Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Peradaban

Dihancurkan Bangsa Romawi

Foto : afp/ Egyptian Ministry of Antiquities
A   A   A   Pengaturan Font

Stabilitas yang kembali diraih Mesir setelah pertikaian antara Thebes dan Hykos berakhir, membuat, agama dan pusat-pusat keagamaan berkembang pesat dan tidak terkecuali Thebes. Kuil, candi, bangunan umum dan teras yang memiliki keindahan dan kemegahannya.

Laman World History menyebut, kekuatan dan keindahan dewa agung Amun perlu tercermin sepenuhnya di kota suci Thebes dan setiap proyek pembangunan berupaya untuk melampaui prestasi yang terakhir. Tujuannya untuk mewartakan kemuliaan dewa.

Kaum Tuthmosid dari Dinasti ke-18 (1550-1307 SM) mencurahkan kekayaan mereka di Thebes dan menjadikan ibu kota Mesir sebagai kota paling megah di Mesir. Pekerjaan berlanjut di Kuil Karnak, tetapi kuil dan monumen lain juga meningkat. Sebagian besar monumen terbesar di Thebes kuno dibangun, direnovasi, atau diperbaiki selama periode ini dari 1550-1069 sebelum masehi (SM) dengan jeda singkat selama Periode Amarna.

Pada masa pemerintahan Akhenaten (awalnya dikenal sebagai Amenhotep IV, 1353-1336 SM), para pendeta Amun di Thebes menjadi begitu berkuasa. Mereka memiliki banyak tanah dan banyak kekayaan daripada kerajaan. Para ahli percaya situasi ini mungkin telah mendorong Amenhotep IV untuk mengadopsi monoteisme dan menyatakan Aten sebagai dewa tertinggi.

Dengan menyangkal keberadaan dewa lain, Akhenaten secara efektif memutus sumber kekayaan dan kekuasaan para pendeta. Penyembahan semua dewa lain kecuali Aten dilarang, ikon suci dan patung dihancurkan, dan kuil Amun ditutup.

Jika motif sebenarnya Akhenaten melakukan reformasi agama adalah untuk menghancurkan para pendeta Amun dan menyerap kekuasaan mereka, maka hal itu berhasil. Sekarang hanya ada satu Tuhan yang benar yang kehendaknya ditafsirkan oleh Akhenaten saja.

Meskipun kepercayaan baru ini berhasil bagi firaun dan keluarga kerajaan, masyarakat Mesir sangat membencinya. Pasalnya pemujaan terhadap banyak dewa tradisional Mesir merupakan aspek penting dalam kehidupan sehari-hari di seluruh negeri, dan banyak orang, selain para pendeta, yang kehilangan pekerjaan setelah monoteisme Akhenaten menjadi agama di negara tersebut.

Setelah kematian Akhenaten, putranya Tutankhaten artinya gambar hidup Aten, naik takhta dan mengubah namanya menjadi Tutankhamun artinya gambar hidup Amon. Ia memulihkan dewa-dewa lama dan kuil mereka. Ibu kota pun dikembalikan ke Thebes, dan minat baru terhadap proyek pembangunan dimulai. Hal ini dipercaya untuk menebus kesalahan para dewa yang telah diabaikan, yang menghasilkan kuil dan tempat pemujaan yang lebih megah.

Pada masa Periode Ramessid mereka memerintah Thebes sebagai firaun dan penguasa sebenarnya di Avaris tidak bisa berbuat apa-apa. Kota ini mengalami kemunduran selama Periode Menengah Ketiga namun tetap mengesankan.

Pemujaan yang berkelanjutan terhadap Amun yang populer dan keindahan kota yang legendaris menjamin Thebes mendapat tempat istimewa di hati orang Mesir. Firaun Nubia Tatanami menjadikan Thebes sebagai ibu kotanya pada abad ke-7 SM, menghubungkan dirinya dengan kejayaan masa lalu, namun pemerintahannya hanya berumur pendek.

Raja Asiria, Ashurbanipal, menginvasi Mesir pada 667 SM dan kedua kalinya pada 666 SM, menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai sebelumnya. Ia juga menjarah Thebes, mengusir Tatanami dari Mesir dan meninggalkan kota dalam reruntuhan. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top