Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gerakan Literasi

Dibutuhkan Strategi Membaca Efektif bagi Siswa Sekolah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Gerakan Literasi Nasional yang sudah dicanangkan pemerintah, ternyata gaung belum sepenuhnya ditanggapi oleh kalangan pendidikan. Terbukti, masih banyak siswa yang malas membaca.

Salah satu kendala menggerakkan literasi di Indonesia, adalah masih banyak pendidik yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya gerakan literasi di sekolah.

Setelah adanya sertifikasi seharusnya pendidik lebih banyak mengalokasikan dana untuk beli buku, dan bukan untuk memenuhi belanja konsumtif.

"Kalau sadar, alokasi dana untuk beli buku para pendidik meningkat signifikan, namun sepertinya di lapangan tidak demikian," ujar Yunus Abidin, pengajar dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung yang terlibat dalam menyusun modul literasi untuk sekolah, pekan lalu.

Selain itu, banyak guru belum sadar pentingnya gerakan literasi, beberapa guru yang sudah sadar juga belum mengenal strategi membaca efektif untuk para siswa.

"Pembinaan untuk guru dalam menggerakkan literasi di sekolah sangat diperlukan," ujarnya.

Menurutnya, untuk guru sekolah dasar pada kelas tinggi yaitu kelas empat, lima, dan enam, sudah harus mampu memfasilitasi membaca efektif pada siswa.

"Untuk gerakan literasi sekolah, para guru tidak lagi boleh sekadar menyuruh siswa membaca, lalu meninggalkan begitu saja, atau hanya menyuruh siswa menjawab pertanyaan di buku-buku itu sebagai tugas. Kegiatan membaca yang efektif memiliki strategi tersendiri," ujarnya. Dia membagi kegiatan membaca agar bisa efektif menjadi tiga fase. Pertama, fase prabaca. Menurutnya, pada fase ini para siswa diajak dahulu oleh guru mengenal buku dengan pertanyaanpertanyaan pemandu atau apersepsi, membuat prediksi atau perkiraan-perkiraan tentang isi buku atau membuat pertanyaan-pertanyaan sendiri dan mencoba dijawabnya sendiri, lewat prediksinya.

Kedua, fase membaca. "Pada fase membaca, siswa bisa menguji prediksinya, apakah benar atau tidak, mendiskusikan isi dengan teman-temannya, menganalisis informasi, dan kegiatankegiatan lain yang berkaitan dengan menggali isi bacaan," ujarnya.

Fase ketiga yaitu fase pasca baca, siswa diajak untuk menulis hasil bacaannya secara kreatif, dengan membuat beragam karyakarya kreatif, seperti pamflet, poster, komik, resensi atau rangkuman berdasarkan bahasanya sendiri.

"Jangan menggunakan pertanyaan-pertanyaan di teks, tapi meminta siswa secara kreatif mengkreasi sendiri karya dengan bahasa sendiri dan disesuaikan konteksnya sendiri," ujarnya.

Dengan cara demikian, siswa akan lebih mampu memahami isi bacaan, dan secara kreatif memproduksi sendiri bacaan. "Jadi ketrampilan membaca dan menulisnya terasah," ujarnya.

Sementara itu, Jamaruddin, Koordinator USAID PRIORITAS Provinsi Sulawesi Selatan mengatakan, sekolah-sekolah sekarang menjadi tempat awal melakukan gerakan literasi. "Agar siswa rajin membaca, guru harus bisa menjadi contoh. Oleh karena itu, tidak hanya 15 menit itu saja guru harus ikut membaca bersama siswa. Disela-sela pembelajaran atau di saat-saat istirahat, mereka mestinya memperlihatkan pada siswa bahwa mereka rajin membaca, sehingga siswa terpengaruh mencontoh," ujarnya.

Dukung Gerakan Literasi "Kids Read"

British Council Indonesia Foundation bersama PT Bank HSBC Indonesia mendorong pertumbuhan minat baca anak-anak di Makassar melalui program Kids Read sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap agenda pemerintah di bidang pendidikan dan literasi.

Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan terkait, program Kids Read hadir di Indonesia sejak 2015 dan telah menjangkau 1.079 guru, 930 siswa, dan 736 sekolah dasar di Jakarta dan Bandung. Pada tahun ini, Kids Read dilaksanakan serentak di Yogyakarta dan Makassar dengan melibatkan langsung para guru, orang tua, serta komunitas lokal yang peduli dengan literasi di tingkat pendidikan dasar.

Berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan dalam program Kids Read meliputi lokakarya bagi guru yang mencakup metodologi bercerita, memilih buku yang pantas untuk anak-anak, serta mengintegrasikan mata pelajaran di sekolah dengan menggunakan metode bercerita.

Selain itu, keterlibatan komunitas lokal di program Kids Read juga diharapkan dapat membentuk sinergi antara sekolah, rumah, dan masyarakat dalam upaya mendorong minat baca pada anak.

Direktur Pelatihan dan Pengembangan British Council Indonesia, Michael Little, mengungkapkan bahwa program Kids Read memberikan perhatian khusus pada pengembangan kapasitas guru dengan maksud agar keterampilan yang sudah dipelajari di program ini dapat diturunkan kepada guru-guru sekolah dasar lainnya.

"Dengan meningkatkan kapasitas guru (pengajar), maka kami telah berinvestasi untuk pendidikan tanpa batas," kata Little di acara Makassar Kids Read Festival, Rabu (25/4) bertempat di Fort Rotterdam. Di saat yang bersamaan, Nuni Sutyoko, SVP and Head of Corporate Sustainability PT Bank HSBC Indonesia mengatakan, inilah cara kita membangun bisnis yang berkelanjutan di Makassar. "Kami percaya Makassar memiliki potensi ekonomi yang sangat baik, karenanya kami merasa perlu untuk berkontribusi dalam mempersiapkan kapabilitas generasi muda sedini mungkin untuk kesiapan kerja mereka di kemudian hari. Dengan demikian kita membantu memastikan masa depan Makassar akan berada di tangan sumber daya manusia yang mumpuni," ungkapnya.

Makassar Kids Read Festival merupakan tindak lanjut dari kegiatan lokakarya dan sharing session yang diadakan pada Maret 2018 dan bertujuan untuk menumbuhkan kembali budaya bercerita untuk mengasah keterampilan berpikir dan komunikasi anak. Didukung Dinas Perpustakaan Kota Makassar, acara ini memberikan kesempatan pada guru dan komunitas lokal untuk berbagi praktik bercerita pada anak-anak, orang tua, dan sesama guru lainnya.

pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top