Dikhawatirkan Bisa Mengganggu Wujudkan Ekonomi 8 persen, Pemerintah Harus Segera Atasi Masalah Kemiskinan di Daerah
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan laporan BPS ini mengindikasikan ekonomi tengah lesu.
Foto: istimewaJAKARTA – Pemerintah perlu secepatnya mengatasi masalah kemiskinan di daerah melalui langkah nyata. Sebab, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan lima provinsi mengalami kenaikan tingkat kemiskinan sehingga kondisi ini memperlebar ketimpangan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan laporan BPS ini mengindikasikan ekonomi tengah lesu. Dia menambahkan pelemahan tersebut sebenarnya juga tercermin dari 5 bulan berturut turut deflasi pada Mei-September 2024.
"Dampaknya juga bisa dirasakan di daerah, ditunjukkan dengan rata-rata angka kemiskinan naik, bukan variasi tingkat kemiskinan antar daerah karena sebagian besar provinsi tingkat kemiskinannya naik," ungkap Esther.
Selain itu, ucapnya, gini ratio yang menunjukkan ketimpangan ekonomi masih berkisar 0,379. Dari tahun ke tahun, tidak ada perubahan ketimpangan ekonomi secara signifikan. “Artinya kondisi kemiskinan masih nyata,” tegasnya.
Untuk itu, menurutnya, pemerintah perlu menerapkan strategi pengentasan kemiskinan. Strategi pengurangan kemiskinan yang terarah memiliki lima komponen kunci meliputi pendidikan, produksi, relokasi, kompensasi ekologis, dan bantuan sosial.
"Ratusan juta orang miskin telah terangkat dari kemiskinan dan memiliki kondisi hidup yang lebih baik. Tiongkok telah menerapkan pendekatan multisektor untuk melawan kemiskinan," ucap Esther.
Seperti diketahui, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) periode September 2024 dari BPS menunjukkan, dibandingkan dengan Maret 2024, sebanyak lima provinsi mengalami kenaikan tingkat kemiskinan, meliputi Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Selatan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan terdapat 18 provinsi dengan tingkat kemiskinan di bawah rata-rata nasional pada September 2024, sementara 20 provinsi lainnya memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional. Tingkat kemiskinan tertinggi tercatat di Papua Pegunungan sebesar 29,66 persen, dan tingkat kemiskinan terendah tercatat di Bali dengan angka 3,80 persen.
Faktor Pemicu
Sementara itu, Peneliti Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi mengatakan kenaikan tingkat kemiskinan dipicu faktor konsumsi tumbuh lebih rendah dibanding rasio harga-harga yang ditetapkan sebagai garis kemiskinan, baik dari unsur pangan dan nonpangan. Artinya, di lima provinsi tersebut pertumbuhan daya belinya, khususnya di kelompok menengah, jauh lebih rendah ketimbang pergerakan inflasi.
Untuk mengatasi kenaikan angka kemiskinan, lanjutnya, hal paling urgen dilakukan dengan menekan inflasi bahan pangan dan kebutuhan pokok, termasuk dengan dengan memperbaiki sistem distribusi. “Negara harus hadir, bukan semata sebagai penyalur bantuan sosial, melainkan mendorong efisiensi pasar, terutama di aspek kebutuhan pokok,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, kelompok paling miskin perlu ditopang pendapatannya dengan stimulus produktif seperti akses usaha padat karya perdesaan yang berfokus pada pengembangan usaha mikro, bukan sebatas infrastruktur saja.
“Ke depan, perlu dipetakan dengan jelas, di mana sumber-sumber kemiskinan ekstrem terkonsentrasi, lalu menggandeng peran para penggiat community development untuk melakukan pendampingan program secara langsung untuk mengentaskan masalah kemiskinan dengan pengembangan usaha,” jelasnya.