Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Di Banjarmasin, Tiga Guru Penggerak Pacu Transformasi Pendidikan Terus Berdetak

Foto : Muhamad Ma'rup

Guru Bahasa Inggris SMPN 1 Banjarmasin, Akhmad Basuki.

A   A   A   Pengaturan Font

Sejak mengajar pada tahun 1999, Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Akhmad Basuki, pernah menjadi pribadi yang tertutup. Dia sulit berkomunikasi, bahkan dengan sesama guru mata pelajaran bahasa Inggris. Dalam kondisi tersebut, dia termotivasi untuk mendorong pembelajaran ke arah lebih baik.

"Saya sangat menyukai tentang mau berbagi dan terus melakukan perubahan dari segi metode pelajaran," ujar Akhmad, kepada Koran Jakarta, Selasa (18/4).

50 tahun usianya ternyata bukan halangan untuk melakukan perubahan. Kesulitan tidak berlangsung selamanya. Pada tahun 2021, dia mendaftarkan diri dalam program Guru Penggerak angkatan ke-2. Awalnya, dia merasa berat untuk mengikuti program tersebut mengingat harus menjalani pendidikan selama sembilan bulan.

Bayangan kesulitan tersebut seketika lenyap setelah menjalani Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Dia merasa waktu berjalan begitu singkat. Lokakarya-lokakarya dari fasilitator dan instruktur benar-benar dirasakan sangat membantunya. Meski harus terjaga sampai pukul dua bahkan tiga dini hari, tugas-tugas tetap dia rampungkan.

"Karena hanya itulah waktu yang saya punya sesudah mengajar anak-anak dari pagi sampai siang hari," katanya.

Program Guru Penggerak merupakan episode ke-5 Merdeka Belajar. Program Guru Penggerak berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui guru sebagai agen teladan dan obor perubahan. Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan proaktif.

Gairah Perubahan

Setelah menjadi Guru Penggerak, Akhmad merasakan banyak perubahan. Pria yang sehari-harinya juga sebagai pembimbing English Club bersama OSIS ini tidak hanya merasakan kemampuan diri yang meningkat, tetapi juga caranya mengajar terus lebih baik.

Dalam mata pelajaran bahasa Inggris, dia tidak lagi meminta murid untuk membaca buku saja. Dia justru mendorong siswa dengan bebas membuat proyek untuk mengeksplorasi minat, hobi, dan lingkungan sekitar. Pada tugas akhir dia menugaskan para siswa untuk menceritakan pengalaman mereka di tempat wisata, pusat perbelanjaan, bermain gim, dan lain sebagainya, dalam bahasa Inggris.

"Ya enggak apa-apa, yang penting kan prosesnya. Itu kemudian kita tampilkan (videonya), mereka ketawa sendiri, malah senang begitu," terangnya.

Akhmad percaya, dengan mendorong perubahan bagi siswa, guru juga akan terdampak. Guru akan terus mengikuti perkembangan zaman dan mencari inovasi dalam pembelajaran. "Setiap guru penggerak, kita harus melakukan perubahan, karena itu saya selalu ingin mengasah kemampuan dalam mengajar," ucapnya.

Meski tujuan Guru Penggerak salah satunya untuk melahirkan pemimpin di sektor pendidikan seperti pengawas dan kepala sekolah, Ahmad mengungkapkan hal tersebut bukan alasan kuatnya untuk mengikuti program. Tujuannya, agar bisa berbagi dan terus belajar. Menurutnya, hal tersebut dapat berdampak pada peserta didik menjadi semakin berkualitas dan bisa bersaing di tingkat nasional.

"Saat ini (saya) punya confident. Mau mengajar, sharing dengan guru lain, tidak ada masalah," tandasnya.

Budaya Positif

Sesama Guru Penggerak di SMPN 1 Banjarmasin, Norliani, terdorong mengikuti program Guru Penggerak agar bisa menumbuhkan budaya positif baik di lingkungan sekolah maupun komunitas. Untuk siswa, dia menyadari bahwa tugasnya sebagai pendidik bukan sekadar mengajar, namun lebih dari itu yakni menuntun siswa secara holistik.

