Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 07 Des 2024, 14:25 WIB

Di Ujung Tanduk, Pengadilan Banding AS Mengkuatkan Undang-undang yang Paksa Penjualan TikTok

Keputusan ini merupakan babak terbaru dalam pertikaian selama bertahun-tahun antara perusahaan media sosial dan pemerintah AS.

Foto: Istimewa

WASHINGTON - TikTok semakin lebih dekat untuk menghadapi larangan di Amerika Serukat. Pengadilan banding federal pada hari Jumat (6/12), memutuskan untuk menguatkan putusan sebelumnya yang memaksa perusahaan media sosial itu untuk menjual asetnya ke perusahaan non-Tiongkok atau dilarang masuk ke negara itu sepenuhnya. 

Dikutip dari The Guardian keputusan itu adalah perubahan terbaru dalam pertempuran selama bertahun-tahun antara pemerintah AS dan TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance yang berbasis di Tiongkok.

ByteDance memiliki waktu hingga 19 Januari untuk menjual aplikasinya atau menghadapi larangan.

“Jutaan pengguna TikTok perlu mencari media komunikasi alternatif,” kata hakim Douglas Ginsburg. 

“Beban itu disebabkan oleh ancaman komersial hibrida (Tiongkok) terhadap keamanan nasional AS , bukan pemerintah AS, yang terlibat dengan TikTok melalui proses selama beberapa tahun dalam upaya mencari solusi alternatif.”

TikTok menyatakan bahwa divestasi "tidak mungkin dilakukan secara teknologi, komersial, atau hukum," ujar Michael Hughes, juru bicara TikTok, dalam sebuah pernyataan bahwa perusahaan akan mengajukan banding atas keputusan tersebut ke pengadilan tertinggi di negara tersebut.

“Mahkamah Agung memiliki catatan sejarah yang mapan dalam melindungi hak warga Amerika untuk berbicara bebas, dan kami berharap mereka akan melakukan hal itu pada isu konstitusional yang penting ini,” katanya. 

“Sayangnya, larangan TikTok disusun dan diberlakukan berdasarkan informasi yang tidak akurat, cacat, dan hipotetis, yang mengakibatkan penyensoran langsung terhadap rakyat Amerika. Larangan TikTok, kecuali dihentikan, akan membungkam suara lebih dari 170 juta warga Amerika di AS dan di seluruh dunia pada tanggal 19 Januari 2025.”

TikTok telah menghadapi banyak tuntutan hukum, sidang kongres, dan penyelidikan di tingkat federal dan negara bagian selama beberapa tahun terakhir. Puncaknya terjadi pada bulan April ketika Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang yang mengharuskan ByteDance untuk menjual aplikasi tersebut kepada pemilik non-Tiongkok atau akan dilarang pada bulan Januari ini. 

Pada tahun 2023, Montana menjadi negara bagian pertama yang melarang TikTok , tetapi seorang hakim memblokir undang-undang negara bagian tersebut sebelum dapat berlaku.

TikTok pertama kali mengajukan gugatan ini terhadap departemen kehakiman pada bulan Mei. Panel tiga hakim pengadilan mengatakan bahwa ketentuan hukum yang menargetkan aplikasi tersebut "bertahan dalam pengawasan konstitusional".

Ginsburg menulis bahwa tindakan tersebut “merupakan puncak dari tindakan bipartisan yang luas oleh Kongres dan presiden-presiden berikutnya. Tindakan tersebut dirancang dengan cermat untuk menangani hanya kendali oleh musuh asing, dan merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk melawan ancaman keamanan nasional yang berdasar dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok)”.

Pemerintah AS mengatakan, TikTok merupakan ancaman terhadap keamanan nasional karena Tiongkok dapat menggunakan aplikasi tersebut untuk mengakses data pribadi dari jutaan warga Amerika. Anggota parlemen juga mengatakan mereka khawatir Tiongkok dapat memanipulasi apa yang dilihat jutaan orang di aplikasi tersebut dan menyebarkan propaganda. Pemerintah belum mengungkapkan bukti bahwa Beijing atau ByteDance telah melakukannya.

“Partai Komunis Tiongkok telah menjelaskan dengan gamblang bahwa mereka bersedia memanfaatkan teknologi untuk mengumpulkan data tentang anak-anak kita dan semua warga negara AS,” kata Josh Gottheimer, anggota kongres Demokrat dari New Jersey, dalam sebuah pernyataan saat RUU tersebut diperkenalkan Maret lalu.

“Sudah saatnya kita melawan invasi informasi TikTok terhadap keluarga-keluarga Amerika.”

Pada bulan Mei, ByteDance, TikTok, dan sekelompok influencer media sosial menggugat untuk memblokir undang-undang tersebut. Mereka berpendapat bahwa undang-undang tersebut tidak konstitusional, secara tidak adil merugikan perusahaan media sosial tersebut, dan melanggar hak kebebasan berbicara jutaan penggunanya.

TikTok memiliki 170 juta pengguna di AS, kira-kira setengah dari populasi negara tersebut. Meskipun perusahaan induknya berpusat di Tiongkok, TikTok berpendapat bahwa perusahaan itu tidak berada di bawah pengaruh Tiongkok karena beroperasi secara terpisah dan memiliki kantor pusat di Singapura dan Los Angeles. Perusahaan itu mengatakan bahwa data penggunanya di AS ditangani oleh Oracle, sebuah perusahaan Amerika.

Beberapa organisasi hak sipil dan digital menentang larangan tersebut, termasuk American Civil Liberties Union, Electronic Frontier Foundation, dan Center for Democracy and Technology. Dalam surat kepada Kongres Maret lalu, mereka menulis bahwa undang-undang privasi akan lebih melindungi data masyarakat. Mereka mengatakan RUU pelarangan TikTok "adalah penyensoran - sesederhana itu".

Selama sidang lisan untuk kasus tersebut pada bulan September, panel tiga hakim di pengadilan banding mendengarkan argumen dari kedua belah pihak. Salah satu hakim, Sri Srinivasan, mengatakan bahwa ia khawatir TikTok dimiliki oleh entitas asing yang memiliki kemampuan untuk mengakses banyak sekali data warga negara AS.

"Jika itu organisasi asing, mereka tidak memiliki hak amandemen pertama untuk menolak regulasi kurasi mereka," katanya. Ia kemudian berpendapat bahwa penarikan ByteDance dari TikTok dapat menyelesaikan masalah ini.

Redaktur: Selocahyo Basoeki Utomo S

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.