "raja rempah" ini jatuh.

Pemerintah Vietnam sebagai produsen lada terbesar dunia merespons dengan baik. Pada acara "The 46th Annual Session and Meetings of The International Pepper Community" di Putrajaya, Malaysia, Vietnam berkomitmen mengontrol produksi lada. Ini dibuktikan melalui larangan pembukaan lahan baru untuk menanam lada.

Selanjutnya, Vietnam juga akan fokus meningkatkan kualitas melalui produksi lada organik daripada menambah jumlah produksi. Jumlah penduduk dunia yang terus bertambah dan meningkatnya konsumsi makanan di berbagai negara menjadi peluang besar bagi industri lada dunia, khususnya Indonesia. Secara umum, permintaan lada dari Amerika dan Eropa berfluktuatif, namun menunjukkan tren naik.

Sayang, meskipun permintaan cenderung meningkat, persyaratan yang harus dipenuhi untuk menembus pasar internasional juga semakin banyak. Meningkatnya kesadaran akan keamanan pangan menyebabkan muncul berbagai regulasi yang harus dipenuhi agar lada Indonesia dapat diserap pasar internasional.

Pada masa datang, seiring dengan mulai terkendalinya jumlah produksi lada dan meningkatnya permintaan, harga diprediksi akan naik. Peluang emas ini perlu direspons secara positif oleh petani Indonesia. Mereka perlu mempersiapkan strategi agar hasil panen dapat dijual ke pasar internasional dengan harga yang lebih menguntungkan.

Strategi 3M

Agar memperoleh keuntungan terbaik, petani disarankan menerapkan strategi 3M (menanam, menyimpan, dan menjual dengan benar). Petani disarankan menanam lada menggunakan bibit sehat dan bersertifikasi. Bibit sehat akan mengurangi risiko kehilangan hasil karena infeksi patogen tanaman. Selain itu, dalam proses menanam lada juga diusahakan menghindari penggunaan pestisida kimia sintetik.

Saat ini lada yang mengandung residu pestisida kimia sintetik di atas ambang batas yang telah ditentukan, otomatis akan ditolak pasar internasional. Petani disarankan mengikuti prinsip Good Agricultural Practices agar memperoleh hasil yang maksimal. Proses menanam yang benar akan menekan biaya produksi sekaligus dapat meningkatkan hasil panen sehingga akan memberikan keuntungan petani yang lebih besar.

Proses penyimpanan lada yang telah diolah menjadi lada hitam atau putih harus dilakukan dengan baik. Penyimpanan yang baik dilakukan di gudang khusus yang terbebas dari hama maupun patogen gudang.

Kondisi gudang dan karung yang digunakan untuk menyimpan lada juga harus kering dan bersih, sehingga jamur tidak tumbuh pada produk yang disimpan. Tumbuhnya jamur pada produk lada berpotensi menimbulkan cemaran mikotoksin. Mikotoksin merupakan senyawa beracun yang berasal dari metabolit sekunder jamur.

Senyawa ini memiliki sifat yang kuat dan susah hilang, serta berbahaya bagi manusia. Lada yang terdeteksi mengandung mikotoksin akan ditolak pasar internasional. Petani perlu memberi nilai tambah pada produk ladanya sebelum dijual. Pemberian nilai tambah dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti pengemasan yang menarik dan pemberian merk

. Penggunaan kemasan dan merk juga dapat mencegah pencampuran dengan lada yang memiliki kualitas kurang baik oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Merk lada Indonesia yang telah dikenal di tingkat internasional adalah "Muntok White Pepper." Menanam lada masih memiliki peluang bagus di masa depan. Petani perlu terus meningkatkan semangat dan menaikkan kualitas produk lada yang dihasilkan.

Ankardiansyah Pandu pradana, SP, Msi, Dosen Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Jember

Komentar

Komentar
()

Top