"Artinya, baik secara akademik maupun non-akademik, sikap dan perilakunya, supaya dia (siswa) mencapai kebahagiaan dan keselamatan di masa depan," ungkapnya.

Guru matematika ini memulai perubahan dari hal-hal kecil yang jika dilakukan terus menerus dapat menjadi kebiasaan baik. Salah satunya adalah membuat kesepakatan dengan siswa di kelas. Siswa diajak menyepakati konsekuensi jika terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut, sehingga siswa menjadi disiplin tanpa dipaksa.

"Kalau dulu tidak ada kesepakatan kelas. Gurunya yang mengatur, harus begini, harus begini, tidak ada kemauan siswa yang diakomodir. Kalau sekarang, siswanya mau apa? Disepakati bersama," jelasnya.

Dalam pembelajaran, Norliani lebih banyak membuat permainan untuk menerapkan konsep-konsep Matematika dengan memanfaatkan dadu dan kartu, misalnya. Menurutnya, cara tersebut efektif untuk menarik perhatian siswa belajar matematika.

"Alih-alih menjadi momok, siswa justru bertambah minat terhadap mata pelajaran matematika," imbuhnya.

Pengalaman menarik juga dia rasakan ketika berkolaborasi dengan para guru. Kolaborasi tersebut dilakukan lakukan lintas jenjang. Bersama guru-guru itu, dia juga membuat program Klub Matematika. "Saya harap akan tergerak menjadi Guru Penggerak agar pendidikan kita makin maju, karena mindset kita akan berubah, yang tadinya belum bisa bergerak akan menjadi bergerak, tergerak, dan menggerakkan," harapnya.

Pembelajaran Diferensiasi

Guru Penggerak tidak hanya diikuti oleh guru dari sekolah negeri saja. Semangat Merdeka Belajar pada akhirnya mendorong semua pihak untuk melakukan transformasi pendidikan.

Guru Penggerak SMA Islam Terpadu Ukhuwah Islamiyah Banjarmasin, Risma Yuhani, mengaku mendapat banyak pengalaman berharga dan bermakna. Salah satunya cara merancang pembelajaran diferensiasi sesuai kebutuhan siswa.

Guru mata pelajaran biologi ini mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda dengan memperbanyak diskusi dan praktik. Kini ia bisa merasakan suasana dan minat belajar siswa di kelas yang berbeda dengan sebelumnya.

"Dengan melakukan pembelajaran yang berdiferensiasi, pembelajaran lebih senang bagi siswa dan sesuai dengan kebutuhan mereka," katanya.

Risma menuturkan, ketika dia menerapkan pembelajaran diferensiasi, para siswa terpacu untuk mengutarakan pendapat. Di akhir pembelajaran, ada sesi refleksi untuk mendengar pendapat siswa tentang materi yang didapat dan proses pembelajaran selanjutnya.

Dia selalu mengajak peserta didik merasa bebas untuk menyampaikan pendapat mereka tanpa terkecuali. Tanpa juga mereka takut pendapat mereka benar atau salah. "Karena itu sesuai dengan mereka. Jadi yang kritis bisa terfasilitasi, yang perlu dibimbing bisa dengan nyaman mendapat bimbingan kembali," jelasnya.

Risma mengatakan, sebelum mengikuti Guru Penggerak, dia sudah berusaha interaktif dan membangun kedekatan sosial dan emosional dengan para peserta didik. Adanya PGP mempertajam proses tersebut. m"Jadi mengalir, refleksi di akhir kelas dan semester juga terkait pembelajaran. Kalau lebih suka pembelajaran visual, kedepan akan diperbanyak begitu," tandasnya.

Siswa SMA Islam Terpadu Ukhuwah, Muhammad Fari Hanif, menyebut, kehadiran guru penggerak berdampak pada pembelajaran yang lebih banyak menghadirkan diskusi. Meski ada pembagian kelas antara lelaki dan perempuan, tapi itu bukan menjadi halangan.

"Jadi menjelaskan lebih baik, ada gambarannya, ada juga pelajaran dan sangat membantu untuk memberikan murid-muridnya sosialisasi dan juga ide-ide inspiratif dan motivasi," terangnya.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top